Maumere, Ekorantt.com – Mantan guru honorer di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, Maria Gustaranda atau akrab disapa Mama Gusta banting setir menjadi pedagang pisang. Ia bisa meraup omzet hingga puluhan juta rupiah per bulan.
Saat ditemui Ekora NTT, Senin, 3 Oktober 2025 siang, Mama Gusta sedang merapikan pisang di lapaknya yang berlokasi di Pasar Alok, Maumere.
Sebelumnya Mama Gusta bekerja sebagai tenaga guru honorer di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Tawa Tana Kewapante yang berlokasi di Desa Namangkewa, Kecamatan Kewapante, Kabupaten Sikka.
Selama enam tahun mengabdi sebagai guru honorer, namun tidak menjamin kesejahteraannya.
“Gaji kecil, dibandingkan dengan pendapatan pedagang pisang lebih bagus,” ungkap Mama Gusta sembari mengatakan asal kedua orangtuanya dari Kecamatan Hewokloang, dan dari Kecamatan Talibura.
Ia menuturkan, mulai berjualan pisang setelah mengabdi sebagai guru honorer. Sebelumnya usaha ini sudah dijalankan oleh suaminya.
“Saya baru mulai jualan pisang pada tahun 2024. Kalau suami sudah lama sejak Pasar Alok masih berlokasi di tempat lama yang sekarang menjadi Pusat Jajanan dan Cinderamata,” ungkap Mama Gusta.
Pisang Beli dari Luar Daerah
Mama Gusta mengaku, pisang yang ia jual dibeli dari luar daerah, karena pasokan lokal mengalami serangan penyakit darah pisang.
Dalam laporan Mongabay pada Juni 2024 lalu, Data Dinas Pertanian Kabupaten Sikka mencatat, hingga April 2024 penyakit ini sudah merebak di 10 kecamatan. Luas serangan mencapai 25,62 hektare atau 1,9 persen dari total lahan sebesar 1.348,63 hektare.
Data bulan April 2025 menunjukkan luas invasi serangan meningkat menjadi 115,27 ha dengan cakupan masih di 12 kecamatan. Pengendaliannya hanya 3,31 hektare saja atau sekitar 2,87 persen.
Pisang milik Gusta dibeli dari Lembata, Adonara, Boru di kabupaten Flores Timur, dan dari Pulau Selayar di Sulawesi Selatan dan Kendari di Sulawesi Tenggara.
“Harga satu tandan pisang berkisar antara Rp80 ribu hingga Rp95 ribu,” kata Mama Gusta.
Pengiriman pisang dari Lembata menggunakan mobil pikap. Sementara dari Selayar dan Kendari menggunakan kapal.
“Harga satu pikap yang memuat 89 tandan pisang Rp5 juta hingga 6 juta. Kalau dari Selayar antar di Pelabuhan Lorens Say, nanti suami saya yang pergi ambil,” ujar Mama Gusta.
Kata dia, 89 tandan pisang bisa terjual habis dalam waktu kurang dari satu minggu, karena permintaan tinggi. Pelanggan bervariasi, mulai dari penjual gorengan di pinggir jalan hingga kantin sekolah.
“Penjual gorengan biasanya beli dalam besar seharga Rp500 ribu. Sedangkan penjual gorengan di kantin beli dalam partai kecil seharga Rp100 ribu,” ujar Mama Gusta.
Harga satu sisir pisang dijual bervariasi, tergantung besar kecilnya. Ukuran yang kecil sebesar Rp25 ribu. Ukuran yang besar senilai Rp30 ribu. Sedangkan untuk harga per ikat sebesar Rp30 ribu.
“Pisang sekarang mahal, satu tandan bisa mencapai ratusan ribu, karena pisang langkah dipasok dari luar daerah,” kata ibu satu anak ini.
Omzet Puluhan Juta
Mama Gusta menuturkan, usaha jualan pisang bisa meraup omzet hingga puluhan juta. Namun pendapatan bersih kecil karena biaya operasional besar.
“Penghasilan sehari-hari bisa mencapai satu hingga dua juta rupiah. Kalau satu bulan bisa mencapai sekitar puluhan juta, tapi sama saja dapat bersih kecil karena beli pisang dari luar daerah,” tuturnya.
Dari pendapatan menjual pisang, kini Mama Gusta dan suaminya mampu membiayai anak-anaknya sekolah, memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan bisa membangun rumah.
“Puji syukur sekarang kami bisa bangun rumah,” ujarnya.
Mama Gusta mengaku, usahanya tidak merugi karena pisang busuk masih dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak.
“Pisang busuk saya bawa pulang ke rumah untuk makanan babi. Dari pada saya harus beli pakan dari luar. Saya jual babi satu ekor saja sudah untung belasan juta,” ujarnya.
Mama Gusta selalu waspada ketika membeli pisang lokal. Ia dan suaminya selalu menyeleksi untuk mengantisipasi pisang yang dijual terkena penyakit darah pisang.
“Kalau beli pisang lokal, suami selalu cek terlebih dahulu untuk memastikan pisang terjangkit virus atau tidak. Kalau pisang dari luar daerah selama ini aman dari penyakit,” ujarnya.


                                    










