Oleh: Agustinus Tetiro
Pada upacara bendera Senin, 29 September 2025 kemarin, Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Emanuel Melkiades Laka Lena memberikan instruksi yang jelas: NTT maju kalau ASN disiplin dan profesional. Aparatur sipil negara (ASN) yang disiplin dan profesional ini akan bermuara pada salah satu tujuan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) yang memang menjadi fokus semua kepala daerah di Indonesia sebagaimana diinstruksikan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Gubernur Melki memasang target optimistis PAD NTT pada angka Rp2,8 triliun tahun ini atau naik 100 persen dibandingkan tahun lalu yang sebesar Rp1,4 triliun. Dengan tersisa satu kuartal atau tiga bulan lagi, target ini hampir pasti agak susah ditembus, tetapi ada satu hal positif yang bisa kita lihat bersama: Gubernur Laka Lena sedang menyuntikkan sesuatu ke dalam semangat jajaran birokrasi ASN Pemprov NTT. Sesuatu itu bernama: sudut pandang ekonomi atau cara pandang bisnis.
Tentu saja, hal ini tidak boleh dilihat bahwa birokrasi NTT akan melakukan aktivitas dagang ataupun berorientasi penuh untuk meraih keuntungan (profit). Masyarakat tidak perlu cemas berlebihan bahwa Pemprov NTT akan mengambil untung dari semua peluang yang ada. Apa yang dimaksudkan bisa ditebak begini: bahwa selama ini Pemprov NTT hanya menjalankan fungsi belanja (sisi konsumsi) tanpa melihat dan mengoptimalkan sisi produksi. Padahal, apa yang menjadi belanja itupun masih amat bergantung pada transfer dari pusat (Jakarta).
“Ke depan, disiplin ASN, komunikasi publik yang baik, keterlibatan masyarakat, serta transparansi pengelolaan program akan menjadi kunci agar NTT terus maju. Mari kita jaga semangat kerja bersama untuk daerah tercinta,” tulis Gubernur Melki di salah satu akun media sosial resminya dalam kaitan dengan instruksi pada upacara bendera Senin kemarin itu.
Apa saja yang menjadi dasar optimisme Pemprov NTT? Apa saja tantangan yang dihadapi? Bagaimana cara menempuh ke tujuan dan target itu? Apa nilai yang perlu menjadi pegangan bagi para ASN Pemprov NTT?
Dasar Optimisme dan Harapan
Ada sejumlah dasar bagi optimisme yang dihembuskan Gubernur NTT dalam rangka instruksinya bagi para ASN. Pertama, kita bergembira karena penempatan kepala dinas dan para petinggi di Pemprov NTT tidak tampak sebagai upaya balas dendam politik setelah pemilihan langsung kepada daerah (Pilkada). Terlihat jelas Gubernur Melki telah selesai dengan urusan politik selama Pilkada dan ingin merangkul semua pihak dan memperlakukan jajaran birokrasinya dengan cara yang sebagaimana mestinya: merit system dan profesional.
Ini akan jadi modal besar kalau memang semua ASN Pemprov NTT memahami visi dan misi Gubernur Melki dan Wakil Gubernur (Wagub) Johni Asadoma: Melki-Johni. Setelah memahami, tugas berikutnya tentu saja: Bangun dan Lakukan Perubahan!
Kedua, jajaran ASN Pemprov NTT sudah unggul dari awal, minimal kalau kita melihat perguruan tinggi (PT) tempat mereka berasal. Secara kuantitatif, ASN NTT didominasi lulusan dari sejumlah perguruan tinggi bermutu dari dalam dan luar negeri. Hal ini kiranya bisa menjadi jaminan mutu (kualitas) awal untuk kita berbicara lebih lanjut tentang reformasi birokrasi spesifik untuk konteks NTT: menaikkan PAD, menghidupkan atmosfer kewirausahaan, dan memajukan daerah tercinta.
Ketiga, potensi daerah. NTT kaya akan sumber daya alam dan pariwisata. Jika semua sumber daya di daerah ini bisa dioptimalisasikan untuk kesejahteraan bersama, maka mimpi kita untuk terlepas dari kemiskinan (ekstrem) bisa menjadi kenyataan.
Masih ada sejumlah hal yang bisa kita katakan tentang modal NTT untuk menjadi optimis, tetapi untuk ruang yang terbatas di sini, kita cukupkan tiga hal itu. Kemudian, marilah kita memberanikan diri melihat dan menilai sejumlah hal yang kiranya masih menjadi tantangan dan pekerjaan rumah (PR) kita di NTT dalam konteks pembicaraan kita di sini.
PR pertama dan utama tentu saja soal menyuntikkan cara pandang dan semangat baru dalam pelayanan pemerintahan. Ini persoalan mindset. Mudah dalam pengucapan, tetapi tidak gampang dalam pelaksanaan.
Orang NTT mungkin saja sudah terbiasa dalam berpikiran bahwa menjadi ASN artinya bisa santai-santai, karena baik yang menunjukkan kinerja unggul ataupun yang biasa-biasa saja akan sama menerima gaji setiap bulan. Tidak ada reward and punishment untuk kinerja mereka.
Pemerintah Melki-Johni harus bisa menciptakan suasana kompetitif yang positif agar ASN terpacu untuk menunjukkan kinerja terbaik pada masing-masing bagian dan oleh masing-masing individu.
