Perempuan Adat di NTT Alami Tekanan Berlapis Dampak Pembangunan Pemerintah

Temuan kondisi kerentanan perempuan adat menjadi acuan Kompas Perempuan RI menyurati Gubernur NTT Melki Laka Lena pada 19 November 2025.

Maumere, Ekorantt.com – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyoroti sejumlah pembangunan pemerintah yang berdampak terganggunya hak hidup perempuan adat di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Dalam kunjungan kerja ke NTT pada 15-18 September 2025 lalu, Komnas Perempuan mendapat berbagai laporan komunitas perempuan adat. Mereka adalah kelompok paling rentan dalam memperjuangkan keberlanjutan hak hidup.

Temuan kondisi kerentanan perempuan adat menjadi acuan Komnas Perempuan RI menyurati Gubernur NTT Melki Laka Lena pada 19 November 2025.

Surat itu berisi tentang hasil temuan lapangan Komnas Perempuan terhadap perempuan adat akibat proyek pemerintah seperti pembangunan geotermal Poco Leok di Kabupaten Manggarai.

Di sana, perempuan adat kerap mendapatkan tindakan kekerasan oleh aparat pemerintah dan aparat keamanan. Padahal menurut Komnas Perempuan, perempuan adat di Poco Leok sesungguhnya turut serta memberi sumbangsih besar menjaga sumber daya alam dan pangan serta pengelolaan pengetahuan lokal melalui ladang, sistem pertanian, dan hutan.

Sementara di Wae Sano, proses eksplorasi proyek geotermal cukup mengganggu lahan pertanian dan hutan yang erat kaitan dengan kehidupan perempuan desa.

Komnas Perempuan membeberkan bahwa proyek geotermal sangat berdampak pada kesuburan tanah, persediaan air yang berpengaruh pada lahan pertanian sebagai sumber penghidupan mereka.

“Perempuan desa di Wae Sano merupakan petani yang sumber penghidupan bergantung pada kebun, ladang, dan sistem pertanian tradisional,” tulis Komnas Perempuan.

Begitu pula Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Mbay atau Waduk Lambo di Kabupaten Nagekeo yang sangat berpengaruh bagi kehidupan perempuan adat.

Pada 2022, dalam pemantauan khusus Komnas Perempuan menemukan sejumlah persoalan kompleks yang dihadapi perempuan adat setempat. Berkaitan dengan hal tersebut, Komnas Perempuan telah merekomendasikan agar PSN tidak dilakukan dengan mengorbankan hak-hak warga, terutama perempuan.

Aparat negara juga diharapkan menjalankan fungsi sesuai prinsip penghormatan hak asasi manusia, serta melakukan penanganan yang adil dan transparan laporan kekerasan, termasuk yang berbasis gender.

Komnas Perempuan meminta pemerintah untuk menjamin perlindungan bagi perempuan pembela lingkungan hidup, termasuk mekanisme pemulihan rasa trauma dan perlindungan dari intimidasi tersedia secara nyata.

Selain itu, Komnas Perempuan juga mencatat ada 120 KK di Dusun Malapoma, Nagekeo belum ada kejelasan tempat tinggal. Warga harus mencari hidup di luar sedangkan perempuan adat harus bertahan menghadapi seluruh hambatan kehidupan.

Atas tekanan hidup secara berlapis oleh perempuan adat di NTT, Komnas Perempuan memberi catatan rekomendasi kepada Gubernur NTT, antara lain; pengakuan dan perlindungan hak dan peran perempuan adat dalam pengelolaan sumber daya alam, pemerintah wajib memberi perlindungan terhadap perempuan adat dalam konflik SDA, agraria, dan tata ruang.

Selanjutnya, perlindungan perempuan adat dari konteks konflik bersenjata, pengakuan dan pelindungan perempuan adat sebagai penyedia pangan serta menjaga keseimbangan alam, dan perlindungan perempuan adat sebagai agen perdamaian.

Kemudian, perlindungan dari kriminalisasi pembela HAM perempuan adat, perlindungan pelanggaran HAM perempuan adat, perlindungan dari pengabaian partisipasi perempuan adat dalam pengambilan keputusan.

Perlindungan dari kekerasan terhadap perempuan atas nama budaya dan tradisi serta perlindungan akses perempuan adat terhadap keadilan dan reparasi.

TERKINI
BACA JUGA
spot_img
spot_img