Penyakit Darah Pisang Terus Mewabah, Petani di Sikka Hilang Harapan

Kata dia, penyakit darah pisang mulai menyerang tanaman pisang sejak lama. Namun penyakit ini mulai melanda di wilayahnya sejak April 2025 lalu.

Maumere, Ekorantt.com – Yakobus Boli, 68 tahun, petani asal Boganatar, Desa Kringa, Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka, NTT, hanya bisa pasrah lantaran tanaman pisang miliknya hancur akibat terserang penyakit darah pisang.

“Saya menangis pak, sekitar 50 batang pisang yang siap panen hancur semua,” kata Yakobus kepada Ekora NTT melalui telepon selulernya, pada Sabtu, 1 November 2025 pagi.

Kata dia, penyakit darah pisang mulai menyerang tanaman pisang sejak lama. Namun penyakit ini mulai melanda di wilayahnya sejak April 2025 lalu.

“Selama bertahun-tahun kebun pisang saya tidak pernah terserang virus. Baru tahun ini. Tidak tahu penyakit ini datang dari mana,” ujar Yakobus.

Ia mengaku, tidak mengetahui gejala awal penyakit darah menyerang tanaman pisang. Ia baru mengetahui saat panen.

“Saya lihat daun pisangnya menguning, kering semua, ada bintik-bintik coklat di bagian tandan pisang, dan ada cairan berwarna seperti darah dari bagian dalam pisang,” ujarnya.

Yakobus bilang, sejak terserang penyakit, ia tidak pernah lagi makan pisang. Kemudian, untuk menjual pisang agar bisa membeli beras, ikan, dan sayur pun kini terasa sangat sulit.

“Sekarang kami hanya makan nasi ikan kering dengan garam,” katanya.

Sebelum tanaman pisang terserang penyakit, biasanya menjual hasilnya ke pasar atau pembeli yang menggunakan mobil, kata Yakobus.

“Sekali panen dan jual, ya lumayan bisa dapat uang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Paling tidak bisa beli beras, ikan, sayur, dan kopi gula,” tutur Yakobus.

Yakobus menaruh harapan besar kepada Pemerintah Kabupaten Sikka agar dapat memberikan solusi terbaik bagi para petani demi keberlanjutan usaha dan tanaman pisang mereka ke depan.

Dinas Pertanian Kabupaten Sikka mencatat, penyakit layu bakteri mulai muncul di Sikka pada Januari 2024 di Desa Bloro. Hingga saat ini menyebar ke 21 kecamatan dengan lahan seluas 738,97 hektare dari Januari hingga Agustus 2025.

Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian Kabupaten Sikka, Fransiska Omi menyebut, penyakit layu bakteri atau penyakit darah pisang disebabkan oleh bakteri Ralstonia Syzygii.

Gejala penyakit darah pisang meliputi, daun menguning dan patah, kemudian mengering membentuk pola seperti “rok”.

“Kematian dan pengeringan daun di pucuk,” kata Fransiska.

Selanjutnya, jantung (bunga jantan) mengering, terlihat bintik-bintik warna coklat pada tangkai tandan. Pada buah pisang, bagian dalam membusuk meskipun kulitnya normal.

Fransiska mengatakan, hingga kini belum ada pestisida yang dapat mengendalikan penyakit darah pisang. Sebab itu, ia menganjurkan agar melakukan pemusnahan atau eradikasi total tanaman pisang agar tidak menyebar.

“Namun eradikasi total membutuhkan waktu dan tenaga ekstra petani karena harus membongkar semua tanaman pisang smpai ke akar-akarnya,” ujarnya.

Fransiska menambahkan, pihaknya telah melakukan pemantauan dan pengamatan keliling di lokasi penyebaran penyakit darah pisang.

Selain itu, sosialisasi untuk pencegahan penularan penyakit layu bakteri seperti sterilisasi alat panen pisang, pemotongan jantung pisang sebelum berbunga terakhir.

“Kita juga melakukan uji coba untuk eradikasi total atau pemusnahan tanaman pisang yang telah terkena penyakit layu bakteri,” tutup dia.

Dalam laporan Mongabay pada Juni 2024 lalu, Data Dinas Pertanian Kabupaten Sikka mencatat, hingga April 2024 penyakit ini sudah merebak di 10 kecamatan. Luas serangan mencapai 25,62 hektare atau 1,9 persen dari total lahan sebesar 1.348,63 hektare.

Data bulan April 2025 menunjukkan luas invasi serangan meningkat menjadi 115,27 ha dengan cakupan masih di 12 kecamatan.  Pengendaliannya hanya 3,31 ha saja atau sekitar 2,87 persen.

Satu tandan pisang yang rusak akibat penyakit milik Yakobus Boli (Foto: Yakobus Boli)

Produksi Pisang Turun Drastis

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya penurunan drastis produksi pisang di Kabupaten Sikka beberapa tahun terakhir, sejak 2020 hingga 2023.

Menukil data Sikka Dalam Angka 2024 yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), selama 2020, produksi pisang di Sikka mencapai 823.132 kuintal, kemudian turun drastis menjadi 284.952 pada 2021.

Tren penurunan berlanjut di tahun berikutnya yakni 150.673 kuintal dan kian turun menjadi 56.329 kuintal pada 2023.

Selama 2023, demikian rilis BPS, produksi pisang terbanyak berasal dari Kecamatan Talibura yakni 16.591 kuintal, diikuti Kecamatan Nita 10.872 kuintal, Kecamatan Alok 5.086 kuintal, Kecamatan Lela 4.052 kuintal, dan Kecamatan Paga 2.764 kuintal.

Pisang sendiri menjadi komoditas buah-buahan dan sayuran tahunan yang paling banyak diproduksi di Kabupaten Sikka. Disusul labu siam yang memiliki luas panen 158,95 hektare dan diproduksi hingga 53.324,95 kuintal.

“Kecamatan Mapitara adalah kecamatan dengan nilai produksi untuk labu siam terbesar di Kabupaten Sikka,” demikian rilis Sikka Dalam Angka 2024.

TERKINI
BACA JUGA
spot_img
spot_img