Maumere, Ekorantt.com – Konstruksi bambu semen untuk pembanguan rumah warga kini jadi perhatian pemerintah Kabupaten Sikka.
Kepala Dinas Pemerintahan Desa (PMD) Kabupaten Sikka, Robert Ray, kepada Ekora NTT dua pekan lalu, mengemukakan bahwa dinas menganjurkan desa-desa di Kabupaten Sikka memberikan bantuan pembangunan rumah kepada warga dengan konstruksi yang dibangun adalah konstruksi bambu-semen.
Menurut Robert Ray, konstruksi bambu-semen selain bertahan sampai dengan puluhan tahun juga ramah terhadap bencana.
“Konstruksi bambu-semen ini sudah ada penelitiannya bahwa terbukti sangat kuat dan bertahan puluhan tahun jadi bagus sekali kalau rumah warga dikerjakan dengan konstruksi ini”.
Lebih jauh, Robert juga mengemukakan bahwa konstruksi ini sangat murah dan Kabupaten Sikka punya sumber daya alam ketersediaan bambu yang berlimpah.
Roby Nong, Staf Pelaksana Dinas PMD Kabupaten Sikka juga mengemukakan, untuk tahun 2019 ini, ada 20 desa yang membangun rumah dengan konstruksi bambu-semen dan alokasi anggarannya diambil dari dana desa.
Tahun depan setiap desa didorong untuk membangun minimal 10 rumah. Sementara target yang dipatok dinas terkait berjumlah 1470 unit bangunan rumah berkonstruksi bambu-semen, sehingga rumah tidak layak huni di Kabupaten Sikka berkurang.
Menurut Roby, rumah yang dibangun ini umumnya berukuran 5×7 meter.
Keunggulan dari rumah konstruksi bambu-semen adalah tahan gempa. Cocok untuk wilayah Kabupaten Sikka.
Konstruksi ini pun ramah lingkungan. Bambu yang sudah dipotong pasti akan tunas, tumbuh dan berkembang lagi.
“Kalau sekarang buat batu bata saja tanah pakai beli. Terus lubang galian muncul dimana-mana. Harga batu bata juga terus merangkak naik. Saat ini harga batu-bata saja Rp600/buah. Bisa saja lima sampai dengan sepuluh tahun kedepan harganya Rp1000/biji dan bahkan bisa lebih.”
“Jadi, kita bisa buat perbandingannya begini untuk rumah ukuran 5×7 meter membutuhkan sekitar 6000 biji batu-bata. Jika dikalikan dengan harga satu biji Rp 600 maka pengeluarannya sama dengan Rp 3.600.000. Tapi, kalau pakai bambu hanya butuh sekitar 50 batang kali Rp 10.000 (harga petani) maka biaya yang dikeluarkan hanya Rp500.000. Jadi ada penghematan sebesar Rp 3.100.000. Itu baru harga batu-bata. Belum yang lain-lain jadi konstruksi bambu semen ini jauh lebih murah dan bertahan lama,” urai Roby.
Masih menurut Roby, konstruksi bambu-semen ini juga sesuai dengan program Presiden dan diamanatkan dalam Permendesa. Sifatnya adalah pemberdayaan tukang.
“Kalau selama ini para tukang hanya tahu bangun rumah dari batu-bata, maka rumah dengan konstruksi bambu-semen bisa jadi salah satu alternatif yang bisa dikerjakan oleh para tukang,” jelas Roby.
Jonatan Lassa, pakar manajemen bencana dari Charles Darwin University kepada Ekora NTT mengemukakan bahwa konstruksi bambu-semen memang banyak dibangun saat ini. Menurutnya konstruksi ini tantangan hanya api saja, jadi mesti dikembangkan.
Serinus Stefanus (60) punya cerita tersendiri dalam mengembangkan rumah konstruksi bambu-semen di Kota Maumere.
Pada dasarnya rumah model ini, kata Serinus, memanfaatkan bambu sebagai bahan dinding sekaligus rangka rumah yang selanjutnya diplester sehingga menghasilkan kekuatan lebih baik dan tampilannya layaknya rumah tembok biasa.
“Ini menjadi salah satu usaha saya untuk kembangkan potensi yang ada di sekitar kita. Kita bisa buat kulit padi dan batang padi sebagai penggati pasir. Kulit kemiri bisa diolah untuk keramik untuk beton ringan. Bahan alternatif penggati semen seperti tanah dan juga bambu semen untuk menggantikan batu bata dan beton,” tuturnya kepada Ekora NTT beberapa waktu lalu.
Mengembangkan model rumah seperti ini memang tidak mudah. Penerimaan masyarakat jadi salah satu kendalanya. Banyak orang sulit menerima karena contohnya belum lumrah.
“Sulit sekali pengaruhi orang-orang kita. Mereka tidak mudah percaya,” keluh Stefanus. Orang lebih memilih konstruksi tembok biasa karena contohnya banyak daripada rumah konstruksi bambu semen yang masih langka.
Baginya, hal ini biasa. Memulai hal baru pasti kendalanya seperti ini. Untuk itu ia mengawalinya dari rumahnya sendiri. Ia memugar rumahnya dan menatanya kembali dengan konsep rumah bambu semen.
Ia juga terlibat dalam pembangunan beberapa sekolah di Kabupaten Sikka yang didesain menggunakan konstruksi bambu misalnya sekolah Tada, SD Ian, SD Hale, SD Geliting dan juga rumah murah program pemerintah di beberapa desa. Tujuannya untuk memasyaratkan rumah bambu plester ini.
Menurut tamatan STM Nenuk ini, rumah kontruksi bambu bisa jadi alternatif bagi masyarakat . Harganya dapat dijangkau oleh masyarakat kelas menengah ke bawah. Jika dikalkulasikan harga pembangunannya separuh dari rumah tembok biasa.
Selain murah, rumah model ini juga awet. Konstruksi rumah model apa saja, kata Stefanus, bertahan lama sangat bergantung juga pada proses pembuatannya. Kalau pembuatannya asal-asalan pasti hasilnya juga asal-asalan. Tidak bertahan lama.
Rumah model ini diperkirakan dapat bertahan sampai 100 tahun. Dengan konstruksinya yang lebih fleksibel, rumah model ini dapat bertahan jika gempa datang.
Ke depan, jelas alumnus Institut Teknologi Pembangunan Surabaya ini, konstruksi bambu plester ini dapat menjadi salah satu alternatif konstruksi yang patut dikembangkan mengingat potensi bambu kita masih sangat besar. Tentu saja dengan harganya yang murah, awet dan tahan gempa