PT. Krisrama Kerahkan Umat Paroki Pagari Lahan HGU Nangahale, Masyarakat Adat: Apakah Gereja Bijak?

Pengumuman itu berupaya untuk mengerahkan umat paroki untuk terlibat memagar tanah eks HGU Nangahale.

Maumere, Ekorantt.com – Sebuah pengumuman dengan redaksi yang hampir sama terdengar dalam perayaan misa di sejumlah gereja Keuskupan Maumere pada Minggu, 16 Maret 2025.

Pengumuman itu berupaya untuk mengerahkan umat paroki untuk terlibat memagar tanah eks HGU Nangahale.

“Keuskupan Maumere mengamankan tanah PT Krisrama yang menjadi milik Keuskupan Maumere di Nangahale, maka diminta keterlibatan umat untuk memagar tanah itu,” demikian bunyi pengumuman tersebut.

Masing-masing paroki diminta untuk mengirim 30 orang untuk bekerja di lahan eks HGU Nangahale pada Selasa, 18 Maret 2025. Umat juga diminta untuk membawa peralatan kerja berupa parang dan linggis.

Ekora NTT mendapatkan informasi bahwa pengumuman itu disampaikan di Paroki Kewapante, Habi, Waioti, Katedral, Magepanda, Boganatar, dan beberapa paroki lain.

“Tadi pengumuman di Gereja bilang umat diminta 30 orang untuk kerja di lahan HGU Nangahale Selasa nanti,” kata salah seorang umat dari Paroki Habi yang tidak mau namanya disebutkan, kepada Ekora NTT pada Minggu siang.

Dia tidak paham dengan tindakan PT Krisrama yang mengorganisir umat untuk bekerja di lahan HGU.

“Apa hubungannya antara PT dan umat. PT itu korporasi yang tidak punya hubungan dengan umat,” kata dia.

Pada Sabtu, 15 Maret 2025, Ekora NTT telah menerima informasi terkait pengumuman yang ditandatangani oleh RD. Ephy M Rimo, Direktur PT. Krisrama, beredar luas di media sosial. 

Beredar pula hasil pemindaian lampiran pembagian tugas kerja berjudul “Aksi Bersama Umat KUM di Lokasi HGU Nangahale”, dengan salah satu isi kop surat bertuliskan “Koordinator Umum: RD Robertus Yan Waroka.”

Di catatan kakinya, tertulis pesang agar masing-masing paroki mengutus minimal 30 orang dan “mohon diumumkan di mimbar Gereja masing-masing.”

Ekora NTT kemudian berupaya menghubungi Romo Ephy Rimo dan Romo Yan Varoka melalui pesan WhatsApp. Namun Hingga berita ini ditayangkan, keduanya belum memberikan tanggapan.

Kepala Suku Soge Natarmage, Ignasius Nasi (Foto: Risto Jomang /Ekora NTT)

Masyarakat Adat Menolak untuk Tunduk

Masyarakat adat dari Suku Soge Natarmage dan Goban Runut yang mendiami tanah HGU Nangahale tak hirau dengan rencana pengerahan massa yang dilakukan oleh PT. Krisrama.

Mereka memiliki beberapa alasan. Pertama, di atas tanah tersebut masih terdapat keberatan, permasalahan penguasaan atau kepemilikan antara PT. Krisrama dengan masyarakat adat Soge Natarmage dan Goban Runut.

Kedua, mengacu pada SK. No. 1/HGU/BPN.53/VII/2023, PT. Krisrama wajib menyelesaikan permasalahan tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketiga, permasalahan penggusuran paksa oleh PT. Krisrama pada 18 Desember 2023, 29 Juli 2024, dan 22 Januari 2025 telah dilaporkan masyarakat adat kepada Polres Sikka. Laporan itu masih dalam tahapan proses penyelidikan.

Keempat, pengerahan massa umat dari semua paroki se-Keuskupan Maumere dengan tujuan apapun di atas tanah HGU yang masih bermasalah dan sedang dalam proses hukum merupakan bentuk provokasi, adu domba dan main hakim sendiri. Hal itu dapat memicu terjadi konflik horizontal antara umat Katolik yang juga adalah warga negara.

Apakah Gereja Bijak?

Ignasius Nasi, Kepala Suku Soge Natarmage, mempertanyakan sikap gereja berhadapan konflik tanah HGU Nangahale.

“Sebelumnya mereka kerahkan preman untuk penggusuran, sekarang umat. Apakah Gereja bijak?”

Anton Toni, Ketua Pelaksana Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Flores Bagian Timur, sependapat dengan Ignasius. Ia menyayangkan tindakan yang telah diambil Gereja Keuskupan Maumere.

“Kalau itu (pemasangan pagar) terjadi, itu artinya pihak Keuskupan tidak mampu dalam mengambil keputusan untuk menyelesaikan masalah ini,” kata Antonius.

Salah satu rumah warga yang digusur PT Krisrama, milik Keuskupan Maumere pada 22 Januari 2025 (Foto: Dok. Mia Margaretha)

Minta Perlindungan Polisi

Pengerahan umat untuk bekerja di lahan konflik eks HGU Nangahale berpotensi menimbulkan konflik horizontal. Mereka akan bertemu dengan masyarakat adat yang adalah sesama umat.

Demi mencegah hal yang tidak diinginkan, masyarakat adat membuat permohonan perlindungan ke Polres Sikka. Mereka tak mau adanya konflik sesama umat di tanah HGU milik PT. Krisrama.

Mereka meminta pihak kepolisian untuk “mencegah agar kegiatan pada tanggal 18 Maret 2025 dan tindakan-tindakan lain yang serupa itu tidak dilaksanakan hingga proses penyelesaian secara hukum yang merupakan kewajiban PT. Krisrama sebagai penerima HGU dilakukan secara saksama.”

Mereka juga meminta kepolisian untuk melindungi umat atau masyarakat Adat Soge Natarmage dan Goban Runut yang akan menjadi korban pengerahan massa dan tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh PT. Krisrama di lapangan pada 18 Maret 2025.

TERKINI
BACA JUGA