PMKRI Ruteng Unjuk Rasa Protes Kelangkaan BBM, Soroti Dugaan Permainan Terstruktur

Menurut dia, lemahnya penindakan memunculkan spekulasi bahwa ada jaringan kepentingan yang dilindungi.

Ruteng, Ekorantt.com – Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Perhimpunan Mahasiswa Katolik Indonesia (PMKRI) Cabang Ruteng Santu Agustinus menggelar aksi unjuk rasa di Ruteng, Jumat, 28 November 2025.

Mereka menuntut penindakan serius atas kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) yang terjadi di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur, dalam beberapa pekan terakhir.

Ketua PMKRI Cabang Ruteng, Margareta Kartika menilai kelangkaan BBM telah melumpuhkan aktivitas masyarakat.

Ia menegaskan persoalan itu tak hanya disebabkan oleh masalah teknis pasokan, melainkan mengarah pada dugaan adanya pola penyimpangan yang dilakukan secara terstruktur.

“Kami melihat kelangkaan ini tidak berdiri sendiri. Ada pola, ada pembiaran, bahkan patut diduga ada keterlibatan oknum aparat, SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum), kontraktor, dan pihak pemerintah daerah. Ini suara rakyat yang menyaksikan langsung praktik-praktik kotor di lapangan,” tegasnya.

Kartika mengingatkan, dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat (3), negara berkewajiban menjamin pemanfaatan sumber daya alam untuk kemakmuran rakyat. Namun realitas di lapangan menunjukkan antrean BBM yang mengular berjam-jam dan lonjakan harga eceran yang jauh melampaui kewajaran.

Pertalite dalam botol, yang sebelumnya dijual seharga Rp20 ribu, kini mencapai Rp50 ribu per botol.

“Ini jelas melanggar aturan. Perpres 191 Tahun 2014 dan Kepmen ESDM No. 62.K/12/MEM/2020 sudah menetapkan batasan harga eceran. Masyarakat dipaksa membeli dengan harga mencekik akibat kelangkaan yang diduga sengaja direkayasa,” ujar Kartika.

Ia juga menyoroti dugaan pungutan liar di SPBU Ruteng terhadap pembeli yang menggunakan jeriken jumbo. Setiap pembeli disebut dikenai tambahan biaya Rp10 ribu di luar harga resmi.

Selain itu, Kartika menuding adanya praktik pembelian BBM menggunakan dokumen tidak resmi, pemakaian barcode milik orang lain, hingga modus “permak tangki” kendaraan dari kapasitas 75 liter menjadi 132 liter.

“Kami menemukan fakta bahwa ada motor-motor rusak yang bisa mengisi lima hingga enam kali dalam sehari dan SPBU tetap melayani. Ini bukan kelalaian. Ini praktik sistematis,” katanya.

Kartika juga menyinggung dugaan keterlibatan aparat kepolisian dalam lambatnya penanganan kasus penimbunan BBM yang menyeret seorang pengusaha sekaligus kontraktor berinisial WJ.

WJ ditangkap pada 31 Oktober 2024 atas dugaan menimbun 3 ton BBM, namun status tersangka baru ditetapkan setahun kemudian.

“Bagaimana mungkin kasus sebesar itu dibiarkan setahun tanpa kejelasan? Apakah Polres Manggarai menutup mata? Apakah ada ‘angin’ yang masuk dari WJ sehingga proses hukumnya berjalan sangat lambat?” tegas Margareta.

Bahkan, Kartika menyebut adanya informasi dugaan suap sebesar Rp80 juta dari WJ kepada oknum polisi.

“Kami tidak menuduh, tetapi informasi ini beredar kuat. Jika tidak benar, Polres wajib membantahnya secara terbuka. Jika benar, maka inilah akar dari kerusakan distribusi BBM di Manggarai,” katanya.

Wakapolres Manggarai, Kompol Mey Charles Sitepu, menemui massa aksi dan menyampaikan  menegaskan, polisi tetap memantau distribusi BBM.

“Kelangkaan BBM tidak sepenuhnya disebabkan oleh tindakan kejahatan penimbunan. Ada banyak faktor teknis yang memengaruhi,” ujarnya.

Terkait kasus WJ, Charles mengatakan penanganannya masih dalam proses penyelidikan.

“Barang bukti berupa uang Rp10 juta dan BBM sudah diamankan sejak 2024 dan masih berada dalam penguasaan penyidik,” katanya.

Bupati Manggarai, Herybertus G.L Nabit menyatakan, pemerintah daerah telah menyerahkan penanganan kasus penimbunan BBM kepada kepolisian.

Ia meminta masyarakat memahami kondisi pasokan BBM yang terganggu akibat kapal tanker tidak sandar di Depot Reok selama tiga hari.

“Karena kapal tanker tidak sandar, pasokan harus diambil dari Ende dan Maumere. Namun kuota di depot tetap terbatas sehingga distribusi tidak sebanding dengan kebutuhan masyarakat,” kata Nabit.

Ia juga menjelaskan, distribusi di lapangan terhambat oleh pekerjaan jalan Ruteng–Reo yang menggunakan sistem buka-tutup.

“Untuk menghindari kecurigaan publik, saya mengusulkan dibentuk tim investigasi yang melibatkan Pemda (pemerintah daerah), organisasi kepemudaan, dan aparat kepolisian,” katanya.

Ketua DPRD Manggarai, Paulus Peos menambahkan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Polres Manggarai terkait kasus penimbunan BBM. Dua hari sebelumnya, DPRD, Pemda, dan Depot Pertamina Reok juga menggelar rapat koordinasi untuk mencari solusi jangka pendek maupun jangka panjang.

Di akhir aksi, Kartika menyayangkan tidak adanya langkah tegas dari Polres maupun pemerintah daerah.

Menurut dia, lemahnya penindakan memunculkan spekulasi bahwa ada jaringan kepentingan yang dilindungi.

“Jika dugaan ini tidak benar, tunjukkan dengan tindakan. Jika benar, hentikan dan tangkap para pelakunya,” tutupnya.

TERKINI
BACA JUGA
spot_img
spot_img