Maumere, Ekorantt.com – Dosen dan mahasiswa Magister Teologi Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif (IFTK) Ledalero belajar menulis bersama Stephan van Erp, seorang teolog dan editor Concilium, jurnal internasional terkemuka dalam bidang teologi Katolik.
Kegiatan yang dikemas dalam pelatihan menulis ini merupakan bagian dari rangkaian Konferensi Internasional Teologi yang diselenggarakan oleh IFTK Ledalero bertempat di Kampus II, Wairklau, Maumere, Kabupaten Sikka pada Kamis, 26 September 2024.
Stephan memaparkan beberapa hal penting yang perlu diperhatikan penulis agar artikelnya diterima di jurnal internasional. Penulis mesti memperhatikan tema dan fokus tulisan.
Di samping itu, penulis harus mampu merumuskan masalah pokok dan menjabarkannya dalam pertanyaan-pertanyaan penelitian, mengemukakan hipotesis dan metode, membangun struktur tulisan akademik hingga kemudian mengemukakan kesimpulan.
“Terdapat banyak jurnal dari berbagai disiplin ilmu dengan berbagai kriteria spesifik. Saya sendiri dari latar belakang teologi, tetapi pada umumnya anda mesti tahu cakupan (scope) dari jurnal yang anda sasar,” jelas Stephan.
Setelah menyampaikan gambaran awal, dosen KU Leuven-Belgia tersebut memberikan kesempatan kepada para peserta untuk menyeringkan pengalaman menulis artikel ilmiah di jurnal internasional bereputasi.
Rektor IFTK Ledalero, Pater Otto Gusti Madung SVD membagikan pengalaman keberhasilan dan kegagalannya dalam menulis artikel di jurnal internasional.
“Saya pernah kirim artikel ke salah satu jurnal teologi. Sesudah lama direview, sekitar setahun, artikel saya dipulangkan. Menariknya, mereka memberikan tinjauan (review) yang konkret dan detail sekali dan menganjurkan untuk dikirim ke jurnal lain.”
Dosen IFTK Ledalero yang lain, Pater Sebastian Limahekin SVD menceritakan pengalaman berhasil menembus jurnal internasional Scopus Q2.
“Prosesnya lama dan sering kali penuh tekanan. Setelah menunggu sembilan bulan baru artikel saya diterima,” ujarnya.
Sementara itu, Mery Kolimon dari Universitas Arta Wacana Christian (UKAW) Kupang menyampaikan tantangan umum yang dihadapi mahasiswa dan dosen di Indonesia.
“Kesulitan kami dalam menulis di jurnal internasional adalah bahasa Inggris,” katanya. Menurutnya, bahasa inggris untuk tulisan akademik tidak mudah seperti bahasa inggris dalam percakapan sehari-hari.
Bedah Kasus
Para peserta pelatihan dibagi dalam beberapa kelompok. Stephan meminta setiap kelompok untuk berdiskusi dan menemukan topik tulisan yang berhubungan dengan teologi publik di Indonesia, merumuskan masalah penelitian, hipotesis, dan merancang struktur artikel.
Stephan kemudian menanggapi dan membedah setiap topik penelitian yang diajukan kelompok. Enam tema diangkat dalam diskusi kelompok, yakni: perdagangan orang (human trafficking), kemungkinan tahbisan imam perempuan, krisis lingkungan hidup, impak sosial dari perayaan liturgi, mengapa penting melakukan teologi publik di Indonesia, dan konteks multikulturalisme di Indonesia dalam hubungan dengan Pancasila.
Menanggapi penyelenggaraan kegiatan ini, Ketua LPPM IFTK Ledalero, Khanis Suvianita memberi apresiasi. “Ini kesempatan yang baik karena kita menemukan orang yang spesifik, paham betul seperti Profesor Stephan,” katanya.
Kesan yang sama disampaikan Ketua Prodi Kewirausahaan, Pater Petrus Dori SVD. Menurutnya, kegiatan ini sangat mengesankan karena IFTK Ledalero mendatangkan orang dari jauh dan berpengalaman tidak hanya sebagai penulis, tetapi juga sebagai reviewer dan editor jurnal internasional.
Sementara itu, Wakil Ketua Panitia Konferensi Internasional IFTK Ledalero, Pater Bernardus Subang Hayong SVD mengatakan bahwa tujuan pelatihan menulis artikel ilmiah (Academic Writing Workshop) ialah untuk meningkatkan kapasitas para dosen dan mahasiswa dalam menghasilkan publikasi internasional.
“Dengan ini kita juga mendorong kerja sama dalam bidang penelitian dengan lembaga-lembaga pada level internasional, sharing pengalaman dan pengetahuan terkait isu publik pada kancah global, serta meningkatkan mutu IFTK sebagai institusi publik dalam menyelenggarakan pendidikan,” kata Pater Subang Hayong.