Soroti Rancangan Perubahan APBD NTT 2025, Fraksi Demokrat: Masih Banyak Terserap Rutinitas Birokrasi

Sebagaimana diketahui, rapat paripurna ini hanya berlangsung dengan mekanisme penyerahan dokumen, setelah lobi antara pimpinan DPRD dan eksekutif.

Kupang, Ekorantt.com – Fraksi Demokrat DPRD Nusa Tenggara Timur (NTT) memberikan pemandangan umum terkait Rancangan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025 dalam rapat paripurna yang digelar pada Rabu, 27 Agustus 2025.

Fraksi Demokrat menegaskan, perubahan APBD 2025 harus digunakan sebagai instrumen nyata untuk mengatasi masalah kemiskinan, rendahnya kualitas sumber daya manusia, serta keterisolasian wilayah.

APBD bukan sekadar angka-angka dalam neraca keuangan, melainkan instrumen politik yang dapat menentukan arah pembangunan daerah.

“Perubahan APBD 2025 harus diarahkan untuk mempercepat penurunan kemiskinan dan memperkuat fondasi ekonomi NTT,” kata Fraksi Demokrat dalam dokumen yang diserahkan oleh Sekretaris Fraksi, Marlina Un, kepada Wakil Ketua DPRD NTT Kristin Samiaty Pati saat rapat paripurna.

Sebagaimana diketahui, rapat paripurna ini hanya berlangsung dengan mekanisme penyerahan dokumen, setelah lobi antara pimpinan DPRD dan eksekutif.

Keputusan tersebut diambil karena gubernur dan wakil gubernur NTT tidak hadir akibat tugas luar daerah.

Catatan Kritis Fraksi Demokrat

Dalam pemandangan umum tersebut, Fraksi Demokrat mencatat adanya rapuhnya pendapatan daerah.

Menurunnya proyeksi pendapatan daerah dalam Rancangan Perubahan APBD 2025 mencerminkan kelemahan dasar fiskal daerah, dengan angka yang dipatok sebesar Rp5,08 triliun, turun 2,53 persen dibandingkan dengan target sebelumnya yang sebesar Rp5,21 triliun.

Fraksi Demokrat juga menyoroti stagnasi Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang masih berkisar antara 15 hingga 18 persen dari total pendapatan daerah. Ketergantungan terhadap transfer pusat yang masih di atas 75 persen dianggap sangat tinggi.

“Potensi PAD melalui pajak kendaraan, retribusi daerah, maupun pemanfaatan aset terbengkalai belum tergarap maksimal,” kritik Fraksi Demokrat dalam dokumennya.

Sebagai solusi, Fraksi Demokrat merekomendasikan percepatan digitalisasi pajak (e-tax), audit aset daerah, serta transformasi BUMD agar dapat menjadi motor penggerak ekonomi daerah, bukan justru menjadi beban anggaran.

Mengenai sisi belanja, Fraksi Demokrat mencatat adanya kenaikan belanja daerah dari Rp5,05 triliun menjadi Rp5,18 triliun, yang berarti meningkat 2,59 persen. Namun, meski ada kenaikan, struktur anggaran masih didominasi oleh belanja operasional yang mencapai 65 persen, sementara belanja modal justru mengalami penurunan.

“Belanja masih banyak terserap pada rutinitas birokrasi ketimbang belanja produktif. Ini menghambat pembangunan infrastruktur dan melemahkan pelayanan publik,” tulis Fraksi Demokrat.

Fraksi Demokrat mengajukan rekomendasi agar dilakukan realokasi belanja konsumtif ke belanja modal, pengawasan ketat terhadap Belanja Tidak Terduga (BTT), serta pergeseran fokus anggaran ke belanja berbasis hasil pembangunan (outcome based).

Evaluasi Sektor Pendidikan dan Kesehatan

Fraksi Demokrat juga memberikan evaluasi kritis terhadap sektor pendidikan, di mana alokasi anggaran dinilai belum memenuhi amanat konstitusi yang mengharuskan minimal 20 persen dari total APBD untuk pendidikan.

Mereka mencatat adanya ketimpangan rasio guru-murid, kekurangan sarana di sekolah-sekolah terpencil, serta kurangnya perhatian terhadap pendidikan vokasi.

“Kami mendorong afirmasi untuk daerah terpencil, beasiswa vokasi, dan revitalisasi SMK sektor unggulan,” kata Demokrat.

Dalam bidang kesehatan, Fraksi Demokrat menyoroti tingginya angka stunting yang masih mencapai 28,8 persen, keterbatasan fasilitas kesehatan primer, serta kurangnya tenaga medis di daerah. Mereka menuntut agar alokasi anggaran untuk kesehatan ditingkatkan menjadi minimal 10 persen dari total APBD, serta perekrutan tenaga medis kontrak daerah.

Di sektor infrastruktur, Demokrat mengungkapkan bahwa sekitar 32 persen jalan provinsi di NTT rusak, dan biaya logistik antar-pulau masih tinggi. Fraksi ini mengusulkan skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) untuk pembangunan jalan strategis, serta subsidi angkutan laut perintis.

Di sektor pertanian, perikanan, dan peternakan, Fraksi Demokrat menyarankan agar hilirisasi komoditas unggulan seperti jagung, sapi, rumput laut, dan bawang merah dapat lebih difokuskan, disertai dengan pemberian akses kredit murah bagi petani serta revitalisasi irigasi.

“Demokrat mendorong hilirisasi komoditas unggulan seperti jagung, sapi, rumput laut, dan bawang merah, disertai akses kredit murah untuk petani dan revitalisasi irigasi,” tambah mereka.

Demokrat juga menyoroti beberapa agenda sosial penting, seperti penanganan rabies melalui strategi lintas level pemerintahan, perlindungan pekerja migran dari tindak pidana perdagangan orang (TPPO), serta penguatan program pendidikan dan olahraga.

Selain itu, mereka mengingatkan soal rendahnya realisasi serapan anggaran semester pertama tahun 2025 yang baru mencapai 39 persen, yang mereka anggap sebagai dampak dari perencanaan yang lemah, birokrasi yang lamban, dan minimnya koordinasi antar instansi.

“Diperlukan reformasi manajemen perencanaan, sistem peringatan dini bagi OPD yang serapannya rendah, dan penguatan kapasitas aparatur melalui digitalisasi keuangan daerah,” tegas Fraksi Demokrat.

Dokumen Fraksi Demokrat menutup dengan pesan bahwa APBD bukan sekadar urusan teknis fiskal, melainkan instrumen politik anggaran yang harus berpihak pada masyarakat miskin, kelompok rentan, dan daerah terpencil.

“Dengan slogan “Ayo, Bangun NTT untuk Kesejahteraan Bersama,” Demokrat menegaskan komitmennya mengawal setiap rupiah APBD agar benar-benar menghadirkan kesejahteraan nyata bagi masyarakat,” tutup Fraksi Demokrat.

TERKINI
BACA JUGA
spot_img
spot_img