Unika St. Paulus Ruteng Ajak Calon Wisudawan Adaptif dengan Tuntutan Zaman

Jadilah tulang punggung literasi, etika, integritas di keluarga, komunitas, negara, maupun dunia maya

Ruteng, Ekorantt.com – Universitas Katolik (Unika) Santu Paulus Ruteng meminta calon wisudawan untuk adaptif dengan tuntutan zaman.

“Fleksibilitas untuk belajar hal baru, keterbukaan terhadap perubahan, dan kemauan untuk memperbarui diri sesuai tuntutan zaman,” kata Wakil Rektor I, Marselus Ruben Payong dalam sambutan seminar bertajuk “Membangun Daya Kritis, Inovatif, dan Adaptif Gen-Z Menghadapi Era Post-Truth” di Aula Asumpta Ruteng, Kabupaten Manggarai, Kamis, 4 Desember 2025. Kegiatan ini melibatkan 1.304 calon wisudawan dari berbagai program studi.

Marsel menyebut perubahan teknologi, pola kerja, dan kebutuhan masyarakat sebagai tantangan yang membutuhkan fleksibilitas dan kemauan belajar berkelanjutan.

Adaptabilitas, lanjutnya, bukan hanya soal teknis, tetapi juga menyangkut etika, empati, pemahaman sosial, dan komitmen pada kebenaran.

Di tengah gejolak informasi digital dan tuntutan demokrasi yang sehat, Marsel bilang, calon wisudawan memiliki peran penting menghadirkan nilai kritis, inovatif, dan adaptif sebagai dasar bersikap bijak.

“Anda berada di titik transisi penting dari dunia akademik ke dunia profesional, dari kampus ke masyarakat. Seminar dan tema hari ini saya anggap sebagai komitmen: komitmen untuk tidak hanya lulus, tetapi lulus sebagai insan yang siap memberi dampak,” katanya.

Ia mengajak para calon wisudawan untuk menciptakan karya bermakna, menjaga semangat kritis, inovatif, dan adaptif.

“Jadilah tulang punggung literasi, etika, integritas di keluarga, komunitas, negara, maupun dunia maya,” katanya.

“Anda tidak hanya menjadi lulusan, tetapi menjadi generasi yang mampu menjaga kebenaran, merajut harapan, dan membangun masa depan yang lebih adil, lebih cerdas, lebih manusiawi.”

Marsel menambahkan, langkah penting menghadapi era post-truth ialah menghidupkan kembali daya kritis. Daya kritis berarti mempertanyakan setiap informasi yang diterima, melacak keaslian dan motivasi sumber, serta mengidentifikasi bias dan potensi manipulasi.

Dengan kemampuan berpikir kritis, kata dia, masyarakat dapat terhindar dari jebakan clickbait, mis/disinformasi, propaganda, hingga konten emosional yang kerap dipicu oleh para influencer.

“Kekuatan influencer pada umumnya terletak pada manipulasi bahasa atau diksi yang digunakan,” tuturnya.

Ia menambahkan, literasi informasi – tidak hanya literasi membaca teks – menjadi kunci utama. Video, gambar, meme, hingga emoji harus mampu dibaca secara kritis.

“Sebagai insan cerdik cendekia, Anda semua dan saya memiliki kesempatan untuk menjadi agen perubahan yang bukan hanya konsumen, tetapi kreator ide dan konten,” katanya.

Marsel menekankan inovasi di era kecerdasan buatan harus dibarengi tanggung jawab. Konten deepfake dan produksi teks otomatis, menurutnya, menjadikan integritas dan etika sebagai fondasi utama.

Ia mendorong calon wisudawan untuk menghasilkan karya akademik, video edukatif, kampanye literasi, maupun konten kreatif yang memberi dampak positif.

“Jadilah generasi yang menunjukkan bahwa cepat bukan berarti asal-asalan, dan kreatif bukan berarti hanya mengikuti tren tanpa makna,” pesannya.

Seminar ini menghadirkan sejumlah pembicara, antara lain Ferdinand Hindiarto, dosen Universitas Katolik Soegijapranata Semarang; Maximus Tamur, Ketua Program Studi Matematika; Hendrikus Midun, Sekretaris Wakil Rektor I; dan Anton Nesi, dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unika Santu Paulus Ruteng.

TERKINI
BACA JUGA
spot_img
spot_img