Bertani Porang, Peluang Baru bagi Petani di Flores Timur

Soni bertani porang, jenis umbi-umbian yang mungkin masih asing bagi sebagian orang, namun menjanjikan rezeki yang cukup menggiurkan.

Larantuka, Ekorantt.com – Di Desa Eputobi, Kecamatan Titehena, Flores Timur, Simplisius Soni Makin, 35 tahun, menggantungkan hidup sebagai tukang ojek dan bertani.

Sebagai petani, Soni, begitu sapaan akrabnya, memiliki lahan kecil yang ukurannya tak sampai satu hektare. Dari situ ia memetik hasil tiap kali musim panen tiba.

Bukan kopi, bukan cengkih. Soni bertani porang, jenis umbi-umbian yang mungkin masih asing bagi sebagian orang, namun menjanjikan rezeki yang cukup menggiurkan.

Ketertarikan Soni menjadi petani porang muncul ketika ia dan kedua temannya dari Desa Leworook mengikuti pelatihan menanam porang di Madiun, Jawa Timur pada 2019 lalu. Mereka mendapat dukungan dari sebuah komunitas doa Katolik di Flores Timur.

Sepulang dari pelatihan, Soni dan teman-temannya mempersiapkan lahan masing-masing dengan dukungan komunitas yang sama.

“Mereka semua yang siapkan. Mulai dari dana, transportasi ikut pelatihan, pembabatan lahan, tanam, sampai panen. Modal awal seluruhnya mereka yang siap. Jadi, kita juga jadi lebih semangat,” cerita Soni kepada Ekora NTT pada Kamis, 18 September 2025.

Kandas karena Korona

Sebelum pandemi Covid-19 melanda, Soni dan dua rekannya sempat memiliki mimpi besar untuk menjadi petani porang yang sukses. Namun, harapan itu kandas akibat dampak pandemi yang menghantam hampir seluruh sektor, termasuk pertanian.

Soni bilang, harga porang yang semula stabil di angka Rp6.000 per kilogram anjlok drastis menjadi hanya Rp3.000 per kilogram.

“Semuanya hancur. Kalau tidak korona, sekarang mungkin kami sudah punya gudang. Kita sudah siapkan lahan kurang lebih 1 hektar. Waktu itu, target satu tahun 20 ton. Jadi siapkan gudang. Perusahaan dari Madiun juga terganggu. Harga jatuh, petani rugi,” cerita Soni.

Meski begitu, pandemi tak lantas memadamkan semangatnya. Usai pandemi mereda, tepatnya pada 2022, ia kembali menggarap kebunnya dan menanam porang dengan tekad baru.

Menurutnya, beberapa waktu terakhir harga porang mulai menunjukkan tren positif, yakni naik hingga sekitar Rp9.700 per kilogram. Kondisi itu membuatnya kembali memperoleh hasil yang memuaskan.

“Panen kembali pada tahun 2023, 2024. Sekali panen di angka Rp6 juta hingga Rp7 juta. Baru-baru ini, harga bagus, saya sendiri bisa dapat belasan juta sekali panen,” kata Soni.

Simplisius Soni Makin (35), petani Porang milenial asal Desa Eputobi, Kecamatan Titehena, Flores Timur (Foto: HO)

Tergolong Mudah

Menurut Soni, bertani porang di Flores Timur tergolong mudah. Bibit porang dapat ditemukan secara alami di hutan saat musim hujan tiba. Selain itu, tanaman ini juga dikenal tahan banting dan tidak membutuhkan perawatan intensif.

“Pada, tahun pertama kita menyiapkan lahan. Masuk musim hujan kita tanam. Selanjutnya, tidak perlu kita bersihkan rumput. Porang itu intinya tumbuhnya sudah melebihi rumput. Maka tidak perlu rumput dibersihkan lagi dan perlu setiap hari ke kebun untuk cek,” kata dia.

Soni bilang, porang cocok untuk petani yang tidak memiliki banyak waktu di kebun, seperti dirinya yang juga bekerja sebagai tukang ojek.

“Petani malas cocoknya jadi petani porang. Buktinya saya. Saya ini tidak rajin. Kerjanya ojek. Tapi, karena porang itu lebih banyak santai. Tidak ribet,” celutuknya.

Kisah sukses Soni kini menginspirasi petani lain. Saat ini, beberapa orang ikut membudidayakan porang.

“Saat ini, petani porang di Leworook itu banyak. Untuk keseluruhan petani di Leworook kalau sekali panen itu bisa mencapai 20 ton. Tahun ini hasil panen porang mencapai 20 ton lebih, sekali kirim ke Maumere,” ungkapnya.

Menariknya, meskipun Soni dan dua rekannya merupakan orang pertama yang memperkenalkan budidaya porang di desa tersebut, hasil panen mereka justru tidak sebesar petani lainnya.

“Malahan, kalau kami bertiga yang semula mengajak warga di sana untuk bertani porang, justru lebih kurang hasil panennya, dari petani di Leworook,” tambah Soni.

Ke depan, ia berharap bisa memiliki peralatan pertanian yang lebih memadai agar hasil panennya dapat meningkat.

“Saya hanya ingin punya traktor saja. Dengan penggemburan tanah dan jarak tanam yang baik dapat menunjang hasil panen,” tutup Soni.

TERKINI
BACA JUGA
spot_img
spot_img