Larantuka, Ekorantt.com – Yustinus Kia dan Maria Goreti tampak putus asa. Merindukan buah hati selama tujuh tahun terjawab. Penantian terhadap buah hatinya memang terwujud, sayangnya bayi itu partus sebelum waktunya. Perkiraan dokter harusnya lahir Mei 2019. Anak laki-laki itu diberi nama Lukas Paulus Labi. Ia lahir 11 Maret 2019. Antara gembira dan sedih pasangan suami istri itu pasrah. Operasi cesarnya berjalan sukses. Sang bayi selamat. Namun kecemasan berlanjut menghantui keduanya.
“Lihat anak saya dalam tabung, saya rasa hati hancur sekali. Tuhan semoga anak saya baik-baik. Kami sudah lama menantikannya,” begitu kata Yustinus mengenang saat-saat kelahiran buah hatinya itu.
Bayi dengan sapaan Pablo itu akhirnya boleh lepas dari tabung. Para medis bilang sudah bisa kembali ke rumah. Kondisinya memang membaik toh kecemasan tetap menghantui Yustinus dan Maria. Bulan pertama sampai jelang usia setahun tumbuh kembang bayi ini bagus, setidaknya begitu menurut bidan desa dari Desa Hokeng Jaya, Kabupaten Flores Timur tempat keduanya berasal.
Pada usia setahun berjalan kondisi Pablo menurun. Bidan desa dan pihak desa sigap turun tangan.
“Kondisinya baik tapi anak itu sudah masuk kategori stunting. Daya tumbuh kembangnya melambat,” ujar Yustinus.
Pihak desa lalu sigap turun tangan ikut menangani Pablo.
Antonia Sogen, Bidan Desa dari Desa Hokeng Jaya pada Sabtu, 20 Maret 2021 menjelaskan program gempur stunting dengan melibatkan berbagai unsur membuahkan hasil yang sukses di Desa Hokeng Jaya. Jika sebelum-sebelumnya banyak orang tua yang masa bodoh dengan tumbuh kembang anaknya kini sejak ada gempur stunting langsung berbeda suasananya.
Ania, sapaan dari Antonia secara khusus memberikan catatan bahwa perhatian untuk anak yang stunting dilaksanakan selama 90 hari. Biasanya selama 90 hari itu langsung berdampak adanya perubahan. Tetapi ada juga fakta setelah lepas dari pantauan pihak desa, ada yang menurun sehingga kadang tim dari desa dituntut untuk bekerja ekstra.
Adanya Program Gerobak Cinta jadi penopang tidak hanya bagi Pablo tapi juga sekian ribu anak-anak bayi Flores Timur. Pablo yang lahir prematur itu kini sudah berusia dua tahun dengan kondisi sehat bugar dan ceria. Berat badannya saja kini 10 kilogram lebih.
“Ini program bagus sudah nyata hasilnya hanya perlu kerja ekstra bidan desa dan pihak perangkat desa,” tambah Nia lagi.
Stunting di Flores Timur
Yayasan Pengkajian dan Pengembangan Sosial (YPPS) mencatat pada tahun 2016 angka stunting atau ukuran tubuh pendek di Kabupaten Flores Timur sangat tinggi. Dari 20.000 bayi dan balita, 36 persennya mengalami stunting. Potensi bayi lahir setiap tahun di kabupaten paling timur Pulau Flores ini mencapai 400 orang.
Sementara menurut Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Flores Timur, dr. Oggie Silimalar jumlah yang stunting paling banyak berada di Kecamatan Adonara Barat. Setelah diteliti ternyata hampir semua bayi di bawah dua tahun kecacingan. Timnya menemukan sekitar 70 persen bayi itu punya cacing di dalam tinja.
YPPS dan Dinas Kesehatan pun berkomitmen menekan angka stunting. Bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Flores Timur aksi untuk gempur stunting pun dimulai.
Program ‘Gempur’ (Gerakan Memanfaatkan Pangan Lokal untuk Mereduksi Stunting) dari YPPS khusus dalam orientasi pemanfaatan pangan lokal seperti sorgum dan kelor digiatkan selain gerakan makan ikan dan telur puyu.
Melki Koli Baran, Direktur YPPS pada Jumat, 19 Maret 2021 menjelaskan awal mulai program ini di 36 desa yang sudah masuk zona merah stunting. Jumlah ini dari total 250 desa dan kelurahan yang ada di Kabupaten Flores Timur.
