LPSK Catat 315 Permohonan Perlindungan di NTT, Kasus Kekerasan Seksual Anak Tertinggi

Ia mendukung penguatan sosialisasi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Ruteng, Ekorantt.com – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mencatat sekitar 315 permohonan perlindungan di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT). Dari jumlah tersebut, kasus kekerasan seksual terhadap anak mendominasi dengan total 121 permohonan.

“Data ini berdasar permohonan perlindungan yang diterima LPSK hingga Oktober 2025,” kata Wakil Ketua LPSK, Sri Nurherwati dalam kegiatan Sosialisasi Urgensi Perlindungan Saksi dan Korban yang digelar di Hotel Revayah, Ruteng, Rabu, 12 November 2025.

Menurut Sri, setelah kasus kekerasan seksual terhadap anak, jenis tindak pidana dengan permohonan tertinggi berikutnya adalah perdagangan orang sebanyak 93 permohonan. Secara nasional, LPSK mencatat 12.041 permohonan perlindungan dari seluruh wilayah Indonesia.

Ia menekankan pentingnya perlindungan terhadap anak korban kekerasan, termasuk tiga korban anak dalam kasus kekerasan seksual yang melibatkan mantan Kapolres Ngada, Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja.

Menurutnya, LPSK telah memberikan pemenuhan hak prosedural, pendampingan psikologis, dan fasilitasi restitusi bagi korban.

“Perlindungan terhadap anak korban kekerasan adalah tanggung jawab bersama,” jelasnya.

Sri menegaskan, LPSK memastikan setiap korban mendapatkan pendampingan hukum dan psikologis agar mereka pulih dan berani mencari keadilan.

Untuk memperkuat perlindungan, LPSK bekerja sama dengan berbagai pihak seperti Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) NTT, Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial, serta jaringan Sahabat Saksi dan Korban (SSK).

“Kegiatan ini bertujuan meningkatkan pemahaman masyarakat dan pemangku kepentingan tentang tugas, fungsi, serta program perlindungan LPSK, seperti dalam perlindungan atas keamanan, pemberian bantuan, dan memfasilitasi ganti kerugian,” kata Sri.

Sementara itu, Anggota Komisi XIII DPR RI, Andreas Hugo Pareira menegaskan pentingnya penguatan layanan perlindungan saksi dan korban di NTT.

Ia mengatakan, kondisi geografis yang sulit, keterbatasan fasilitas layanan, serta masih kuatnya stigma terhadap korban, terutama korban kekerasan seksual, menjadi tantangan besar di wilayah NTT.

“Masyarakat harus bisa lebih berani bersaksi agar proses hukum dapat berjalan lebih adil,” tuturnya.

Andreas juga menekankan pentingnya keberadaan LPSK sebagai mitra strategis dalam memperluas akses masyarakat terhadap keadilan, termasuk perlindungan hukum, penggantian kerugian, serta rehabilitasi medis dan psikologis.

Dalam kesempatan yang sama, Pengawas Jarnas Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Gabriel Goa, mengatakan, edukasi dan pencegahan sejak dini menjadi benteng pertama perlindungan anak.

Ia mendukung penguatan sosialisasi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

“Pentingnya kolaborasi lintas lembaga untuk menyediakan rumah aman, anggaran memadai, serta layanan kesehatan, psikologis, hukum, dan reintegrasi bagi korban,” ujarnya.

Diketahui, LPSK kini memiliki kantor perwakilan di Kupang serta 68 Sahabat Saksi dan Korban (SSK) di berbagai daerah di NTT untuk memperkuat layanan di lapangan.

TERKINI
BACA JUGA
spot_img
spot_img