Kupang, Ekorantt.com – Pohon cendana (Santalum album) pernah menjadi primadona Nusa Tenggara Timur (NTT) di masa lalu. Aromanya yang khas dan kayunya yang bernilai tinggi menjadikan komoditas ini sebagai “emas hijau” yang membawa nama besar NTT hingga ke mancanegara.
Namun kini, kejayaan itu tinggal kenangan. Populasi cendana terus menyusut, bahkan nyaris punah di beberapa wilayah.
Cendana pernah menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat dan daerah pada era 1980-an hingga awal 1990-an. Kejayaan ini menyematkan NTT sebagai provinsi penghasil cendana terbaik di Indonesia.
Kejayaan masa lalu ini berbalik menjadi ancaman. Eksploitasi besar-besaran dan kebijakan kepemilikan yang tidak berpihak pada masyarakat membuat masyarakat enggan menanam pohon cendana, selain jadi incaran pembalakan liar.
Belum lagi regenerasi pohon yang sangat lambat karena cendana membutuhkan waktu puluhan tahun untuk tumbuh dan matang. Kondisi ini membuat populasinya semakin sulit dipulihkan.
Fraksi Partai Golkar DPRD NTT dalam pemandangan umum fraksinya, meminta Pemerintah Provinsi NTT mengembalikan kejayaan Cendana sebagai identitas Nusa Cendana.
“Cendana kini mulai meredup. Setidaknya dalam lima tahun terakhir tidak ada pengembangan,” kata Anggota DPRD NTT dari Fraksi Golkar, Muhamad Anshor di Kupang pada Kamis 11 September 2025.
Ketidakpedulian pemerintah akan pengembangan cendana membuat wilayah lain berlomba-lomba mengembangkan cendana secara terprogram dengan bibit dari NTT.
Menyikapi hal demikian, Fraksi Golkar, kata Ansor meminta pemerintah melalui Dinas Kehutanan menyiapkan bibit tanaman cendana mulai tahun 2026.
“Bibit nantinya akan diberikan kepada masyarakat untuk menanam. Harus ada program khusus pengembangan tanaman endemik NTT,” kata Anshor.
Ia menegaskan bahwa Fraksi Golkar bakal mendukung usulan program pengembangan cendana. Ia berharap program ini mendapat partisipasi masyarakat dan adanya gerakan dari rakyat untuk mengembalikan cendana sebagai identitas kebangsaan NTT.
Kepala Bidang Pembinaan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi NTT, Rudi Lismono menerima usulan Fraksi Golkar itu. Sebagai salah tanaman endemik di NTT, cendana asal NTT merupakan cendana dengan kualitas terbaik di dunia.
“Memang cendana ikon-nya NTT. Kalau orang bilang cendana, rujukannya adalah NTT karena terbaik di dunia,” kata Rudi.
Dia mengakui, pihaknya tidak memiliki data dan sebaran cendana di seluruh NTT. Pemerintah di tahun 2010 lalu pernah memiliki program pengembangan cendana sebanyak 2 juta pohon.
Jika dilihat populasinya sekarang, berkisar di antara kurang lebih sekitar 500-600 cendana di seluruh NTT. Ini data berdasarkan jumlah pohon, bukan tiang. Tiang adalah tanaman cendana yang masih yang masih kecil-kecil.
Namun jika dilihat dan disandingkan dengan peredarannya, sisa dari hampir 600 ribu pohon itu, Rudi meyakini pohon cendana alami penurunan secara signifikan.
Hal ini membuat pemerintah membatasi pemanfaatan dan peredarannya. Setiap pengiriman dibatasi 1 ton setiap bulannya ke luar NTT baik itu sifatnya perdagangan maupun sifatnya suvenir.
“Karena memang kita batasi. Populasi cendana dilihat dari dekade tahun 1970, 1980 sampai 2010 populasi turun signifikan,” terangnya.
Rudi bilang, populasi cendana terbanyak saat ini berada di Pulau Timor, Pulau Alor, Pulau Sumba, dan sebagian di Pulau Adonara.
Aturan Pemerintah
Pemerintah, kata Rudi, pernah mengeluarkan peraturan yang terkesan tidak adil terhadap masyarakat yang menanam pohon cendana. Aturan tersebut berisi tentang pemanfaatan cendana yang hanya boleh dilakukan pemerintah walaupun ditanam di lahan milik masyarakat.
Tak heran populasi cendana di NTT alami penurunan. Menyikapnya, pemerintah kemudian mencabut aturan lama dan menerbitkan aturan baru di awal tahun 2000.
“Pemerintah telah terbitkan Perda baru yang sifatnya mengembalikan sesuai dengan kepemilikan masyarakat. Artinya kalau memang itu miliknya masyarakat 100 persen milik masyarakat. Tidak ada lagi penguasaan pemerintah,” ujarnya.
Walaupun pemerintah tidak lagi menguasai cendana milik masyarakat, pemerintah tetap mengatur pemanfaatan dan peredaran guna mengantisipasi populasinya hilang dari NTT. Termasuk mengantisipasi cendana yang berada di hutan negara.
Pemerintah, kata Rudi, juga melakukan pengawasan ketat terhadap penebangan cendana. Setiap warga yang ingin menebang, harus memiliki bukti kepemilikan dengan menyertakan sertifikat dan surat keterangan dari kelurahan atau desa yang menyatakan cendana tersebut benar-benar berada di lahan miliknya.
Rudi berharap masyarakat tidak lagi takut menanam cendana di lahan maupun pekarangan miliknya. Pasalnya, regulasi baru mengatur tentang pemanfaatan tanaman hutan cendana keluarga.
Bahkan pemerintah memberikan akses kepada sekolah dan kampus untuk menanam cendana.
“Pemerintah memberi bantuan bibit dan dapat pendampingan bagi masyarakat yang mau menanam. Jadi jangan takut lagi menanam. Mari kita kembalikan kejayaan Cendana di Bumi Flobamora,” pungkasnya.