Hermina dan Layanan Keuangan BRI yang Menjangkau Penenun Desa

Bagi masyarakat Manggarai, laba-laba adalah hewan yang ulet dan bekerja keras dalam hidupnya.

Ruteng, Ekorantt.com – Ibu jari dan telunjuk perempuan itu telaten seperti sedang menari pada helai-helai benang berwarna putih. Matanya awas, menyelip, lalu menarik dengan kencang pada corak motif kain yang dominan berwarna kuning.

Ia sedang menenun. Ketika ibu jari dan telunjuknya bertemu memilin warna putih di antara dominan warna kuning perlahan muncul motif ranggong. Ranggong adalah motif menyerupai laba-laba.

Bagi masyarakat Manggarai, laba-laba adalah hewan yang ulet dan bekerja keras dalam hidupnya. Jadi motif ini merupakan simbol kejujuran dan kerja keras.

Ia kaget dan berhenti sejenak di lantai ruang tengah rumahnya ketika Ekora NTT menyaksikan dari dekat aktivitas menenunnya pertengahan November lalu. Nama perempuan itu Hermina Gita, 44 tahun, warga Desa Bea Mese, Kecamatan Cibal, Kabupaten Manggarai.

Dia tergabung dalam Kelompok Tenun Ri’i Dua yang beranggotaan 22 orang. Ia kini didapuk sebagai ketua kelompok tenun tersebut.

“Anggota kami ibu rumah tangga semua. Jadi kami atur waktu selain urus rumah, suami dan anak-anak, ya kami buat kegiatan yang ada nilai ekonominya. Setiap hari kami tenun.”

Sebagian besar anggota kelompok berusia di atas 40 tahun. Mereka sudah menenun dari usia remaja. Hermina belajar dari kakak perempuannya yang terbilang sangat berpengalaman dalam menenun.

Menenun sudah menjadi tradisi, kata Hermina. Diwariskan dari generasi ke generasi. Dia merasa berkewajiban untuk mempertahankan aktivitas menenun. Ada kekhawatiran di benak Hermina, bila tradisi ini hilang di generasinya.

“Kami juga takut kalau suatu saat (tradisi) ini akan langka atau hilang.”

Walau begitu, Hermina mengakui tenun tak sekadar tradisi tapi bisa menjadi sumber penghidupan. Itulah yang ia alami. Dari menenun, Hermina membiayai dua anaknya yang sedang mengenyam pendidikan di sekolah menengah atas dan seorang lagi yang menuntut ilmu di perguruan tinggi.

“Syukur sekali, kita bisa kasih sekolah anak-anak. Kan menenun itu harus dapat uang juga, supaya kita bisa hidup,” ujarnya.

Hasil tenunan yang dipajangkan di galeri milik Dekranasda Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur (Foto: Adeputra Moses/Ekora NTT)

Mengakses Pembiayaan dari BRI

Di 2018, Hermina membutuhkan modal usaha. Ia mau membeli benang dan peralatan kerja lain. Bak gayung bersambut, seorang kerabat memberitahunya informasi kredit murah di BRI untuk usaha produktif.

“Mendengar informasi itu saya langsung mengajukan KUR. Puji Tuhan BRI setuju,” katanya.

Semula, ia mengakses dana kredit Rp7 juta. Di 2021, ia mengajukan kembali mendapatkan kredit sebanyak Rp15 juta. Dana tersebut dipakai untuk pengembangan usaha tenun dan usaha ternak babi.

“Kami anggota kelompok tenun sudah akses dana dari BRI dan kami nyaman ketika mengangsur, karena pas mau cicilan kain kami sudah bawa ke Dekranasda,” tuturnya.

Dalam sebulan, Hermina bisa menyelesaikan dua sarung songket Manggarai. Sarung-sarung itu kemudian diantar ke galeri milik Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) di Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai, sekitar satu jam perjalanan dari kampungnya.

Peran Dekranasda untuk membina, melestarikan, dan mengembangkan produk usaha kecil dan menengah (UMKM) lumayan membawa dampak bagi kebutuhan hidup penenun, kata Hermina.

“Peralatan seperti benang dan lainnya ditanggung Dekranasda. Kita jual ke Dekranasda Rp700 ribu per lembar sarung songket.”

Hemina bilang, Dekranasda biasa memesan sarung dengan motif tenun tertentu. Karena itu, semua anggota kelompok berkumpul dan membagi tugas untuk mengerjakan tenunan sesuai pesanan.

“Kadang kami sama-sama tenun dulu di sini (baca: rumah Hermina) lalu lanjutkan lagi di rumah masing-masing.”

Memberdayakan Penenun

Carolyne Septriani Ehok selaku Koordinator Plaza Dekranasda Manggarai, mengatakan pihaknya hadir untuk memberdayakan komunitas penenun, termasuk kelompok tenun yang dipimpin Hermina.

“Kita siapkan benang, lalu mereka tenun sesuai dengan permintaan kita, Setelah jadi, itu produk Dekranasda lagi yang membeli. Jadi yang kami bayar hanya biaya kerja,” ucapnya.

Dekranasda, kata Septriani, terus memberikan pelatihan dan pembinaan bagi mama-mama penenun. Pendampingan berupa pelatihan memahami pola tenun, pola desain maupun pilihan tren warna.

