Ruteng, Ekorantt.com – Komisioner Komnas Perempuan, Chatarina Pancer Istiyani mendesak Keuskupan Labuan Bajo segera mengambil langkah tegas terhadap ILS, pastor sekaligus dosen di Universitas Katolik St. Paulus Ruteng yang diduga melakukan pelecehan seksual terhadap mahasiswinya.
“Saya lebih melihatnya ke lembaga pendidikan yang sudah bersikap,” kata Chatarina kepada Ekora NTT, Jumat, 28 November 2025 sore.
Ia merujuk pada keputusan kampus menonaktifkan ILS setelah kasus dugaan kekerasan seksual tersebut mencuat ke publik. ILS sendiri diketahui merupakan seorang imam Katolik yang masih aktif bertugas di Keuskupan Labuan Bajo.
Kampus Unika St. Paulus Ruteng kemudian resmi memecat ILS setelah media Floresa.co memberitakan dugaan keterlibatannya dalam kasus kekerasan seksual.
Rektor Unika St. Paulus, Pastor Agustinus Manfred Habur menjelaskan, pada 17 November kampus melalui seorang psikolog telah menyampaikan bahwa pimpinan menindaklanjuti laporan tersebut dan memberikan sanksi kepada terduga pelaku.
Namun, sebelumnya ketika diwawancarai Floresa.co, Manfred mengaku belum mengetahui adanya kasus kekerasan seksual di kampus itu.
“Keuskupan Labuan Bajo sudah mestinya punya kebijakan yang seiring dengan kebijakan yang sudah diambil oleh pihak kampus,” ujar Chatarina.
Keuskupan Labuan Bajo belum memberikan pernyataan resmi. Vikjen Keuskupan, Pastor Richard Manggu, saat dihubungi Ekora NTT menyampaikan belum bisa memberikan keterangan.
“Maaf kami masih ada evaluasi kegiatan pastoral dalam komisi-komisi keuskupan di rumah Keuskupan Labuan Bajo,” ujarnya, sambil berjanji akan memberikan tanggapan kemudian.
Apresiasi pada Korban
Chatarina menilai keberanian korban membuka pengalaman kekerasan yang dialaminya merupakan langkah penting untuk memastikan penyelesaian kasus.
“Karena korban merasa dirugikan, maka dia mencari cara untuk mendapatkan haknya. Itu saya apresiasi terhadap korban,” katanya.
“Terkait proses hukum, pada prinsipnya kita mengikuti zero tolerance terhadap kekerasan. Korban berhak memperoleh perlindungan hukum dan pemulihan,” tegasnya.
Sebelumnya, pastor ILS disebut mengirim pesan bernada menggoda dan melecehkan kepada korban Christina-bukan nama sebenarnya.
Sang dosen dikenal memiliki hubungan keluarga dengan Christina dan bahkan disebut ikut membantu biaya kuliahnya.
Pada beberapa dokumentasi gambar tangkapan layar berisi pesan-pesan di ponsel Christina, sebagaimana diberitakan Floresa.co, ada beragam sapaan dari ILS: “my sweet honey,” “my darling,” “kekasihku forever” dan “sayang.”
Tak hanya sebatas mendapat pesan menggoda dan melecehkan, Christina juga mengaku mengalami kekerasan seksual secara fisik.
“Dia awalnya pegang tangan. Setelah itu, dia sudah berani peluk-peluk, cium,” katanya.
Pihak yayasan mengklaim bahwa kampus memutuskan menjatuhkan sanksi tegas. Pada Rabu, 12 November 2025, ILS resmi diberhentikan dari posisinya sebagai dosen.
Kampus Harus Jadi Ruang Aman
Menurut Chatarina, relasi kuasa yang timpang, terutama dalam konteks dosen–mahasiswa, membuat kekerasan rentan terjadi. “Jangan sampai ada yang menyalahkan korban.”
Ia mengingatkan agar komunitas kampus tidak justru menekan korban, melainkan hadir sebagai ruang aman.
“Jadi jangan sampai komunitas kampus, kalau ada korban justru menekan atau tidak peduli terhadap korban,” ucapnya.
Chatarina juga menekankan pentingnya pencegahan, termasuk peran Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan yang sudah terbentuk di perguruan tinggi.
Ia berharap satgas bekerja sesuai mandat Permendikbud 55 tahun 2025 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan perguruan tinggi.













