Berbisnis Kain Tenun Nagekeo, Asumta Jaga Warisan Leluhur

Ia mengaku ketertarikannya pada kain tenun bukan muncul begitu saja. Sejak masih kecil, Asumta selalu menghabiskan waktu membantu ibunya menenun.

Mbay, Ekorantt.com – Menenun tidak lagi menjadi daya tarik bagi generasi muda. Mereka justru memilih pekerjaan lain yang lebih menjanjikan secara ekonomi.

Tidak demikian dengan Maria Asumta Dhema, wanita muda berusia 23 tahun asal Gero, Boawae, Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur. Ia mempelajari cara menenun sejak masih kecil hingga dia pun berbisnis kain tenun sekarang ini.

Rabu pagi, 10 Desember 2025, Pasar Boawae tampak ramai dengan aktivitas jual beli. Pengunjung terlihat mondar-mandir berbelanja. Sementara pedagang sibuk menawarkan dagangan kepada pembeli.

Asumta dan beberapa pedagang tenun lainnya yang masih sibuk menata tenun ikat Nagekeo untuk dijual.

“Saya tiba di sini jam empat pagi tadi dengan pedagang lain,” ucap dia.

Asumta datang lebih awal di pasar mingguan itu. Ia membawa kain tenun yang ia beli dari para penenun.

Ekora NTT mendatangi lapak jualnya. Asumta menyapa dengan ramah.

Kepada Ekora NTT, ia menuturkan alasan berjualan kain tenun. Seusai tamat sekolah menengah atas, Asumta enggan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi.

“Waktu tamat SMA, saya pilih tidak lanjut kuliah, karena mau fokus bisnis kain tenun,” kata Asumta.

Ia mengaku ketertarikannya pada kain tenun bukan muncul begitu saja. Sejak masih kecil, Asumta selalu menghabiskan waktu membantu ibunya menenun.

“Kadang sementara tenun mama ajar saya. Saya perhatikan satu per satu, seperti menempatkan motif,” kenangnya.

Asumta mengaku sudah mahir menenun saat duduk di bangku SMA. Namun saat itu, ia belum fokus menenun karena harus menyelesaikan pendidikannya.

Asumta mulai melirik peluang pasar tenun beberapa tahun belakangan. Selain menguntungkan secara ekonomi, dia ingin melestarikan warisan leluhur.

“Karena ada nilai budaya maka ada nilai ekonomi,” ujarnya.

Dalam sebulan, Asumta meraup omzet Rp4 juta hingga Rp5 juta. Kadang-kadang pendapatan jauh lebih besar bila memasuki musim pesta dan urusan adat.

“Kalau musim pesta pada Juni sampai September sekali pasar begini bisa laku puluhan lembar. Saya bisa dapat sampai Rp10 juta,” ujarnya.

Meskipun terbilang baru mulai berbisnis tenun, Asumta sudah bisa membeli dua unit sepeda motor, menabung dan untuk keperluan di rumah.

Ia sudah membangun kerja sama dengan penenun lain dan memberi bantuan modal kepada penenun untuk membeli benang.

“Tapi kalau sudah jadi kain, mereka jual lagi ke saya. Karena saya juga bantu mereka,” katanya.

Asumta juga tidak lupa menenun. Bila waktu senggang, dia menghabiskan waktu untuk tenun. Ia mendorong generasi muda ketimbang menghabiskan waktu dengan gadget.

“Ini identitas kita. Coba kita belajar dan menjaga nilai yang diwariskan lewat tenun,” pesan Asumta.

TERKINI
BACA JUGA
spot_img
spot_img