Cerita Pedagang Pisang di Pasar Alok: Penyakit Darah dan Desas-desus Kenaikan Karcis Portal Masuk Pasar

Penerapan kebijakan yang menaikkan tarif masuk “membuat tambah susah” para pedagang di Pasar Alok.

Maumere, Ekorantt.com – Theresia Bala, 44 tahun, memelototi layar telepon genggamnya yang berikat karet. Dengan raut wajah yang datar, dia menggulir linimasa Facebok ke atas dan ke bawah. Sesekali ia mengangkat kepala menatap pembeli yang hanya lewat.

Dia duduk bersila di tempat jualannya, tepat di samping barang jualannya: pisang, nanas, pepaya, ubi jalar, serta labu besi.

Siang itu, suasana di Pasar Alok, tempatnya berjualan tampak lengang. Hanya beberapa pembeli yang lewat.

“Saya berjualan di sini sudah hampir 13 tahun,” cerita ibu empat anak tersebut pekan lalu di Pasar Alok, Maumere, Kabupaten Sikka.

Theresia datang dari Kampung Higetegera. Setiap hari ia menjual hasil-hasil kebun. Tapi bukan hasil dari kebunnya sendiri.

“Saya beli di orang juga, di Pasar Geliting,” ceritanya.

Penyakit Darah

Sejak berjualan di Pasar Alok pada tahun 2012, tutur Theresia, pisang menjadi komoditi andalan yang mampu mendatangkan keuntungan demi menafkahi keluarga. Sedangkan komoditi jualan yang lain untuk “tambah-tambah saja.”

Theresia berkata, pisang melimpah di pasar-pasar tradisional, termasuk Pasar Geliting sebagai tempat ia membeli pisang. Harganya murah. Saat dijual kembali, harga pisang mudah dijangkau pembeli.

“Penghasilan sehari-hari bisa mencapai 150 hingga 200 ribu, kalau selama satu minggu bisa mencapai sekitar Rp1 juta sampai Rp2 juta,” tuturnya.

Dari berjualan pisang, didukung oleh usaha jual beli kopra sang suami, Theresia mampu menghidupi keluarga serta menyekolahkan anak kedua dan ketiganya yang saat ini masih duduk di bangku SMP dan SD.

Akan tetapi, belakangan situasinya berubah. Jenis penyakit baru ditemukan pada tanaman pisang, yakni penyakit darah pisang (Blood Disease of Banana).

Produksi pisang menurun. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya penurunan drastis produksi pisang di Kabupaten Sikka beberapa tahun terakhir, sejak 2020 hingga 2023.

Menukil data Sikka Dalam Angka 2024 yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), selama 2020, produksi pisang di Sikka mencapai 823.132 kuintal, kemudian turun drastis menjadi 284.952 pada 2021.

Tren penurunan berlanjut di tahun berikutnya yakni 150.673 kuintal dan kian turun menjadi 56.329 kuintal pada 2023.

Produksi pisang yang menurun menyebabkan harga melambung tinggi dibandingkan dari harga sebelumnya.

“Pisang ini agak mahal sudah, yang besar itu kisaran Rp25 sampai RP35 ribu, kalau yang ukuran kecil mentok Rp15-Rp20 ribu. Dulu sebelum virus itu kami jualnya satu ikat itu biasa dengan empat sisir harganya 15 ribu,” cerita Theresia.

Pisang jualan para pedagang di Pasar Alok yang harganya semakin naik imbas penyakit darah pisang (Foto: Sisilia Jaru/Ekora NTT)

Theresia selalu waspada ketika membeli pisang di pasar. Ia selalu menyeleksi untuk mengantisipasi pisang yang dijual terkena penyakit.

“Untuk saat ini, semua pisang yang ingin saya beli selalu di cek terlebih dahulu, karena virus yang beredar ini secara fisik dari kulit pisang itu sama saja, jadi harus dibelah,” ujarnya.

Hal itu ia lakukan untuk menjaga kepercayaan pelanggan. Menurut Theresia, kemunculan penyakit darah pisang berdampak besar pada usaha jualannya di pasar. Penghasilannya menurun drastis.

Desas-desus Kenaikan Tarif 

Di tengah kondisi menurunnya pendapatan, Theresia mendengar desas-desus adanya penerapan kebijakan yang menaikkan tarif masuk dan karcis Pasar Alok.

Pemkab Sikka telah mencanangkan penerapan aturan tarif kendaraan bermotor dan kendaraan bermotor berlangganan (member) melalui Peraturan Daerah Kabupaten Sikka Nomor 5 Tahun 2023 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sejak awal tahun 2024.

