GMNI Nilai Aksi Anggota DPRD Ende Lempari Lambang Garuda Pancasila Cederai Marwah NKRI

Menurut Yakob, tindakan yang dilakukan oleh anggota DPRD Ende tersebut tidak bisa dibenarkan. Sebab, pasalnya, lambang negara merupakan simbol persatuan yang mesti dijaga dan dihormati dengan penuh kehati-hatian.

Ende, Ekorantt.com – Organisasi mahasiswa GMNI menilai aksi Mahmud Jegha, anggota DPRD Ende, yang melempari lambang negara Garuda Pancasila dengan papan nama sebagai tindakan yang mencederai marwah NKRI.

“Dinamika pada sidang paripurna hak interpelasi DPRD Ende yang berujung pada melemparkan papan nama ke lambang negara oleh anggota DPRD Ende merupakan tindakan yang mencederai marwah negara Indonesia khususnya lembaga perwakilan rakyat Ende,” kata aktivis GMNI NTT, Yakobus Madya Sui kepada Ekora NTT, Kamis, 18 Desember 2025.

Menurut Yakob, tindakan yang dilakukan oleh anggota DPRD Ende tersebut tidak bisa dibenarkan. Sebab, pasalnya, lambang negara merupakan simbol persatuan yang mesti dijaga dan dihormati dengan penuh kehati-hatian.

Sekretaris DPD GMNI ini menegaskan, burung Garuda Pancasila yang digantung itu sama halnya dengan Bendera Merah Putih.

Untuk mengibarkan Bendera Merah Putih, banyak pejuang bangsa tertembak mati oleh bangsa colonial, kata Yakob.

“Lambang negara bisa digantung dengan bebas itupun penuh dengan perjuangan baik fisik maupun buah pemikiran filsafa oleh para bapa bangsa Indonesia yang wajib dijaga dengan sungguh dan penuh kehati-hatian karena apa yang dilakukan hari ini menyayat hati masyarakat,” ungkap Yakob.

Senada dengan Yakob, Sekretaris DPC GMNI Cabang Ende, Maria Margareta Gego mengecam tindakan anggota DPRD Ende tersebut.

Menurutnya, tindakan tersebut tidak hanya mencederai etika kelembagaan dan marwah lembaga perwakilan rakyat, tetapi berpotensi melukai nilai luhur kebangsaan yang menjadi fondasi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Maria berkata, burung Garuda Pancasila bukanlah sekadar atribut administratif negara melainkan simbol ideologis yang memuat jiwa, semangat, dan cita-cita revolusi nasional Indonesia yang lahir dari pergaulan panjang rakyat tertindas.

Burung Garuda juga menjadi penegas kedaulatan bangsa atas segala bentuk kekuasaan yang sewenang-wenang, kata Maria.

Karena itu, Maria menilai, tindakan yang merendahkan atau memperlakukan simbol negara secara tidak pantas terlebih yang terjadi di ruang resmi pemerintahan merupakan tindakan yang mencederai konstitusi, mengkhianati amanat penderitaan rakyat, serta bertentangan secara frontal dengan semangat Pancasila.

“Tindakan ini tidak dapat dibenarkan baik secara moral, etika politik, dan hukum,” tegas Maria.

Maria menambahkan, perbedaan pandangan politik, dinamika demokrasi serta ketegangan dalam proses sidang paripurna merupakan hal yang wajar dalam sistem demokrasi.

Namun, seluruh proses tersebut harus dijalankan dalam koridor etika, kedewasaan politik, dan penghormatan terhadap simbol-simbol negara, sehingga tidak menimbulkan preseden buruk bagi pendidikan politik rakyat serta generasi muda di daerah ini.

GMNI Cabang Ende menilai bahwa peristiwa ini bukan hanya sekadar insiden emosional dalam dinamika sidang, melainkan merupakan potret krisis ideologi dan kegagalan moral kaum elit politik lokal dalam memahami makna demokrasi yang beradab.

“Demokrasi sejati tidak pernah lahir dari sikap anarkis, simbolik yang merendahkan negara, maupun sikap politik yang miskin kesadaran historis dan tanggung jawab kebangsaan,” kata Maria.

Ia menegaskan, GMNI Cabang Ende mendesak pertanggungjawaban terbuka, baik secara moral, etika maupun hukum terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam peristiwa tersebut tanpa pandang bulu.

GMNI juga menuntut agar pimpinan DPRD Ende dan aparat penegak hukum tidak bersikap kompromistis, tidak melakukan pembiaran politik, serta tidak menormalisasikan tindakan yang jelas-jelas merendahkan simbol negara. Pembiaran semacam itu hanya akan melanggengkan budaya kekuasaan yang arogan, anti rakyat, dan anti nasionalisme.

“Kami menegaskan bahwa kekuasaan politik sejatinya adalah alat pengabdian kepada rakyat marhaen, bukan panggung untuk mempertontonkan ego, amarah, dan kepentingan sempit yang berjuang pada pelecehan terhadap simbol-simbol negara yang diperjuangan dengan darah dan air mata oleh para pendiri bangsa,” tandas Maria.

Mohon Maaf

Terpisah, Anggota DPRD Kabupaten Ende Partai Demokrat, Mahmud Jegha, Kamis, 18 Desember 2025 menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat secara umum.

“Kepada masyarakat saya minta maaf atas peristiwa yang terjadi. Jujur secara pribadi saya tidak ada niat untuk merusak lambang negara,” ungkapnya.

Pria yang akrab disapa Bento ini kembali menegaskan bahwa sama sekali tidak berniat untuk melempar lambang burung Garuda yang dipajang dalam ruang paripurna DPRD Ende.

Bento mengaku kaget papan nama yang dilempari itu mengenai lambang burung Garuda.

Ia mengatakan, seharusnya, tujuan lempar ke arah pimpinan yang dinilainya tidak ada tegas memimpin rapat interpelasi yang berujung ricuh.

“Itu semata-mata emosional, karena melihat situasi dengan kegaduhan itu terus secara refleks, spontanitas, langsung mengambil papan nama itu untuk arahkan ke depan pimpinan,” pungkasnya.

“Jujur saya juga kaget pada saat mengenai ternyata, apa yang saya arahkan papan nama ke depan pimpinan itu ternyata mengarahnya ke lambang burung Garuda.”

Ia mengaku tidak ada niat dengan sengaja untuk melakukan pelemparan atau merusak lambang negara.

TERKINI
BACA JUGA
spot_img
spot_img