Kedua, ada risiko dari sisa-sisa Pilkada dan pertarungan lanjutan secara internal. Benar bahwa Pilkada telah selesai dan Melki-Johni sudah menunjukkan kesediaan untuk bersama-sama semua pihak bekerja membangun NTT. Akan tetapi, kita perlu mengantisipasi sejumlah pihak yang masih ingin bermain-main dengan isu lama ini. Atau, ada pihak juga yang ingin bermain dengan isu baru rasa lama: pihak yang tidak bahagia kalau Melki dan Johni bisa bersinergi dengan baik.
Ini hal yang walaupun belum ada perlu menjadi antisipasi yang baik agar, kesatuan perintah secara internal dalam tubuh birokrasi bisa terlihat memiliki konsistensi dan wibawa tersendiri.
Keutamaan Seorang ASN
Ada banyak sekali cara untuk mengatur ASN Pemprov NTT menjadi disiplin dan profesional. Dua cara paling mendasar adalah melalui aturan atau hukum dan pendekatan moral-etis. Artikel sederhana ini ingin merekomendasikan salah satu pendekatan etis yang dinilai kontekstual dan relevan bagi NTT. Namanya etika nilai keutamaan.
Ada sejarah panjang kalau kita berbicara tentang etika keutamaan, tetapi hal itu tidak akan kita lakukan di sini. Penulis hanya ingin menyebut bahwa keutamaan itu menyangkut “disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara moral” (K. Bertens).
Jika Gubernur NTT ingin menyuntikkan suatu semangat cara berpikir bisnis, pandangan filsuf Robert C. Solomon yang menimbah inspirasi dari etika keutamaan Aristoteles saat menulis “Ethics and Excellence: Cooperation and Integrity in Business (1993)” bisa kita baca secara kreatif. Solomon menyebut sejumlah keutamaan bagi individu yang terlibat dalam bisnis: Kejujuran, Fairness, Kepercayaan, dan Keuletan.
Kejujuran menjadi syarat utama, karena bisnis berkaitan dengan kepercayaan (trust). Bisnis yang tidak jujur dan penuh korupsi akan merontokkan kepercayaan mitra bisnis. Ini berlaku untuk semua jenis bisnis dari yang sederhana hingga yang kompleks.
Sementara itu, Fairness dalam arti kewajaran dan kepercayaan masih berkaitan dengan kejujuran. Membangun bisnis harus berorientasi jangka panjang dalam bentuk investasi berkelanjutan. Oleh karena itu, kewajaran dan kepercayaan menjadi modal penting. Keutamaan lain untuk individu adalah keuletan. Orang yang terlibat dalam bisnis harus ulet membangun usahanya.
Solomon juga menyebut sejumlah keutamaan lain yang harus dimiliki oleh para managers dan pegawai di suatu institusi: keramahan, loyalitas, kehormatan dan rasa malu. Keramahan menyangkut sisi pelayanan. Membangun investasi bisnis mengandaikan kita memiliki sikap ramah, apalagi yang berkaitan dengan sektor jasa seperti pariwisata, restoran dan perhotelan.
Loyalitas, kehormatan dan rasa malu berhubungan satu sama lain. Sikap loyal atau setia berarti mampu membaca dan mengikuti dengan bebas dan bertanggung jawab visi-misi pemimpin. Hal ini akan sampai pada sikap hormat yang positif terhadap atasan dan kesediaan untuk menjaga kehormatan institusi yang menaungi kita. Menjaga nama baik dan kehormatan perusahaan atau tempat kerja ada pada ranah ini.
Rasa malu adalah keutamaan yang paling mulia jika kita berbicara tentang pencapaian kinerja. Dalam konteks bisnis, orang yang tidak bisa mencapai target perusahaan memiliki rasa malu yang baik untuk mengakui kelemahan dan ketidakmampuannya. Apalagi bagi mereka yang telah berkali-kali dinilai tidak pantas berada pada posisi tertentu, karena minimnya pengetahuan ataupun karena kasus tertentu yang berkaitan langsung pun tidak langsung dengannya.
Menjadi Murid, Terbuka dan Diakui!
Gubernur Melki menyatakan, NTT akan maju kalau ASN disiplin dan profesional. Sebagai orang yang pernah belajar Bahasa Latin, Gubernur Laka Lena sebenarnya sedang mengirim pesan bahwa: menjadi disiplin itu berarti harus siap dibentuk dan membentuk diri sendiri. Disiplin berarti kesediaan menjadi pembelajar (bahasa Latin, discipulus: murid/pelajar). Belajar hal baru bernama: membangun mindset peningkatan PAD.
Begitu juga, menjadi profesional berarti siap diuji oleh publik atas kapasitas dan kemampuan dalam suatu profesi dan tanggung jawab tertentu. Professio dalam bahasa Latin berarti penyataan depan umum, laporan resmi, pengakuan dan pertanggungjawaban.
Jadi, seorang ASN yang disiplin dan professional adalah pribadi berkeutamaan yang terus-menerus belajar dan mempunyai komunikasi publik yang baik dalam pertanggungjawaban kinerjanya. Lakukanlah!
*Agustinus Tetiro, Pengajar Etika Bisnis dan Profesi di FEB Unika Atma Jaya Jakarta













