Orang Muda di Flores Ikut Kelas Memasak Pangan Lokal di Festival Golo Koe

Eman mengaku baru melihat dan mencicipi olahan sorgum pada sesi kelas memasak tersebut. Ia pun termotivasi untuk mau menanam sorgum.

Labuan Bajo, Ekorantt.com – Sejumlah orang muda di Flores, Nusa Tenggara Timur mengikuti kelas memasak pangan lokal pada Festival Golo Koe di Aula Politeknik eLBajo Commodus, Kelurahan Wae Kelambu, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Senin, 12 Agustus 2024.

Sejumlah orang muda itu berasal dari local champion atau penggerak lokal Pangan Bernas dan Pangan Baik. Ikut juga dalam kelas memasak pangan lokal yakni mahasiswa Politeknik eLBajo Commodus, serta siswa-siswi SMAK Swakarsa Ruteng dan SMK Sadar Wisata Ruteng.

Para peserta dibagi dalam empat kelompok. Kemudian masing-masing kelompok meracik dan mengolah menu dengan bahan baku pangan lokal, seperti sorgum dan ubi.

Hal ini menjadi pengalaman yang unik bagi Emanuel Laju (22) salah satu peserta dari Komunitas Lino Tana Dite. Sebab, selain mendapatkan teman baru, Eman juga senang mendapatkan ilmu baru terkait pangan lokal dan cara pengolahan.

iklan

Eman mengaku baru melihat dan mencicipi olahan sorgum pada sesi kelas memasak tersebut. Ia pun termotivasi untuk mau menanam sorgum.

Sebelum kelas memasak pangan lokal, ada sesi talkshow dimoderatori oleh Dosen Kaprodi Manajemen Pemasaran Internasional Politeknik ElBajo Commodus Fitri Ciptosari dengan narasumber Local Champion Koalisi Pangan Baik Desa Hewa Maria Mone Soge dan Program Manager Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Kehati) Puji Sumedi.

Maria Mone Soge atau lebih dikenal Sindy Soge menjelaskan, ia dan beberapa orang muda di Desa Hewa, Flores Timur sedang gencar menghidupkan praktik-praktik baik sebagai upaya antisipasi terhadap perubahan iklim.

Mereka mendokumentasikan sekaligus mengarsipkan pangan-pangan lokal setempat. Hal ini didukung pula oleh narasi-narasi sederhana sehingga bisa dikenal oleh generasi milenial.

Lalu, kata Sindy Soge, mereka aktif mengampanyekan dan mempromosikan kepada masyarakat untuk kembali mengonsumsi pangan lokal yang diproduksi oleh petani-petani di desa.

“Kami yang berasal dari desa merasakan dampak perubahan iklim terutama untuk pangan. Kami lalu buat langkah antisipasi dengan mengangkat pangan-pangan lokal,” kata Sindy Soge.

Tak berhenti di situ, Sindy Soge menuturkan, mereka juga mengembangkan UMKM dengan mengandalkan bahan baku dari lingkungan sekitar. Mereka menamakan usaha itu sebagai wirausaha hijau.

“Kita berharap semoga yang kami lakukan di desa kami, bisa dilakukan oleh orang muda di wilayah lain sehingga pangan lokal terus kita lestarikan bersama,” ujarnya.

Puji Sumedi dari Yayasan Kehati, menjelaskan bahwa apa yang dilakukan oleh Sindy Soge dan kawan-kawannya merupakan upaya untuk melestarikan pangan lokal yang pada prinsipnya sangat beraneka ragam dan ada di setiap wilayah di Indonesia.

Yayasan Kehati, kata dia, berkonsentrasi pada sistem pangan mulai dari produksi sampai pada konsumsi.

Puji Sumedi mengatakan, Indonesia memiliki kurang lebih 2.500-an potensi pangan lokal yang tercatat. Masih banyak lagi pangan lokal yang belum tercatat.

“Indonesia ini kaya akan pangan-pangan lokal mulai dari barat sampai ke timur,” ujarnya.

“Kita berbicara pangan lokal bukan cuma beras tetapi juga sumber protein, vitamin itu juga bagian dari pangan lokal yang menjadi potensi di lingkungan kita. Itu yang menjadi konsentrasi kami,” pungkasnya.


Jurnalis warga: Andika Kilok, Local Champion Koalisi Pangan Desa Tapobali, Lembata

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA