Ribuan Pengungsi Erupsi Lewotobi Masih Bertahan di Posko, Pembangunan Huntara Belum Tuntas

Kepala Desa Hokeng Jaya, Feby Namang mengatakan, masih ada 829 jiwa atau 301 kepala keluarga dari desanya yang menempati Poslap Bokang.

Larantuka, Ekorantt.com – Hingga pertengahan September 2025, sebanyak 2.058 pengungsi terdampak erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), masih bertahan di posko pengungsian. Mereka tersebar di dua pos pengungsian lapangan (Poslap), yakni Desa Konga dan Desa Bokang, Kecamatan Titehena.

Sebagian besar berasal dari Desa Nobo, Kecamatan Ilebura, serta Desa Hokeng Jaya, Kecamatan Wulanggitang. Relokasi ke hunian sementara (Huntara) belum sepenuhnya rampung, sehingga warga masih hidup dengan kondisi serba terbatas.

Sekretaris Desa Nobo, Antonius Minang Kewure menyebut 1.229 jiwa atau 370 kepala keluarga dari desanya masih berada di Poslap Konga, setelah sebelumnya menempati Poslap Lewolaga.

“Sebelumnya warga pengungsi dari desa Nobo tinggal di Poslap Lewolaga. Sekitar satu bulan yang lalu warga kami dipindahkan ke Poslap Konga,” ujarnya pada Jumat, 12 September 2025.

Ia menambahkan, belum ada kepastian kapan warganya bisa menempati Huntara karena pembangunan Huntara III masih belum selesai. Informasi yang beredar pun menyebutkan Huntara justru diprioritaskan bagi pengungsi asal Desa Hokeng Jaya.

“Banyak masyarakat yang tanya ke saya tapi saya bilang, belum tahu. Huntara tiga saja, belum selesai dibangun dan informasinya Huntara tiga ini kalau selesai dibangunpun akan ditempati oleh pengungsi dari desa Hokeng jaya,” tutur Antonius.

Antonius berharap pembangunan Huntara segera diselesaikan sebelum musim hujan, karena kondisi ekstrem dikhawatirkan memperburuk penderitaan pengungsi yang tinggal di tenda.

“Apa lagi bulan Januari dan Februari di sini adalah musim angin kencang. Air hujan bisa masuk dalam tenda, menimbulkan becek dan lumpur, sangat tidak nyaman bagi warga,” katanya.

Di sisi lain, Kepala Desa Hokeng Jaya, Feby Namang mengatakan, masih ada 829 jiwa atau 301 kepala keluarga dari desanya yang menempati Poslap Bokang. Sebagian sudah dipindahkan ke Huntara secara bertahap.

“Tahap 1, ada 507 jiwa atau 150 KK sudah tinggal di Huntara. Tahap II, sekitar 90 KK akan bergeser ke Huntara. Itu, bulan depan atau dalam bulan ini. Menunggu, 18 Kopel untuk Huntara III yang belum selesai dibangun,” jelasnya.

Namun, Feby mengkritik lambannya pembangunan Huntara yang membuat warga harus menunggu lebih lama.

“Kita berharap agar pembangunan Huntara cepat selesai agar masyarakat bisa pindah ke Huntara dan dapat bekerja memenuhi kebutuhan hidup mereka,” tuturnya.

Tekanan Psikis Mengintai Pengungsi

Lama tinggal di tenda dengan kepastian relokasi yang tidak jelas membuat para pengungsi mengalami tekanan psikologis.

Helena Waha Matarau, salah seorang penyintas di Poslap Konga, mengaku jenuh karena kurangnya aktivitas produktif.

“Sudah sembilan bulan ini Kami tinggal di poskoh pengungsian. Ada jadwal masak kita masak. Dipanggil bantu sesuatu di dapur umum, kita bantu. Tidak aktivitas lain. Mau bilang jenuh, orang akan bilang kita apa nanti, kita hanya harap dari bantuan orang,” ungkap Helena.

Ia menyoroti beban ekonomi yang semakin berat, terutama bagi keluarga dengan anak-anak yang harus tetap bersekolah.

“Kalau, tinggal di kampung kita biasanya punya kerja sampingan untuk jual ikan. Tapi, sekarang ikan juga mahal. Mau jual juga paling untungnya hanya sedikit. Sekarang, kalau kita buka kios pun, tidak ada yang beli, karena kita semua di pengungsian semua sedang susah saat ini,” tuturnya.

“Kita pergi ke kebun pun itu hanya untuk cari rumput untuk kasih makan kambing. Tidak ada yang bisa kita jual untuk dapat uang. Mete, kakao, kemiri, dan hasil pertanian lainnya, sudah mati semua karena erupsi,” tambahnya.

Lebih jauh, Helena mengeluhkan kondisi tenda pengungsian yang tak layak, terutama saat hujan turun.

“Saat musim kemarau kita hadapi panas. Saat musim hujan, kita hadapi air yang masuk di dalam tenda. Lumpur dan becek, barang-barang kita basah semua. Kita tidak bisa tidur karena terpal basah karena air masuk dalam tenda,” ujar Helena.

Ia berharap hunian tetap (huntap) segera dibangun sebelum musim hujan Oktober mendatang.

Kepala BNPB, Letjen TNI Dr. Suharyanto sebelumnya memastikan seluruh pengungsi akan keluar dari posko pada akhir Agustus 2025.

“Saat ini hanya tersisa satu poslap saja yakni Poslap desa Konga. Kita pastikan bahwa akhir Agustus ini, tidak ada lagi warga yang tinggal di Poslap, semua masyarakat akan dipindahkan ke Huntara akhir Agustus,” katanya saat kunjungan kerja di Huntara III, Rabu, 27 Agustus 2025.

Namun hasil penelusuran Ekora NTT pada Kamis, 11 September 2025, justru menunjukkan ribuan pengungsi masih bertahan di dua Poslap aktif, Desa Konga dan Desa Bokang.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai konsistensi serta komitmen pemerintah dalam menangani krisis kemanusiaan yang berkepanjangan.

TERKINI
BACA JUGA
spot_img
spot_img