Borong, Ekorantt.com – Dua wartawan media online di Kabupaten Manggarai Timur, Marianus Iren Antus dan Ignasius Tulus melaporkan seorang petani berininsial AR ke Polres setempat pada Jumat(2/10/2020). Menurut Iren Antus, AR dilaporkan dengan tudingan telah melecehkan tugas jurnalis.
Iren Antus, wartawan Jendelaindonesia.com mengatakan, pada Rabu, 30 September 2020, sekitar pukul 09.00 Wita, ia bersama Ignasius Tulus, wartawan Floreseditorial.com mendatangi kantor Desa Bangka Kantar untuk wawancara kepala desa.
“Sebelum saya dan kawan saya Ignas mewawancarai Kades, ada tamu yang Pemdes harus layani dan kami menunggu. Setelah Kades ada waktu, kita langsung wawancara” kata Iren kepada Ekora NTT pada Minggu (4/10) malam via pesan WhatsApp.
Menurutnya, AR datang kemudian. “Awalnya saya tidak tahu AR itu siapa. Dia sempat menunggu,” ujar Iren.
Iren mengatakan, sementara mereka mewawancarai Kepala Desa Bangka Kantar, tiba-tiba AR langsung potong pembicaraan dan meminta wartawan untuk menunjukkan kartu pers dan surat tugas.
“Menurut saya dia tidak punya hak. Lantas AR adalah tamu bukan narasumber saya,” ungkapnya.
Iren mengatakan, atas dorongan AJO (Aliansi Jurnalis Online) Manggarai Timur, ia melaporkan kasus itu ke Polres Manggarai Timur, dengan tujuan ada efek jerah bagi AR.
“Dan kiranya dengan langkah ini peristiwa seperti ini tidak terulang,” katanya.
Iren sempat meminta Ekora NTT untuk mengonfirmasi kasus itu ke AJO Manggarai Timur.
Namun Ekora NTT menolak karena Iren tidak menjelaskan posisi AJO dalam kasus tersebut sebagai apa.
Pernyataan Iren dalam wawancara dengan Ekora NTT juga berbeda dengan isi laporan Polisi yang ia buat.
Dalam surat tanda terima laporan dari pihak Polres Manggarai Timur nomor STPL/37/X/2020/Res M’rai Timur tanggal 02 Oktober 2020, yang salinannya diperoleh Ekora NTT, dituliskan bahwa Iren melaporkan AR dengan tuduhan menghalangi tugas Pers atau Wartawan dalam peliputan berita, bukan melecehkan tugas jurnalis.
“Yang mana pada saat korban sedang wawancara dengan nara sumber, pelaku langsung menghalangi kegiatan wawancara tersebut sehingga korban tidak dapat melanjutkan wawancara tersebut dan sempat adu mulut dengan pelaku,” demikian kutipan surat tersebut.
Sementara itu, AR, petani yang dituding melecehkan tugas kedua Jurnalis itu, dalam wawancara dengan Ekora NTT mengatakan, ia kaget dengan pemberitaan beberapa media online yang terkesan menyudutkan dan tanpa melakukan konfirmasi kepadanya.
AR mengatakan, ia mendatangi Kantor Desa Bangka Kantar pada Rabu, 30 September 2020, karena sedang melaksanakan urusan penting.
“Saya ke sana karena butuh tanda tangan kades dalam surat hibah tanah untuk kami punya kelompok tani. Dan waktu itu saya memang butuh cepat,” katanya melalui sambungan telepon seluler, Senin (5/10) pagi.
Tiba di kantor Desa Bangka Kantar, AR mengaku, melihat dua orang tamu sedang berdialog dengan kepala desa di dalam kantor. Melihat itu, ia kemudian memilih untuk menunggu.
“Saya sudah tunggu lama, sekitar 30 menit. Karena teman anggota kelompok terus mengontak saya agar cepat, saya minta waktu Kades dan tanya kepada dua orang yang ternyata wartawan. Saya memang tanya mereka dua, apakah mereka wartawan atau masyarakat biasa karena saya juga butuh Kades,” jelasnya.
