Ende, Ekorantt.com – Bupati Ende Yosef Benediktus Badeoda meninggalkan ruang paripurna di tengah rapat hak interpelasi DPRD sedang berlangsung pada Rabu, 17 Desember 2025.
Sidang tersebut membahas kebijakan bupati Nomor 10 Tahun 2025 yang mengubah Perbup Nomor 126 Tahun 2024 tentang Penjabaran APBD Tahun 2025.
DPRD menduga kebijakan pergeseran APBD Tahun 2025 dilakukan sepihak oleh Bupati Yosef. Kebijakan tersebut menjadi biang kericuhan saat anggota DPRD meminta penjelasan bupati.
Wakil Ketua DPRD Ende, Flavianus Waro mengatakan, sidang tersebut tidak dilanjutkan lantaran bupati memilih meninggalkan ruangan.
Akibatnya, empat fraksi mengajukan hak angket. Hak angket adalah proses penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah yang diduga melanggar peraturan perundang-undangan.
“Usulan teman-teman, usulan masing-masing fraksi dengan dinamika yang ada. Ada beberapa fraksi mengusulkan untuk hak angket,” ungkap Flavianus.
Adapun empat fraksi yang mengajukan hak angket yakni Fraksi PKB, Fraksi Nasdem, Fraksi Golkar, dan Fraksi PSI.
Semantara fraksi gabungan dan Fraksi PDI-P meminta lembaga dewan mengundang bupati untuk meminta penjelasan terkait Perkada Nomor 10 Tahun 2025.
“Fraksi Hanura memilih abstain,” ucap dia
Terkait dengan hak angket, pihaknya akan mengagendakan melalui musyawarah Bamus (Badan Musyawarah) DPRD Ende.
Ketua Fraksi Golkar, Megi Sigasare mengusulkan hak angket kepada Bupati Ende Yosef Benediktus Badeoda. Hak angket ini diajukan mengingat hak interpelasi DPRD tidak berjalan dengan baik.
“Kami sepakat dengan Fraksi PKB dan Fraksi Nasdem untuk dilanjutkan ke tahap hak angket sesuai dengan prinsip perundang-undangan yang berlaku,” ujar Megi.
Hal ini menurutnya, untuk kebaikan bersama dan kepentingan masyarakat Kabupaten Ende. Sehingga tidak ada lagi hal-hal yang akan menimbulkan kegaduhan.
Megi mengatakan, sidang interpelasi yang gagal dilaksanakan itu merupakan momen penting bagi lembaga DPRD untuk mengetahui jawaban Bupati Yosef terkait dengan kebijakannya tentang Penjabaran APBD 2025.
Menurut Megi, Perkada Nomor 10 Tahun 2025 yang dilakukan bupati tersebut cacat hukum lantaran tidak melalui persetujuan DPRD Ende.
“Setelah kami menyimak, laporan hasil LHP BPK justru yang tercantum di APBD awal penerimaan pembiayaan itu nol. Tetapi sesudah perubahan dengan perkada ini jumlahnya Rp1,99 miliar,” tutur Megi.
“Total dana silpa kita ada Rp13 miliar sekian. Maka, pertanyaan kami dimanakah disembunyikan yang Rp11 miliar sekian itu.Tapi sayangnya Hhl ini tidak bisa terjawab dengan efektif,” tambahnya.
Megi berkomitmen Fraksi Golkar akan terus melakukan pengawasan dan menjalankan fungsi kontrol DPRD kepada penyelenggaraan Pemerintah Kabupaten Ende agar segala kebijakan sesuai dengan amanah dan perintah regulasi.













