Meski Omzet Menurun, Penenun di Watublapi Masih Setia Gunakan Pewarna Alam

Maumere, Ekorantt.com – Meski usaha dan pendapatan hasil tenun menurun akibat Covid-19, para ibu-ibu di Sanggar Watubo-Watublapi masih setia menggunakan pewarna alam. Sebab menurut mereka, karya berbahan alam itu menjadi ciri khas dan sudah menjadi warisan turun temurun.

“Tenun ikat dari Sanggar Watubo sudah populer karena seluruh pengerajinnya menggunakan bahan pewarna alami untuk produksi kain-kain tenun,” kata Ketua Sanggar Watubo Rosvita Sensiana (37) kepada Ekorantt.com, Rabu (02/02/2022).

Ia menegaskan sejak Sanggar Watubo berdiri pada 2014 dan sampai kapanpun, mereka berkomitmen akan tetap menggunakan warna alam yang merupakan nafas dan hidup Sanggar Watubo.

Sebab, penggunaan warna alami akan berdampak pada harga jual meski proses pembuatan lebih lama dibanding memakai pewarna kimia atau sintetis.

“Kadang para wisatawan mempertanyakan mengapa harga kain tenun dari kelompok tenun Watubo mahal. Saya memberi alasan harga kain tenun yang dihasilkan dari pewarna alami harganya lebih mahal dari pewarna sintetis. Juga untuk menghasilkan selembar sarung memakan waktu 6 bulan dan untuk harga tergantung ukuran dan kerumitan motif,” kata Ros.

Ros mengakui dampak terpaan pandemi Covid-19 sangat berpengaruh terhadap aktivitas pariwisata hingga menurunnya pendapatan usaha kelompok tenun ikat Sanggar Watubo.

Benang-benang yang sudah diberi motit sedang proses pewarna alam di Sanggar Watublo-Watublapi (Foto : Dok Sanggar Watublo)

“Selama masa pandemi Covid-19, omzet penjualan menurun jauh. Kunjungan wisatawan tidak ada. Lesuh pembeli. Tetapi sanggar tetap eksis karena dasar kekeluargaan yang membuat kami kokoh walau hadapi masa-masa sulit,” ungkap Ros.

Sejak Covid-19 merebak, daya jual tenun ikat menurun drastis. Bahkan sebulan hanya peroleh Rp 2 juta dari sebelumnya Rp 10 juta hingga Rp 15 juta.

“Kami ada 25 anggota. Sekarang masih tunggu pemerintah membuka akses bagi wisatawan luar negeri sehingga sebagian bisa menenun lagi. Sekarang mereka masih sibuk berkebun,” ujar Ros.

Saat kilas balik, Ros mengaku bangga karena tenun dari Sanggar Watubo dengan pewarna alami ini menjadi daya tarik peserta dan delegasi pada pertemuan tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) Bank Dunia tahun 2018 di Nusa Dua-Bali.

“Saya sangat bangga ketika Sanggar Watubo mengikuti pameran seni dan kerajinan Paviliun Indonesia di Nusa Dua-Bali dan menarik perhatian peserta dan delegasi pertemuan IMF memacu kelompok tenun Watubo untuk tetap mempertahankan dan melestarikan tenun dengan pewarna alami,” ungkapnya.

Selama rentang waktu 8 tahun Sanggar Watubo mengikuti berbagai pameran baik di tingkat daerah, provinsi dan nasional hingga promosi lewat media sosial.

“Jadi Watubo mengandung makna biar sekeras atau seberat apapun kita harus kuat dan tetap bernafas dan hidup,” ungkap Ros sekaligus menjelaskan makna Watubo sebagai nafas atau nyawa kehidupan.

Yuven Fernandez

spot_img
TERKINI
BACA JUGA