Pertanyaan AR memicu perdebatan. Kedua wartawan itu kemudian menunjukkan identitas mereka.
Padahal, kata AR, ia tidak pernah bermaksud untuk melecehkan atau mengahalangi tugas wartawan.
“Saya tanya itu karena saya tidak tahu mereka. Saya juga tidak paksa atau rebut mereka punya kartu pers atau alat kerja mereka. Mereka tunjuk sendiri itu kartu pers,” kisahnya.
Setelah perdebatan itu, lanjutnya, ia menyampaikan permintaan maaf.
“Waktu itu saya juga sadar mungkin saya khilaf atau saya salah makanya saya minta maaf walaupun tidak dihiraukan. Salah satu dari dua wartawan keluar dan telepon lapor ke orang di telepon kalau saya halangi kerja mereka,” ungkapnya.
Ia kemudian pamit pulang setelah dokumennya ditandatangani oleh Kades Bangka Kantar.
Menurutnya, saat ia hendak pulang, salah seorang wartawan menanyakan dokumen yang ia bawah.
“Saya tidak mau jelaskan dokumen apa karena itu bukan urusannya dia, dia tanya saya kerja di mana, saya jawab saya penganggur, karena bukan urusan dia,” katanya.
AR tidak menyangka kejadian di kantor desa itu berbuntut panjang. Sore hari, seorang temannya mengirimkan berita terkait kejadian di kantor desa tersebut. Berita itu tersebar luas di media sosial Facebook.
“Saya terkejut karena tiba-tiba berita beredar saya seolah-olah melakukan kejahatan besar. Istri saya juga ikut baca dan menangis serta memarahi saya. Saya benar-benar kaget. Ada berita di Flores Editorial judulnya saya melakukan kriminalisasi, saya benar-benar kaget”,tuturnya.
Ia mengaku bingung dengan tuduhan bahwa dirinya melakukan kriminalisasi terhadap dua wartawan itu.
“Saya ini hanya petani pak, saya bukan siapa-siapa,” katanya.
Ia juga mengaku bingung dengan tuduhan lain yang dipublikasi beberapa media online yang menyebutkan dirinya menghalangi tugas media.
“Saya hanya butuh kepala desa makanya saya minta waktu. Saya tidak menghalangi mereka, toh mereka tetap wawancara. Kecuali saya rampas mereka punya kartu pers atau saya rampas Hp mereka, atau saya intervensi Kades untuk jangan menjawab pertanyaan mereka, itupun saya sudah minta maaf pak, saya hanya petani miskin yang sedang berjuang untuk hidupi keluarga saya,” ungkapnya.
Kini ia mengaku pasrah karena dua wartawan itu telah melaporkan kasus itu ke polisi.
“Saya pasrah pak, kehidupan keluarga saya sekarang terganggu, istri saya selalu menangis setiap membaca berita terkait saya. Hubungan kami dengan orang di luar juga terganggu. Kami malu seolah-olah kami ini penjahat,” ujarnya.
Ia mengaku sangat menghargai tugas wartawan. “Tetapi kalau begini kami bingung, apakah wartawan tidak bela orang kecil macam kami ini?” katanya.
“Kalau esok-esok saya dipanggil Polisi saya siap hadap walaupun saya harus lepaskan aktivitas utama saya,” imbuhnya.
Meski demikian, AR mengaku jika situasi keluarganya berantakan karena dibayangi pemberitaan yang beredar, ia akan melakukan perlawanan dan melapor balik media yang menurut dia merugikan dirinya dan keluarga.
“Saya bukan orang berada, tapi kalau keluarga saya terus berantakan karena pemberitaan, saya akan berusaha melawan. Saya juga punya hak sebagai warga Negara meski saya bukan siapa-siapa,” tutupnya.
Adeputra Moses