Koalisi Advokasi Kecam Bupati Manggarai yang Kerahkan Massa Tandingan saat Demo Tolak Geotermal

Mereka menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk kekerasan struktural yang mencederai demokrasi dan membahayakan kohesi sosial.

Ruteng, Ekorantt.com – Koalisi Advokasi Tolak Geotermal Flores mengecam keras tindakan Bupati Manggarai, Herybertus G. L. Nabit, yang dinilai menghalangi aksi damai masyarakat adat Poco Leok dengan mengerahkan massa tandingan saat demonstrasi di Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai, Kamis, 5 Juni 2025.

Koalisi ini terdiri dari sejumlah organisasi masyarakat sipil, antara lain Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Terranusa, Justice, Peace, and Integrity of Creation Ordo Fratrum Minorum (JPIC OFM) Indonesia, AMAN Nusa Bunga, Sunspirit for Justice and Peace, serta Walhi NTT.

Dalam pernyataan tertulis yang diterima Ekora NTT pada Jumat, 6 Juni 2025, mereka menyebut tindakan Bupati Nabit sebagai bentuk kepengecutan politik dan manipulatif, alih-alih menciptakan ruang dialog yang bermakna dengan masyarakatnya.

“Alih-alih membuka ruang dialog untuk mendengarkan aspirasi rakyat, Bupati Nabit justru memilih memainkan politik adu domba,” kata mereka.

Koalisi menilai Bupati Nabit memperalat sebagian warga untuk membungkam aspirasi masyarakat adat Poco Leok.

Mereka menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk kekerasan struktural yang mencederai demokrasi dan membahayakan kohesi sosial.

“Yang perlu diingat oleh Bupati Nabit adalah warga Poco Leok berhak melakukan aksi damai sebagai bentuk penolakan terhadap proyek panas bumi yang mengancam ruang hidup, budaya, dan lingkungan mereka.”

Aksi damai itu, menurut koalisi, merupakan hak konstitusional yang dijamin oleh UUD 1945 dan UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Karena itu, segala bentuk pembungkaman merupakan pelanggaran hukum dan tindakan anti-demokrasi.

Kontras dengan Wilayah Lain

Koalisi menyoroti aksi serupa dilakukan di tiga kabupaten lain di Pulau Flores—Ende, Ngada, dan Nagekeo—namun berlangsung damai tanpa adanya tindakan represif dari pemerintah setempat.

Di Ngada, warga dari 19 paroki dan dua stasi di Kevikepan Bajawa bersama pemuka agama Katolik menggelar orasi damai yang diiringi doa.

Di Ende, ribuan orang dari 39 paroki, tokoh adat, tokoh agama, dan organisasi mahasiswa menyampaikan aspirasi mereka secara damai di depan kantor DPRD dan kantor bupati.

Begitu juga di Nagekeo, lebih dari 3.000 peserta aksi dari 20 paroki, kalangan mahasiswa, biarawan-biarawati, dan elemen masyarakat lainnya turut menyuarakan penolakan.

“Dari keempat kabupaten yang menggelar aksi damai, hanya di Manggarai yang menyisakan luka karena kecongkakan dan arogansi pemimpinnya.”

Lebih lanjut, koalisi menyebut dukungan penuh Bupati Nabit terhadap proyek panas bumi sebagai bukti keberpihakan terhadap kepentingan pemodal, bukan rakyat.

Mereka menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk pengkhianatan terhadap prinsip demokrasi, keadilan ekologis, serta hak masyarakat atas tanah dan kehidupan yang layak.

Koalisi juga mengecam Bank Pembangunan Jerman (KfW) yang mendanai proyek tersebut, dan menuntut agar bank tersebut menghentikan keterlibatannya di Flores.

“Tak ada pilihan lain bagi KfW. Pemaksaan proyek panas bumi hanya akan melanggengkan kejahatan kemanusiaan di bumi Flores,” tegas mereka.

Tuntutan Koalisi

Koalisi menyampaikan tujuh tuntutan utama: pertama, hentikan segala bentuk intimidasi, kekerasan, dan pembungkaman terhadap masyarakat adat Poco Leok.

Kedua, hentikan praktik adu domba yang memperuncing konflik dan merusak kohesi sosial di Manggarai.

Ketiga, Bupati Nabit harus bertanggung jawab penuh atas pelanggaran HAM terhadap masyarakat adat Poco Leok.

Keempat, Bank Pembangunan Jerman (KfW) juga harus bertanggung jawab atas konflik horizontal dan pelanggaran HAM yang terjadi akibat proyek geotermal.

Kelima, Kementerian ESDM harus bertanggung jawab atas kekerasan dan pelanggaran HAM terkait penolakan proyek geotermal.

Keenam, hentikan seluruh rencana proyek geotermal di Pulau Flores.

Ketujuh, Kementerian Dalam Negeri harus mengevaluasi dan menegur keras Bupati Nabit atas tindakan tidak patut sebagai pejabat publik.

Koalisi mengingatkan bahwa Poco Leok bukanlah tanah kosong. Di sana terdapat manusia, sejarah, dan kehidupan yang harus dihormati dan dilindungi.

“Kami tidak akan tinggal diam ketika semuanya terancam atas nama pembangunan yang hanya menguntungkan segelintir orang,” pungkas mereka.

spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA