Dikawal Aparat Bersenjata, Kunjungan Gubernur NTT ke Poco Leok Pamerkan Kekuatan Menekan Warga

Meski diharapkan menjadi langkah untuk meredakan ketegangan, pembentukan Satgas Geotermal justru menambah kontroversi.

Ruteng, Ekorantt.com – Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Melki Laka Lena berkunjung ke Poco Leok, Manggarai pada Rabu, 15 Juli 2025.

Namun, kedatangannya justru memantik gelombang kritik dari berbagai kelompok masyarakat, terutama Koalisi Advokasi Poco Leok, sebuah koalisi yang terdiri dari sejumlah organisasi, seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, JPIC OFM Indonesia, Terranusa Indonesia, dan Jaringan Advokasi Tambang.

Kunjungan ini terjadi tak lama setelah Melki Laka Lena membentuk satuan tugas atau Satgas Geotermal. Hal ini sebagai respons terhadap penolakan masyarakat terhadap proyek panas bumi di sejumlah wilayah Flores dan Lembata.

Hasil investigasi Satgas Geotermal yang diumumkan pada 4 Juli 2025 di Kupang justru mengabaikan fakta utama di lapangan: penolakan masif warga adat, dampak lingkungan yang serius, serta catatan panjang kekerasan dan kriminalisasi. Bukannya menjadi alat koreksi, laporan ini justru menjadi dalih untuk melanggengkan proyek geotermal.

Meski diharapkan menjadi langkah untuk meredakan ketegangan, pembentukan Satgas Geotermal justru menambah kontroversi.

Peneliti dari Terranusa Indonesia, Jimmy Z. Ginting menilai laporan yang diumumkan Satgas Geotermal pada 4 Juli 2025 justru mengabaikan fakta utama di lapangan, yakni penolakan masif dari masyarakat adat, dampak lingkungan yang serius, serta catatan panjang kekerasan dan kriminalisasi yang terjadi.

“Laporan ini justru menjadi dalih untuk melanggengkan proyek geotermal,” kata Jimmy dalam pernyataannya.

Ia menegaskan, meskipun Satgas dihadirkan, kondisi di lapangan menunjukkan pola intimidasi yang semakin nyata, terlebih setelah kunjungan Gubernur Laka Lena ke Ulumbu dan Poco Leok.

Kekuasaan yang Menekan

Setibanya di Poco Leok, Laka Lena disambut dengan demonstrasi dari warga yang menolak proyek PLTP Ulumbu Unit 5 dan 6.

Dalam aksi tersebut, barisan perempuan mendominasi dengan membawa berbagai poster yang menuntut penghentian proyek dan mendesak agar aparat keamanan tidak dilibatkan.

Salah satu poster bertuliskan, “Warga adat bukan penjahat stop kriminalisasi.”

Namun, alih-alih merespons penolakan dengan dialog, kunjungan gubernur disertai dengan pengawalan aparat bersenjata dari Polri dan TNI.

“Sejak dua tahun terakhir, pola pengawalan bersenjata kerap mengiringi pengukuran lahan, pemasangan patok, hingga berbagai aktivitas proyek geotermal,” ujar Jimmy.

Menurut dia, pola intimidasi ini membuktikan bahwa pemerintah lebih memilih kekuatan senjata untuk menekan rakyatnya daripada melindungi hak-hak mereka.

“Bagi kami, kunjungan ini sama sekali bukan simbol kepemimpinan yang mendengarkan, melainkan pamerkan kekuatan untuk menekan warga.”

Melki Laka Lena menghadirkan bayang-bayang senjata di kampung adat, memperlihatkan kesombongan kekuasaan yang mengabaikan konstitusi dan hak-hak masyarakat adat.

Lebih jauh, pola represif membuka jalan bagi pendekatan serupa di wilayah lain di Flores dan Lembata yang saat ini juga berjuang menolak proyek geotermal bermasalah.

Meski mendapat kritik tajam, Gubernur Laka Lena dalam wawancara, menyatakan bahwa kedatangannya ke Poco Leok bertujuan untuk mendengar langsung keluhan masyarakat, baik yang mendukung maupun yang menentang proyek geotermal.

“Saya pastikan ini pertemuan pertama dan bukan yang terakhir, dan saya harap kita bisa berdialog dengan baik untuk mencari titik temunya,” ujar Laka Lena, seperti dikutip dari akun Facebook-nya.

Politis Golkar itu menegaskan, meski ada penolakan, proyek geotermal tetap akan berlanjut.

“Proses ini akan bergerak maju dan saya meyakini akan ada titik temunya,” katanya.

Ia menekankan bahwa pemerintah memiliki komitmen untuk membangun wilayah NTT tanpa harus mengorbankan masyarakat adat.

Namun, bagi Koalisi Advokasi Poco Leok, klaim Laka Lena justru terasa kosong. Mereka menilai, kedatangan gubernur yang dibayangi aparat bersenjata adalah bentuk arogansi kekuasaan yang lebih mengutamakan kontrol daripada mendengarkan suara rakyat.

Masalah Hak Masyarakat Adat

Proyek panas bumi PLTP Ulumbu Unit 5 dan 6 merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mengembangkan energi bersih di NTT, dengan total investasi sekitar 150 juta euro yang berasal dari Bank Pembangunan Jerman (KfW).

Proyek ini dirancang untuk menambah daya 2×20 megawatt, naik signifikan dari kapasitas awal sebesar 10 megawatt yang sudah beroperasi sejak 2012.

Namun, masyarakat Poco Leok menilai, proyek ini mengancam keberlanjutan tanah adat mereka, serta kehidupan sosial dan budaya yang telah berlangsung turun-temurun.

Mereka mendesak agar seluruh proses proyek dihentikan, termasuk sosialisasi dan pengadaan lahan, hingga ada jaminan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat.

“Poco Leok tidak akan tunduk pada kekuasaan yang korup dan rakus. Masyarakat adat berhak hidup damai di tanah leluhur mereka, tanpa teror bersenjata, tanpa penggusuran, dan tanpa ketakutan,” tegas Jimmy.

Bagi Koalisi Advokasi Poco Leok, kekuasaan yang ditegakkan dengan senjata dan intimidasi bukanlah simbol kepemimpinan yang mendengarkan, melainkan sebuah bentuk penjajahan modern.

Mereka menuntut dihentikannya pengerahan aparat keamanan ke wilayah-wilayah adat dan penghentian seluruh proyek geotermal yang berpotensi merusak hak-hak masyarakat adat di Flores dan Lembata.

“Pemerintah NTT harus mendengarkan suara kami. Jika proyek geotermal ini terus dilanjutkan dengan cara yang represif, maka kami akan terus melawan,” pungkas Jimmy.

Sementara itu, masyarakat Poco Leok tetap berdiri teguh, menuntut agar Gubernur NTT benar-benar mendengarkan suara rakyat, bukan hanya mendahulukan agenda pembangunan yang dirasa merugikan mereka.

Dengan teror bersenjata yang terus mengancam, perjuangan masyarakat adat di Flores dan Lembata untuk mempertahankan hak-haknya semakin berat.

Namun, mereka tetap berpegang pada keyakinan bahwa tanah leluhur mereka adalah warisan yang harus dilindungi dari segala bentuk penindasan.

TERKINI
BACA JUGA
spot_img
spot_img