Bupati Nabit Studi Banding Geotermal di Tomohon di Tengah Gelombang Penolakan Warga Poco Leok

Warga dan berbagai elemen masyarakat tidak setuju terhadap proyek geotermal yang dinilai dapat berdampak negatif terhadap ruang hidup mereka.

Ruteng, Ekorantt.com – Gelombang penolakan terhadap rencana pengembangan energi geotermal Poco Leok, Kecamatan Satarmese, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur, tidak bisa dibendung.

Warga dan berbagai elemen masyarakat tidak setuju terhadap proyek geotermal yang dinilai dapat berdampak negatif terhadap ruang hidup mereka.

Masyarakat setempat, yang mayoritas bergantung pada pertanian, khawatir kegiatan pengeboran dan eksploitasi panas bumi akan merusak ekosistem dan lingkungan.

Warga juga menentang kebijakan penetapan lokasi di wilayah Poco Leok oleh Bupati Manggarai Herybertus G. L. Nabit, yang kemudian tertuang dalam Surat Keputusannya bernomor HK/417/2022, yang diterbitkan pada 1 Desember 2022.

Koordinator aksi Aliansi Pemuda Poco Leok, Kristianus Jaret menyatakan, mayoritas masyarakat Poco Leok bekerja sebagai petani dan menentang keras proyek geotermal.

“Jangan bawa barang haram ke Poco Leok,” ujar Tino, sapaan akrabnya, saat aksi unjuk rasa di Kantor Bupati Manggarai pada Senin, 3 Maret 2025 lalu.

“Anda telah melakukan dosa ekologis, menetapkan ruang hidup kami sebagai ladang bisnis untuk PLN,” tandas Tino.

Di tengah penolakan yang kian masif, Nabit dan unsur Forkopimda justru berkunjung ke Tomohon, Sulawesi Utara pada 9-11 Maret 2025. Di sana, mereka menimba ilmu dan sharing terkait pengembangan Panas Bumi Lahendong.

Kepala Prokopim Setda Kabupaten Manggarai, Hipolitus Kory mengatakan, kunjungan Bupati Nabit dan unsur Forkopimda ke Tomohon merupakan hajatan PLN.

“Kan begini, itu kan PLN punya hajatan. PLN kan dari aspek aturannya Badan Usaha Milik Negara. Fungsi komunikasinya ada di ekonomi (Bagian Ekonomi Setda Manggarai),” ujar Hipolitus ketika dikonfirmasi di ruang kerjanya, Rabu, 12 Maret 2025.

Sementara itu, Kabag Ekonomi Setda Manggarai Blasius Parut belum merespons pesan konfirmasi Ekora NTT melalui pesan WhatsApp-nya, seputar kunjungan Bupati Nabit ke Tomohon.

Diinisiasi PLN

Meski demikian, Plt. Asisten II Setda Manggarai Yos Jelamu menjelaskan, agenda Bupati Manggarai dan rombongan yang diinisiasi oleh PLN adalah melakukan perjalanan dinas Tomohon dalam rangka studi banding di PLTP Lahendong selama lima hari.

“PLTP Lahendong beroperasi sejak tahun 2001. Lokasinya berada sekitar permukiman penduduk,” jelas Yos.

Ketua DPRD Manggarai Paulus Peos juga menjelaskan, kunjungan ke Tomohon bertujuan untuk melihat pengelolaan geotermal Lahendong yang usianya sudah cukup dan didukung oleh masyarakat sekitar.

“Saya, Ketua Komisi B Avent Mbejak, dan Ketua Komisi C Clement Malis. Selama tiga hari. Ada Kajari, Kapolres, dan pak Dandim. Forkompinda lengkap. Masyarakat Poco Leok juga,” kata Peos kepada Ekora NTT.

Senada, Nabit mengatakan, di Kabupaten Manggarai tengah melakukan proses perluasan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) seperti Kota Tomohon.

