Larantuka, Ekorantt.com – Kabupaten Flores Timur tidak hanya dikenal karena pariwisata berupa desa adat Kampung Lewokluok, tradisi Semana Santa atau pun destinasi wisata lainnya tetapi juga gugusan pulau-pulau kecil di wilayah pesisir selatan.
Jejeran pulau-pulau kecil yang tak berpenghuni itu jadi magnet tersendiri bagi wisatawan domestik maupun asing dan terlebih para nelayan pencari ikan.
Masyarakat Lewotobi dan Lewouran, Kecamatan Ile Bura tentu menghafal betul nama lima pulau kecil di ujung Pulau Solor itu.
Sebut saja namanya, Nuha Belen, Nuha Belopo, Nuha Bola, Nuha Kowa, dan Nuha Witi.
Uniknya, di salah satu pulau itu terdapat gua, tempat bersarangnya burung walet.
Gua tersebut terletak di pulau besar atau biasa disebut Nuha Belen. Di Nuha Belen inilah bersarang burung walet.
Burung walet merupakan salah satu spesies burung berwarna hitam, dengan sayap meruncing dan berekor panjang. Burung ini biasanya menghuni gua atau ruangan besar. Burung walet atau Apodidae memiliki sarang yang mengandung antioksidan yang tinggi serta berbagai vitamin dan mineral.
Tidak salah lagi, banyak orang selalu berburu sarang burung walet karena memang harga pasarannya sangat mahal. Diperkirakan harganya mencapai Rp20 juta/kg.
Bartolomeus Muda, Salah satu warga dusun Lewouran, Desa Lewotobi, Kecamatan Ile Bura, pun angkat bicara terkait gua tersebut.
Ia menuturkan bahwa warga setempat menjadikan pulau itu sebagai tempat berburu ikan dasar, ikan tongkol, dan ikan ekor kuning.
Letak pulau yang berada persis di putaran arus sekitar Selat Lewotobi dan Pulau Solor menjadikan lokasi ini penuh dengan aneka jenis ikan.
Setiap orang yang bertandang ke pulau itu, dan ingin melihat gua dari dekat bisa berlayar dengan perahu dengan jarak tempuh 30 menit lamanya.
Pulau Nuha Belen, memang sedikit lebih besar dari empat pulau yang lainnya. Bahkan, seluruh sisinya hanya terdapat bebatuan saja.
“Batu semua seluruhnya. Hanya ada rumput dan akar-akar,” cerita Bartolomeus Muda, yang sempat beberapa kali mengunjungi gua di pulau tersebut.
“Sebenarnya tujuan utama kami adalah mancing ikan. Tapi kami singgah untuk lihat-lihat gua itu,” tambahnya.
Bertolomeus berkisah, di bagian dalam gua terdapat bebatuan cadas yang besar dan ada beberapa lubang atau mulut gua yang amat dalam.
Situasi gua yang gelap dan sedikit menantang tak membuat mereka takut. Karena mereka yakin pulau itu bagian dari mereka mencari ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
“Jadi kita hati-hati masuk ke dalam. Gelap sekali. Kita harus pakai senter. Batu-batu besar. Lubang besar itu sampai ke dasar,” katanya.
Selain situasinya agak gelap, ketika mereka menjelajahi isi gua, mereka harus mengutus seseorang untuk menjaga mulut gua.
Soalnya, gua itu boleh dimasuk saat air laut surut. Saat air laut sudah mulai pasang, ia segera memberitahukan teman-temannya untuk pulang.
“Rasanya bahagia sekali ketika masuk di dalam. Dingin, sejuk dan adem,” ungkapnya.

Di sekitar mulut gua itu, kata Bartolomeus, ada sarang burung walet dan ular.
Meski demikian mereka tidak pernah merasa takut sedikit pun. Bagi mereka itu hal yang biasa. Kalau menemukan sarang burung walet maka diambil dan dibawa ke rumah untuk dimasak campur dengan bubur. Masyarakat di sekitar kampung di Desa Lewotobi percaya bahwa sarang burung walet yang dicampur dengan makanan dapat menyembuhkan berbagai penyakit dan baik untuk kesehatan.
“Kalau di Flores Timur, pemasarannya kan kita tidak tahu. Jadi ada yang bawa pulang dicampur bubur dan dimakan. Khasiatnya menyembuhkan berbagai penyakit. Setahu saya di daerah lain, satu kilo harganya 20-an juta,” jelasnya.
Eksotiknya Pulau Nuha Belen sempat membuat Bupati Flotim, Hengki Mukin (1994-Januari 2000) pernah menempatkan orang untuk menjaga pulau tersebut dengan alasan pulau ini sangat berharga karena menjadi tempat bersarangnya walet.
Namun, kisah itu tidak terdengar lagi belakangan ini. Meski demikian, Bertolomeus sebagai orang yang pernah mengunjungi gua tersebut memiliki kesan yang menarik.
Menurutnya, ketika tiba dan memasuki gua di pulau ini pun tak perlu ada ritual khusus. Intinya tak boleh ada niat jahat. Warga di kampungnya selalu menjadikan lokasi ini sebagai tempat untuk mencari ikan. Lebih jauh, Bartolomeus juga menuturkan, anak-anak muda termasuk dirinya sering mencari ikan di situ. Kalau angin dan ombak cukup sulit mereka rapatkan perahu dan tidur di pulau itu.
“Kami sudah terbiasa ke sana. Tidak ada yang seram atau menakutkan,” tandasnya .
Yurgo Purab