Ruteng, Ekorantt.com – TJ, inisial jurnalis yang diduga ikut menganiaya Pemimpin Redaksi Floresa Herry Kabut saat meliput aksi penolakan geotermal di Poco Leok, Kecamatan Satarmese pada Rabu, 2 Oktober 2024 lalu, bakal dilaporkan ke polisi.
Kuasa hukum Floresa Ferdinansa Jufanlo Buba mengatakan, pihaknya tidak hanya akan menempuh jalur hukum terhadap aparat keamanan yang diduga menganiaya Herry Kabut, tetapi juga terhadap oknum jurnalis berinisial TJ tersebut.
“Identitasnya, sebagaimana disampaikan dalam kronologi yang ditulis Herry, adalah berinisial TJ,” jelas Ferdinansa dalam keterangan pers yang diterima awak media, Selasa, 8 Oktober 2024 malam.
Sebelumnya Herry Kabut mengaku, aksi penganiayaan terhadap dirinya dilakukan beberapa aparat, wartawan berinisial TJ, serta anggota polisi intel yang juga menyebut dirinya sebagai “anak media.”
TJ, kata Herry, sebelumnya pernah terlibat konfrontasi dengan salah satu jurnalis Floresa dan seorang kuasa hukum warga adat Poco Leok di Polres Manggarai.
Konfrontasi itu terjadi pada tahun lalu usai tujuh orang warga adat Poco Leok diperiksa karena menolak proyek geotermal.
“Inti masalahnya bukan hanya soal keterlibatannya dalam kasus penganiayaan, tetapi dia melakukannya bersama-sama dengan aparat keamanan,” terang Ferdinansa.
Menurut kesaksian Herry, kata dia, saat kembali dari Poco Leok, TJ menumpang di salah satu mobil rombongan aparat, Pemda dan PT PLN, BUMN yang mengerjakan proyek geotermal Poco Leok.
Ferdinansa menegaskan, TJ tidak hanya melanggar pasal penganiayaan sebagaimana diatur dalam pasal 352 KUHP, tetapi juga pasal 18 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers karena menghalang-halangi kerja pers.
“Dengan aksinya ini, kami pun bertanya-tanya, apakah benar TJ ini seorang jurnalis atau bukan. Menurut kami, sudah seharusnya jurnalis bekerja secara profesional untuk kepentingan publik, bukan berlaku seperti preman yang malah menganiaya sesama jurnalis,” timpal anggota tim kuasa hukum Floresa yang lain, Yulianus Ario Jempau.
Jempau pun mengecam keras tindakan oknum tersebut sebagai penghinaan terhadap profesi jurnalis.
Ia meyakini bahwa langkah hukum terhadapnya penting dalam konteks menjaga kehormatan profesi jurnalis agar bebas dari segala bentuk praktik kekerasan, apalagi yang dilakukan terhadap sesama jurnalis.