“Jadi kami mau belajar di Lahendong bagaimana PLTP Lahendong ini mengeliminir dampak negatif dari proses pembangunan dan kemudian bagaimana dampak sosialnya. Karena kita tahu bersama semua proyek pasti mempunyai dampak. Tidak hanya positif tapi juga ada dampak negatif,” terangnya sebagaimana dilansir Multi Verum.

Anggota Aliansi Pemuda Poco Leok saat berunjuk rasa menentang kehadiran proyek geotermal Poco Leok di Ruteng pada Senin, 3 Maret 2025 (Foto: Adeputra Moses/ Ekora NTT)

Diduga Lawan Instruksi Presiden

Kunjungan Bupati Nabit ke Tomohon diduga melawan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2025.

Pada bagian keempat, Presiden menginstruksikan agar gubernur dan bupati/wali kota “membatasi belajar dan kegiatan yang bersifat seremonial, kajian, studi banding, percetakan, publikasi, dan seminar/focus group discussion.”

Direktur JPIC OFM Indonesia, Pater Yansianus Fridus Derong, menyayangkan bila dana untuk studi banding ke PLTP Lahendong, Tomohon diambil dari APBD Manggarai.

“Dengan demikian, sangat disayangkan bahwa di tengah program pemerintah pusat untuk efisiensi anggaran,” ujar Pater Yansianus.

Hal ini, menurut dia, dipandang sebagai bentuk pembangkangan terhadap efisiensi anggaran yang tengah dilakukan pemerintah.

Pater Yansianus berkata, “Pemerintah Daerah Manggarai seharusnya bisa melakukan studi banding ke Mataloko, Kabupaten Ngada.”

“Selain dekat, hemat biaya dan juga dikerjakan oleh PLN seperti yang sudah terjadi dan akan terjadi di Ulumbu dan Poco Leok,” ujarnya.

Hal senada disampaikan Koordinator JPIC SVD Ruteng, Pater Simon Suban Tukan. Kegiatan Bupati Nabit di Tomohon merupakan suatu pembangkangan terhadap Instruksi Presiden.

Apalagi Manggarai, kata dia, termasuk daerah yang minus anggaran pembangunan.

“Saya pikir efisiensi yang diserukan oleh presiden tidak hanya untuk pemerintah Jakarta, tetapi untuk semua tingkatan pemerintahan, termasuk Kabupaten Manggarai,” ujar dia.

Di sisi lain, Pemkab Manggarai dan PLN tidak peduli dengan kerusakan yang ditimbulkan oleh proyek sejenis, baik kerusakan ekologi maupun sosial.

“Tidak harus jauh-jauh studi banding. Mataloko telah menunjukkan bahwa proyek itu gagal total dan berakibat pada kerusakan lingkungan dan sosial,” ujar Pater Simon.

Ia mengatakan, ada lahan warga yang rusak, demikian juga atap rumah, dan juga pernah terjadi pembunuhan gara-gara proyek tersebut. Ketidakpedulian ini menunjukkan kepongahan pemerintah dan PLN, serta upaya pemaksaan  kehendak untuk meloloskan proyek.

“Saya akhirnya harus mengatakan bahwa jika pemerintah dan PLN terus memaksakan kehendak maka, keputusan terakhir ada pada masyarakat terdampak,” tegas Pater Simon.

Bila masyarakat bertahan dengan menolak geotermal, maka kekerasan terbuka tidak bisa dihindari.

“Apakah kita mau itu yang terjadi di tengah warga. Saya kira tidak demikian,” tegasnya.

Karena itu, Pater Simon mendorong pemerintah dan PLN supaya menghentikan semua upaya untuk memaksakan kehendak, termasuk studi banding yang sangat merugikan negara dan daerah dari segi keuangan.

Sementara itu, Paulus Peos berkata, biaya kunjungan ke Tomohon ditanggung pihak PT PLN.

Pater Simon menilai, jika pemerintah beralasan bahwa mereka dibiayai oleh lembaga lain, seperti PLN, hal tersebut justru menunjukkan ketidakpedulian terhadap kondisi bangsa ini.

“PLN selama ini juga terus merugi, tapi kok membiayai orang untuk studi banding,” ujarnya.

TERKINI
BACA JUGA