“Angka stunting di NTT pada tahun 2017 itu mencapai 41 persen dan di Kabupaten Flores Timur sendiri itu sekitar 44 persen. Kami berpikir ini harus ada gerakan bersama untuk perbaikan gizi,” ujarnya.
Gempur Stunting dengan Gerobak Cinta
Menurut Melkior Koli Baran, persoalan stunting sebelumnya hanya dilihat sebagai bagian khusus dari tugasnya Dinas Kesehatan Flores Timur. Hal ini harus diubah. Kesehatan harus menjadi tanggung jawab semua orang. Termasuk YPPS.
“Beberapa tahun sebelumnya stunting tinggi sekali itu wajar karena masih dilihat sebatas layanan dari dinas kesehatan. Misi kami sebagai lembaga swadaya masyarakat adalah stunting harus menjadi isu pembangunan di Flores Timur,” tegas Melkior.
Tahun 2017 Bupati Flotim terpilih, Anton Hadjon pun bertekad dalam periode kepemimpinananya bersama Wakil Bupati, Agustinus Payong Boli memberantas stunting. Pemkab Flores Timur pun membangun kemitraan bersama YPPS untuk lebih serius dalam penanganan stunting.
Dengan nama Gerobak Cinta, gempur stunting pun mulai dideklarasikan pada 16 November 2018.
Gempur stunting dengan Gerobak Cinta memotivasi para ibu agar lebih proaktif dalam pelayanan kesehatan bagi buah hatinya. Pola hidup sehat dan memberi pangan lokal melalui sorgum dan kelor pun dilakukan. Gereja lokal Keuskupan Larantuka pun ikut dalam kemitraan jejaring tersebut.
Jadilah pelaksanaan gempur stunting ini berada dalam tiga peran lembaga besar, ada Pemkab Flores Timur, YPPS dan Gereja Lokal Keuskupan Larantuka.
Perjalanan setahun Gerobak Cinta langsung membuahkan hasil yang menggembirakan. Pada tahun 2017 sebelum adanya Gempur Stunting dengan Gerobak Cinta, jumlah bayi dan balita stunting di Flores Timur berjumlah 5.553 atau 32,23 persen.
Pada tahun 2018 ketika dimulainya Gerobak Cinta, jumlah bayi balita stunting turun lagi menjadi 4.999. Dan pada tahun 2019-2020, jumlah bayi dan balita stunting menurun lagi 3.974 atau 22,7 persen.
Ketua PKK Desa Boru, Siti Hayon menjelaskan bahwa pihaknya memang menjalankan secara maksimal gempur stunting. Belum genap satu tahun berjalan masalah stunting di Desa Boru pun langsung menurun drastis.
Bayi yang mengalami stunting pada 2019 ada 8 orang. Sedangkan pada tahun 2020 turun menjadi 5 orang.
Menurut Siti, gerobak cinta yang dinamakan untuk menggempur masalah stunting mengandung spirit pelayanan kepada anak-anak penderita stunting. Pihaknya menyiapkan aneka menu mulai dari nasi, lauk segar sampai dengan jus kelor dan buah-buahan segar yang wajib dikonsumsi.
“Aneka menu makanan ini dimasak oleh tim dari PKK dan Posyandu, lalu diantar dengan semangat cinta kepada anak-anak yang mengalami stunting. Kami menemani makan bersama dengan anak-anak dan orang tua. Semuanya kami lakukan dengan penuh kasih,” urai Siti dengan bangga.
Menurut Siti, Gerobak Cinta sungguh sangat membahana gemanya sejak dideklarasikan pada penghujung tahun 2018.
Bupati Flores Timur, Antonius Hajon pun mengemukakan pelaksanaan stunting yang langsung membuahkan hasil tersebut karena saling kerja sama berbagai pihak terlebih pemerintah desa dalam mengintervensi ketidakseimbangan pertumbuhan.
Menurut Anton, stunting menjadi perhatian serius selain penanganan Covid-19. Sama halnya dengan pencegahan Covid-19 melalui peningkatan imunitas tubuh melalui suplai makanan berizi seimbang, maka mengatasi stunting juga melalui makanan gizi dan seimbang.
Termasuk meningkatkan pembagian bantuan makanan di sejumlah wilayah yang terdampak gizi buruk. Pemkab Flores Timur, kata Anton, juga menggerakkan ibu-ibu PKK untuk terlibat aktif dengan memberikan penyuluhan dan edukasi terkait pengolahan makanan bergizi dan seimbang.
“Target kami adalah tahun 2022 muda-mudahan zero stunting di Flores Timur tercapai,” tutupnya.