“Kami datangkan instruktur tenun dan langsung latih di tempat mereka,” sebut Septriani.

Dia menambahkan, hasil produk tenunan yang akan dipajangkan dan dipasarkan oleh Dekranasda, masing-masing akan mencantumkan nama-nama penenun dan asal kelompoknya.

Tidak hanya melayani kebutuhan pasar lokal, Septriani melanjutkan, pihaknya berusaha melakukan promosi agar sarung tenun menjangkau pasar nasional bahkan internasional.

“Kami biasa ikut pameran. Kami juga dapat promosi melalui akun media sosial seperti Facebook, Instagram dan Tik-Tok,” sebutnya.

Menurutnya, akses modal dari BRI menjadi sokongan bagi pelaku tenun. Dengan begitu, kerja semacam ini adanya nilai kolaborasi antara BRI dengan Dekranasda yang membantu dalam hal pembiayaan dan akses pasar.

“Dan itu juga bagian dari promosi. Dengan adanya biaya modal awal dari BRI membuat Dekranasda bisa masuk,” jelasnya.

“Kebetulan BRI juga sering beli kain di Dekranasda kalau ada tamu yang datang saat mereka punya hajatan ataupun ada yang pindah tugas mereka juga beli kain di sini,” tambahnya.

Dukungan Akses Modal

Pimpinan BRI Cabang Ruteng, Akarius Armayadi P mengatakan BRI punya komitmen sendiri untuk memberdayakan komunitas penenun. Layanan keuangan harus menjangkau mama-mama penenun, terutama dukungan permodalan.

“Untuk penyaluran modal usaha itu juga termasuk banyak yang dialokasikan bagi penenun-penenun yang menyebar di beberapa titik,” terang Akarius.

Di sisi lain, BRI menghubungkan penenun dengan pedagang di kota Ruteng. Dengan cara ini, para penenun tak kebingungan, kepada siapa tenunan mereka dijual.

“Biar harganya lebih baik atau bagus, maka nasabah kami yang biasanya ada di ritel untuk kemudian kami nge-link-an ke BRI Unit.”

“Jadi nge-link antara nasabahnya mikro dengan nasabahnya ritel. Sehingga produk-produk yang dihasilkan itu nanti bisa ke nasabah-nasabah ritel,” tegasnya.

Dari nasabah ritel itu, akan dijual ke pasaran lokal bahkan hingga ke luar daerah.

“Nah itulah yang kemudian mereka mendapatkan harga yang lebih baik. Kita juga terima kasih dengan Dekranasda yang ikut membuka akses pasar bagi penenun. Kita sama-sama bantu.”

Pemimpin BRI Cabang Ruteng, Akarius Armayadi P (Foto: Adeputra Moses/Ekora NTT)

Ekosistem yang Berkelanjutan

Yohanes Mario Vianney, Dosen Sekolah Tinggi Ekonomi (STIE) Karya Ruteng menjelaskan kolaborasi dalam memajukan tenun sangat diperlukan. Apa yang dilakukan BRI dan Dekranasda mesti bermuara pada ekosistem tenun yang berkelanjutan.

Ia berpendapat, pada sisi hulu, diperlukan peningkatan kapasitas produksi melalui pelatihan teknik, standardisasi mutu, dan stabilisasi pasokan bahan baku agar proses produksi berjalan efisien.

“BRI berperan sebagai lembaga intermediasi keuangan yang menyediakan akses pembiayaan inklusif melalui KUR, sehingga penenun memiliki modal kerja yang cukup untuk meningkatkan produktivitas,” kata Yohanes.

Di sisi tengah, katanya, penting memastikan penenun memiliki kemampuan mengelola usaha secara berkelanjutan. Pendampingan terkait manajemen arus kas, pencatatan keuangan, dan penggunaan alat transaksi digital membantu menciptakan ekosistem finansial yang sehat sehingga risiko gagal bayar dapat ditekan.

“Skema KUR yang bertahap juga memungkinkan penenun naik kelas secara bertanggung jawab berdasarkan kinerja usaha mereka, menciptakan pertumbuhan UMKM yang berkelanjutan,” tuturnya.

Sementara itu, ia mengatakan, Dekranasda memainkan peran strategis dalam memperluas akses pasar (market access) melalui kurasi produk, penguatan narasi budaya, dan promosi di berbagai platform, baik fisik maupun digital.

Menurutnya, upaya ini meningkatkan nilai tambah produk dan memperkuat daya saing (competitiveness) tenun di pasar lokal maupun nasional. Regenerasi penenun dan diversifikasi produk juga penting agar industri tetap adaptif terhadap permintaan pasar.

Menurutnya BRI sudah tepat ketika terus konsisten menjadi katalis pertumbuhan melalui pembiayaan produktif. Sedangkan Dekranasda menjaga kualitas dan memperluas jaringan pemasaran, dan para penenun memaksimalkan modal yang diterima untuk meningkatkan produktivitas.

“Dengan sinergi yang terukur dan berbasis prinsip ekonomi seperti efisiensi, keberlanjutan, dan penciptaan nilai tambah, ekosistem tenun akan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi lokal sekaligus penjaga identitas budaya daerah,” pungkasnya.

TERKINI
BACA JUGA
spot_img
spot_img