Pada waktu itu, para penjual di Pasar Alok melakukan aksi demonstrasi dengan berjualan di luar pagar pasar. Berkat aksi tersebut, pemerintah membatalkan penerapannya setelah penjabat bupati Sikka, Alfin Parera, berdialog dengan para pedagang pasar.

Kali ini, ketika Theresia mendengar bahwa kebijakan yang sempat mereka tolak waktu itu akan diterapkan lagi.

Sekretaris Dinas Perdagangan, Koperasi dan UKM Kabupaten Sikka, Johannes Brecmans buka suara terkait dengan rencana kenaikan tarif fasilitas Pasar Alok meliputi tarif lapak, kios, los pasar, parkir dan lainnya.

Namun pihaknya belum mengetahui pasti apakah kenaikan tarif itu secara keseluruhan atau bertahap.

“Dalam pikiran kami, dan saya juga sempat tanya kepada Pak Kadis bilang hanya fokus untuk kenaikan tarif parkir saja,” kata Brecmans kepada Ekora NTT, Kamis, 19 September 2024.

Rencana penerapan kenaikan tarif parkir Pasar Alok, kata dia, sebenarnya sudah mulai berlaku pada 1 September 2024. Namun dibatalkan karena ada demo dari para pedagang pasar Alok sebagai reaksi atas rencana kenaikan tarif parkir.

“Tahun depan baru kita mulai berlakukan, karena kita harus sesuaikan dengan Peraturan Bupati Sikka tentang retribusi fasilitas pasar Alok,” ujarnya.

Pertimbangan pemerintah menaikkan tarif parkir pasar Alok, Brecmans beralasan karena tarif parkir yang dikelola oleh Dinas perhubungan sudah naik.

“Misalnya tarif kendaraan roda dua dari Rp1.000 sudah naik menjadi Rp2.000,” ujarnya.

Tidak hanya itu, kata dia, kenaikan tarif juga mungkin ada pertimbangan lain. Hal itu berkaitan dengan upaya Pemkab Sikka untuk meningkatkan pendapatan asli daerah, sebagaimana dikatakan Penjabat Bupati Sikka, Alfin Parera saat menemui pedagang pasar pada 29 Februari 2024.

Brecmans mengatakan, pihaknya berencana akan melakukan sosialisasi ke para pedagang pasar Alok, dan juga masyarakat Sikka.

Pemerintah, kata dia, juga sudah berdiskusi dengan pihak PT Globalindo sebagai pihak pengelola parkir Pasar Alok terkait rencana kenaikan tarif pasar Alok.

“Pada prinsipnya mereka siap, dengan catatan karena mereka setiap bulan melaporkan kepada kami, karena kami sudah tanda tangan perjanjian kerja sama selama ini 45 juta per bulan yang harus mereka setor ke Pemda. Namun ketika rencana kenaikan mereka minta beberapa opsi,” ujarnya.

Pedagang Pisang di Pasar Alok Raup Keuntungan Rp200 Ribu Per Hari
Theresia Bala sedang memperhatikan kondisi pisang di lapaknya di Pasar Alok pada Jumat, 6 September 2024 (Foto: Sisilia Jaru)

Pedagang ‘Tambah Susah’

Menurut Theresia, penerapan kebijakan yang menaikkan tarif masuk “membuat tambah susah” para pedagang di Pasar Alok.

“Kami ini sudah sulit, susah sekali kami ini. Portal mau dinaikkan tarifnya, itu yang membuat saya dan para pedagang lainnya kewalahan, karena dengan adanya tarif portal yang akan naik, para pelanggan akan semakin jarang kesini,” ujar Theresia dengan nada yang cukup tinggi.

Menurutnya, selama ini pemerintah menetapkan tarif lapak sebesar Rp25 ribu per bulan. Informasi yang ia peroleh, tarif lapak akan dinaikkan menjadi Rp50 ribu per bulan.

Adriana Anfrida (56), salah satu penjual mengatakan, kenaikan tarif hanya menguntungkan pihak pemerintah dan sangat merugikan pedagang pasar.

“Bilangnya peraturan itu setiap bulan pemasukannya besar, tapi itu untuk kamu di kantor. Baru kami masyarakat kecil ini, kami mati, jualannya sampai busuk,” ujar Adriana.

Ia mengatakan, jika pemerintah tetap memaksa penerapan kebijakan kenaikan tarif, maka para pedagang akan berjualan di luar pagar pasar, mengikuti pasar-pasar liar yang banyak tersebar di sejumlah titik di sekitar Kota Maumere.

“Masa pasar-pasar liar di mana-mana bisa, kok kami tidak bisa. Sekarang kan pasar-pasar liar itu banyak. Karena orang lain bisa, masa kami tidak bisa, kita sama-sama manusia,” pungkasnya.


Petrus Popi, Ensy Oktaviana, & Sisilia Jaru

spot_img
TERKINI
BACA JUGA