Maumere, Ekorantt.com – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut anggota DPRD Sikka Yuvinus Solo alias Joker sembilan tahun penjara dalam kasus tindak pidana perdagangan perdagangan orang (TPPO).
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Yuvinus Solo alias Joker dengan pidana penjara selama sembilan tahun dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan,” kata Ahmad Jubair saat membacakan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang di Pengadilan Negeri Sikka, Kamis, 14 November 2024.
Joker terjerat kasus TPPO karena merekrut dan mengirim tenaga kerja non prosedural ke Kalimantan pada Maret 2024 lalu yang mengakibatkan meninggalnya salah satu korban bernama Yodimus Moan Kaka.
Joker, demikian penjelasan JPU, terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana perdagangan orang, melanggar Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Joker juga dituntut pidana denda sebesar Rp200 juta. Bila denda tidak dapat dibayar, maka diganti dengan pidana penjara selama enam bulan.
Membayar Restitusi
Selain tuntutan pidana penjara dan denda, Joker dituntut untuk membayar restitusi atau ganti rugi kepada tujuh saksi dan seorang anak saksi dengan total Rp155.413.000.
Joker diberikan waktu paling lambat 14 hari membayar restitusi terhitung sejak diberitahukannya putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijsd).
Jika tidak mampu membayar restitusi tersebut maka Joker dikenakan hukuman pengganti dengan pidana kurungan selama enam bulan untuk saksi Maria Herlina Mbhadi dan masing-masing satu bulan untuk tujuh saksi lain.
JPU juga meminta Majelis Hakim menetapkan lamanya masa penahanan yang telah dijalani Joker turut diperhitungkan sepenuhnya dengan lamanya pidana yang akan dijatuhkan.
Minta Ditahan di Rutan
Tim Relawan untuk Kemanusiaan Flores (TRUK-F), bagian dari Jaringan HAM Sikka selaku pihak yang sejak awal mengadvokasi kasus TPPO yang melibatkan Joker, meminta pihak Kejari Sikka untuk menahan terdakwa di Rutan.
Kuasa Hukum TRUK-F, Valens Pogon mengatakan, walaupun selama ini Joker berstatus tahanan kota, akan lebih baik jika dia ditahan di Rutan.
Menurut Valens, sejak awal ditetapkan sebagai tersangka dari Polres Sikka, terjadi semacam perbedaan perlakuan terhadap Joker dengan tersangka dan terdakwa dalam kasus yang sama. Mereka selalu ditahan di Rutan.
“Kalaupun misalkan karena alasan kesehatan sebagaimana kita dengar selama ini, menjadi tahanan Rutan tidak mengurangi hak terdakwa untuk mendapatkan pelayanan kesehatan,” terang Valens kepada Ekora NTT pada Sabtu, 16 November 2024.
Penahanan di Rutan mesti dilakukan demi mengantisipasi adanya kemungkinan terburuk hingga pembacaan putusan. Bukan tanpa alasan, kata Valens, mengacu pada kasus lain sebelumnya, terjadi pengalihan dasar hukum dari Undang-undang TPPO ke Undang-undang Ketenagakerjaan.
“Pengalaman kita terkait kasus 17 anak yang diadvokasi TRUK-F, itu kemudian ketika putusan bukan lagi berdasarkan undang-undang TPPO, tetapi Undang-undang Ketenagakerjaan, sehingga pidanya menjadi lebih rendah,” ujar Valens.
“Kita mendorong pengadilan untuk konsisten, karena memang dalam kasus ini tidak ada fakta (hukum) ada perekrutan tenaga kerja yang dilakukan oleh petugas yang memiliki surat tugas perekrutan.”
Tidak ada celah untuk pengalihan dasar hukum dalam kasus ini, kata Valens. Namun, berdasarkan pengalaman, pengalihan dasar hukum bisa terjadi saat ada permainan uang melalui sogok menyogok.
“Kita perlu jaga dan berani omong seperti sekarang ini karena suap menyuap itu bukan cerita mati, melainkan cerita hidup dan nyata. Kita bukan hanya mewaspadai itu, tetapi mendorong agar benar-benar keadilan ditegakkan,” pungkas Valens.
Penulis: Risto Jomang