Proyek Air Bersih Senilai Rp4,9 Miliar di Ndora Nagekeo Belum Dinikmati Warga

“Saya terus menantang kebutuhan air bersih belum dimanfaatkan. Buktinya perencanaan kurang matang,” kata Anton.

Mbay, Ekorantt.com – Proyek air bersih di Ndora, Kecamatan Nangaroro, Kabupaten Nagekeo, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), yang menghabiskan anggaran Rp4,9 miliar dari APBN tahun anggaran 2024, hingga kini belum dimanfaatkan masyarakat.

Proyek ini mencakup pembangunan infrastruktur bak penampung hingga perpipaan sambungan rumah. Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi warga di Desa Ulupulu, Desa Ulupulu 1, dan Desa Pagomogo. Namun, setahun pasca pembangunan, warga masih kesulitan mengakses air bersih.

“Proyek sudah satu tahun tapi sejauh ini kami belum menikmati,” ujar Laurantius Dapa dalam Musrenbangdes di Desa Ulupulu 1, Rabu, 24 September 2025.

Laurantius menyebut, secara fisik pembangunan telah rampung dan sempat dilakukan uji coba. Namun setelah serah terima pekerjaan (PHO), proyek tersebut tidak lagi dimanfaatkan.

“Padahal sejak awal kami berharap proyek ini bisa memenuhi kebutuhan air bersih. Kami benar-benar kekurangan air bersih,” tambahnya.

Anggota DPRD Nagekeo, Anton S. Wangge, mengatakan pihaknya akan terus mengawal asas manfaat dari proyek bernilai miliaran rupiah itu.

“Saya terus menantang kebutuhan air bersih belum dimanfaatkan. Buktinya perencanaan kurang matang,” kata Anton.

Ia menyebut persoalan utama terletak pada ketiadaan pasokan listrik untuk mengoperasikan sistem distribusi air dari sumber mata air Netewulu.

Padahal, lanjut Anton, anggaran kelistrikan telah dianggarkan lebih dari satu miliar rupiah.

“Kami di Komisi 2 akan terus meminta pemerintah dan kontraktor bertanggung jawab persoalan ini. Rugi kalau proyek miliaran tetapi tidak bermanfaat,” tegasnya.

Anton menjelaskan bahwa saat uji coba, pihak pelaksana proyek menggunakan genset untuk mendorong air dari captering ke bak 60 dan bak 100 sebagai tempat distribusi.

Namun, jika terus mengandalkan genset, masyarakat diperkirakan harus mengeluarkan biaya sekitar Rp12,5 juta per bulan hanya untuk BBM.

“Belum lagi biaya tenaga operasional. Warga harus tanggung semua, kan berat juga. Maka, saya akan kejar terus. Saya pertarungkan kalau belum ada asas manfaat kepada masyarakat. Di Nangaroro juga tersendat-sendat,” ujarnya.

Ia berharap persoalan tersebut bisa segera dituntaskan oleh pihak pelaksana dan pemerintah selama masa pemeliharaan proyek, sebelum memasuki tahap Final Hand Over (FHO).

TERKINI
BACA JUGA
spot_img
spot_img