Oleh: Marsianus Rajapati Moses
Kampanye hitam dalam pemilu merupakan fenomena yang sering muncul dalam proses demokrasi, terutama di negara-negara yang sedang berkembang atau demokrasi baru.
Kampanye hitam adalah strategi politik yang melibatkan penyebaran informasi palsu, fitnah, atau rumor dengan tujuan merusak reputasi atau citra lawan politik. Taktik ini digunakan untuk menanamkan persepsi negatif pada masyarakat terhadap calon atau partai tertentu, sehingga diharapkan akan mempengaruhi pilihan pemilih.
Dalam konteks demokrasi, kampanye hitam bisa dianggap sebagai bentuk disorientasi demokrasi. Demokrasi idealnya adalah proses yang transparan, adil, dan berdasarkan informasi yang benar, di mana para pemilih memiliki kesempatan untuk memilih berdasarkan penilaian objektif terhadap calon-calon yang ada.
Namun, kampanye hitam justru menciptakan kebingungan dan ketidakpercayaan di kalangan pemilih karena informasi yang diterima seringkali tidak akurat. Hal ini melemahkan fondasi demokrasi yang bertumpu pada keterbukaan, partisipasi, dan penilaian yang sehat.
Apa itu Kampanye Hitam?
Kampanye hitam, atau sering disebut sebagai black campaign adalah tindakan penyebaran informasi yang bersifat negatif, dan tidak berdasar kebenaran yang bertujuan untuk merusak reputasi atau kredibilitas seseorang, kelompok, atau organisasi, khususnya dalam konteks politik.
Menurut Muller Brian (2019:142), kampanye hitam adalah bentuk manipulasi yang bertujuan untuk membentuk persepsi publik dengan cara yang tidak jujur, dan ini mengikis kepercayaan publik terhadap proses politik yang bersih dan terbuka.
Kampanye hitam kerap kali dilakukan pada masa pemilu atau situasi kompetisi sengit, di mana berbagai pihak berusaha memenangkan dukungan publik atau menghambat lawan mereka melalui cara-cara yang tidak etis dan cenderung manipulatif.
Secara historis, kampanye hitam sudah terjadi sejak zaman dahulu, tetapi istilah ini menjadi populer seiring berkembangnya teknologi komunikasi massa, termasuk media cetak, radio, televisi, dan sekarang, media sosial.
Kampanye hitam beroperasi dengan menyebarkan rumor, gosip, dan fitnah melalui berbagai saluran komunikasi untuk menyasar kelemahan atau bahkan menciptakan ‘aib’ dari pihak yang diserang.
Target dari kampanye hitam ini biasanya figur publik atau pesaing politik yang memiliki pengaruh besar di masyarakat. Sehingga kekuatan dari lawan politik terkuras habis dan tidak mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Suharto (2019: 45-56) mengatakan bahwa kegiatan kampanye hitam ini menyebabkan partisipasi pemilih sangat kurang dan lemah.
Degradasi Etika Politik
Degradasi etika politik adalah fenomena di mana prinsip-prinsip moral, integritas, dan standar perilaku yang baik dalam politik mengalami penurunan. Salah satu penyebab utama degradasi ini adalah praktik kampanye hitam yang secara langsung merusak etika politik melalui cara-cara yang tidak etis dan manipulatif.
Kampanye hitam menggunakan taktik yang berlawanan dengan nilai-nilai kejujuran dan keadilan, seperti menyebarkan kebohongan, memfitnah, dan mencemarkan nama baik pihak lawan.
Dampak dari kampanye hitam tidak hanya merusak reputasi individu, tetapi juga mengganggu tatanan etika politik secara keseluruhan.
Kampanye hitam secara langsung menyebabkan degradasi etika politik dengan mengabaikan nilai-nilai dasar seperti kejujuran, integritas, dan keadilan.
Shaw (2014:45) mengatakan bahwa kampanye hitam berkontribusi pada normalisasi kebohongan sebagai alat dan praktik politik, yang pada akhirnya mengikis nilai kejujuran di kalangan politisi dan masyarakat.
Ketika praktik-praktik manipulatif ini menjadi hal yang lumrah dalam politik, masyarakat semakin sulit mempercayai institusi politik dan politisi, yang pada akhirnya membahayakan proses demokrasi itu sendiri. Kampanye hitam merusak diskursus politik, meningkatkan polarisasi, dan menciptakan lingkungan yang tidak sehat bagi kehidupan politik suatu negara.
Disorientasi Demokrasi
Kampanye hitam dapat menyebabkan disorientasi demokrasi, yaitu keadaan di mana proses demokrasi tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya karena adanya krisis kepercayaan publik. Dalam kondisi seperti ini, masyarakat tidak lagi mempercayai informasi yang mereka terima karena seringnya berita bohong beredar, baik dari media sosial maupun media mainstream.
Jika dibiarkan, hal ini akan mengarah pada pemilu yang menjadi arena manipulasi, bukan sarana partisipasi politik yang sehat.
Disorientasi demokrasi ini diperparah oleh fenomena post-truth atau pasca kebenaran, di mana emosi dan opini lebih mempengaruhi pandangan masyarakat ketimbang fakta.
Hasan (2020:112) menjelaskan bahwa masyarakat cenderung menerima informasi yang sesuai dengan keyakinan atau prasangka mereka tanpa memeriksa kebenarannya. Sebagai akibatnya, pemilu kehilangan esensinya di mana untuk memilih pemimpin terbaik berdasarkan penilaian objektif.
Secara keseluruhan, kampanye hitam dalam pilkada menghasilkan disorientasi demokrasi yang signifikan. Demokrasi yang seharusnya berlandaskan pada kompetisi sehat dan partisipasi masyarakat yang aktif justru terganggu oleh taktik manipulatif dan destruktif ini.
Untuk melindungi demokrasi dari degradasi lebih lanjut, diperlukan penegakan hukum yang tegas terhadap praktik kampanye hitam serta peningkatan literasi politik bagi masyarakat.
Pemahaman yang lebih baik mengenai hak dan kewajiban dalam demokrasi akan membantu masyarakat menolak kampanye hitam dan lebih fokus pada kualitas kandidat yang sebenarnya.
Kampanye hitam merusak substansi demokrasi dengan mengedepankan manipulasi. Untuk menjaga kualitas demokrasi, masyarakat, media, pemerintah, dan semua pihak yang terlibat dalam pemilu perlu mendukung kampanye yang jujur dan adil.
Untuk mengatasi fenomena kampanye hitam, regulasi yang lebih ketat diperlukan, seperti pengawasan yang lebih kuat terhadap berita dan iklan kampanye serta tindakan hukum terhadap pelanggar.
Pendidikan politik untuk masyarakat juga penting agar pemilih lebih kritis terhadap informasi yang diterima. Dengan demikian, demokrasi yang sehat dan berkualitas dapat terus diwujudkan dan disorientasi demokrasi akibat kampanye hitam dapat dihilangkan.
*Mahasiswa Semester III Program Studi Filsafat IFTK Ledalero