NTT Bertumpu pada Transfer Pemerintah Pusat, Ansy Lema Komit Optimalkan Pembiayaan Non APBD

Tentu saja, untuk menciptakan birokrasi yang bersih harus dimulai dari pemimpinnya. Jika seorang pemimpin bersih dari korupsi, maka seluruh jajarannya juga tidak berani melakukan perbuatan tersebut.

Kupang, Ekorantt.com – Calon gubernur NTT nomor urut satu, Yohanis Fransiskus Lema atau Ansy Lema menjelaskan postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi NTT masih bertumpu pada transfer dari pemerintah pusat, yakni 67 persen.

Sedangkan 33 persen bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), kata calon gubernur yang berpasangan Jane Natalia Suryanto atau paket Ansy-Jane itu.

Ansy menilai APBD NTT terbilang kecil. Fleksibilitas ruang anggaran untuk pembangunan fisik dan non fisik sangat terbatas.

Oleh sebab itu, perlu mengoptimalkan pembiayaan-pembiayaan non APBD untuk bisa bergerak menciptakan berbagai program infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat.

Ia mengatakan, pendapatan daerah APBD NTT 2024 misalnya, sebesar Rp5,164 triliun. Dari nominal anggaran pendapatan tersebut, sebanyak Rp1,773 triliun berasal dari PAD, Rp3,388 triliun dari Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat (PTPP), dan Rp2,55 miliar berasal dari pendapatan hibah.

PTPP digunakan untuk membayar kebutuhan gaji pegawai dan sejumlah program infrastruktur yang masuk dalam Dana Alokasi Khusus (DAK).

Dia mengaku realisasi pendapatan daerah di NTT dalam kurun waktu empat tahun terakhir kurang lebih berada pada persentase 84-87 persen dari yaitu sekitar Rp4,4 triliun hingga Rp5,4 triliun. Hanya pada tahun 2019 realisasi pendapatan daerah mencapai 100 persen.

Sementara realisasi PAD NTT berada pada angka yang relatif sama, yaitu kisaran Rp1,1 triliun hingga Rp1,4 triliun setiap tahunnya dalam lima tahun terakhir. Padahal, menurut Ansy, PAD merupakan komponen penting dalam pembiayaan dan pelaksanaan program pemerintah.

“Kondisi ini belum lagi ditambah dengan beban utang sebesar Rp1,3 triliun yang berasal dari Dana Pemulihan Ekonomi (PEN) dengan masa pengembalian hingga tahun 2028 yang harus dibayar Pemerintah Provinsi NTT. Ini membuat kita harus mencari terobosan alternatif lain untuk pembiayaan pembangunan,” terang Ansy Lema saat berbicara dengan awak media di Kupang pada Minggu, 6 Oktober 2024.

Dia menjelaskan, dirinya akan mengambil langkah pembiayaan non APBD yang berasal dari Civil Society Organization (CSO) atau Non-Governmental Organization (NGO).

Berbagai dana bantuan CSO/NGO yang masuk ke NTT harus dapat disinergikan dengan program-program pembangunan dan pemberdayaan pemerintah.

“Banyak CSO/NGO yang masuk ke NTT dan membawa anggaran untuk pembangunan multisektor, mulai dari pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi dan lingkungan hidup. Ini harus kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya,” ujarnya.

“Saya akan mensinergikan mereka lewat peran Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Bahkan, saya memikirkan jika para CSO/NGO ini akan saya sediakan ruang khusus agar bisa mudah berkoordinasi.”

Namun Ansy Lema menegaskan, untuk mendatangkan investor ke NTT dan untuk menjalin kerja sama bersama CSO/NGO internasional bukanlah hal yang mudah.

Menurutnya, dibutuhkan iklim investasi yang kondusif dan birokrasi yang bersih dari korupsi agar hal tersebut dapat tercapai.

Karena itu, dirinya mengusung program “NTT Bersih Melayani dalam Lima NTT Manyala” yang memfokuskan diri pada birokrasi yang bersih.

Tentu saja, untuk menciptakan birokrasi yang bersih harus dimulai dari pemimpinnya. Jika seorang pemimpin bersih dari korupsi, maka seluruh jajarannya juga tidak berani melakukan perbuatan tersebut.

“Maka pemerintah harus bersih. Kalau mau kaya jangan jadi pejabat jadi pengusaha,” pungkasnya.

spot_img
TERKINI
BACA JUGA