Oleh: Suroto
Malam ini (6 Januari 2024), saya ditelepon oleh Moat Jano, begitu saya memanggilnya. Dia adalah salah satu tokoh gerakan Koperasi Kredit (Kopdit) atau Credit Union ( CU) di NTT. Seperti biasa, setiap saya kirim postingan tulisan pribadi tentang masalah koperasi atau masalah sosial ekonomi masyarakat, dia langsung berikan komentar atau semacam apresiasi dalam bentuk tulisan balasan melalui WhatsApp.
Nama lengkapnya adalah Yakobus Jano. Dia salah satu perintis dan menjadi ketua salah satu Kopdit di NTT saat ini. Namanya adalah Kopdit Pintu Air. Saat ini dapat dikatakan sebagai Kopdit yang terbesar di NTT. Jumlah anggotanya per Desember 2023 sebanyak 341.254 orang. Total aset sudah lebih dari 2 triliun rupiah. Kopdit ini berdiri pada tanggal 1 April 1995. Dua puluh delapan tahun silam.
Secara keseluruhan dari gerakan Kopdit di NTT meliputi 1,5 juta juta orang anggota dengan total aset sebesar 11 triliun rupiah yang tergabung dalam 264 Kopdit di tingkat organisasi primer dan lima Pusat Koperasi Kredit (Puskopdit).
Dalam gerakan nasional, ada 4,6 juta orang anggota Kopdit, dengan aset tabungan 46 triliun rupiah yang tergabung di 918 Kopdit dan 39 Puskopdit dan dua federasi gerakan di tingkat nasional dan tersebar di setidaknya 20-an provinsi. Ini adalah gerakan sosial ekonomi demokratis terbesar yang dimiliki oleh rakyat dan dikendalikan oleh rakyat Indonesia.
Gerakan besar di Indonesia dimulai oleh seorang Pastor Ordo Jesuit, Albrecht Kariem Arbie pada tahun 1970-an dan telah membuktikan diri bahwa dengan kekuatan keswadayaan, solidaritas, dan pendidikan mereka telah mampu mengangkat derajat kemanusiaan orang Indonesia dan mengangkat masyarakat dari masalah kemiskinan.
Saya dapat katakan bahwa gerakan Kopdit atau CU di Indonesia adalah sebagai sebuah gerakan koperasi yang dapat diandalkan sebagai sebuah koperasi. Gerakan ini menjadi kuat karena digerakkan dengan semangat keswadayaan yang sungguh sungguh sebagai sebuah koperasi dan diatur dengan tata kelola yang profesional.
Mereka membangun gerakan bahkan dengan fondasi pemahaman berkoperasi yang benar melalui pendidikan untuk anggotanya. Mereka menjadikan pendidikan sebagai tagline gerakan: Kopdit dimulai melalui pendidikan, dikembangkan melalui pendidikan dan dikontrol melalui pendidikan anggota. Artinya mereka sungguh sungguh menempatkan anggota atau rakyatnya untuk berpartisipasi secara aktif membesarkan gerakan koperasi.
Gerakan ini mungkin banyak yang tidak tahu. Sebabnya karena mereka memang dari sejak awal menjauh dari intervensi pemerintah dan publisitas. Mereka menyematkan kekuatan keswadayaan dengan membangun kekuatan tabungan masyarakat yang dibangun dengan pendidikan literasi keuangan.
Gerakan ini memang tidak banyak diliput oleh media. Tapi apa yang dilakukannya adalah telah riil membangun kekuatan kemandirian. Dan kedaulatan sejati dengan menjadikan jutaan anggota mereka itu sebagai pemilik dari lembaga mereka dengan hak suara dalam mengambil keputusan organisasi ini adalah satu orang satu suara.
Mereka tidak hanya jadikan demokrasi sebagai slogan, tapi mereka mempraktikkanya dalam keseharian. Mereka menjadikan kedaulatan rakyat sebagai prioritas dengan menempatkan pengurus dan manajemen sebagai pelayan anggota. Mereka menjadikan kedaulatan rakyat dalam tindakan.
Kembali ke soal telepon Moat Jano, kebetulan terakhir saya posting pernyataan di media soal masalah pertanian atau pangan. Dia mengatakan bahwa apa yang saya tulis soal masalah yang dihadapi petani kita itu benar, soal pupuk yang mahal dan langka, soal mafia kartel pangan yang sudah keterlaluan dan lain lain.
Lalu saya katakan secara tegas bahwa sesungguhnya gerakan Kopdit di NTT bisa membangun soliditas gerakan tentu akan dapat melakukan apapun. Termasuk menyelesaikan masalah petani, nelayan, petambak, perajin, dan pedagang kecil. Bahkan merebut kuasa politik dan juga membuat regulasi dan kebijakan yang dapat membantu rakyat kecil dan menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Kekuatan anggota yang begitu besar dan solid, ditambah karya sosial yang riil yang telah dibangun secara mandiri dan penuh keswadayaan oleh seluruh aktivis Kopdit di NTT itu tidak akan mungkin dapat ditembus oleh kekuatan apapun.
Saran saya, sudah saatnya Gerakan Kopdit di NTT terutama untuk membuat sebuah manifesto bersama. Semacam persatuan dan kesatuan tekad gerakan untuk satu gerakan, satu tujuan, dan satu suara untuk demokrasi dan kedaulatan rakyat NTT.
Gerakan tersebut dijadikan sebagai sebuah spirit bersama untuk membangun NTT sebagai provinsi koperasi. Mengembangkan koperasi kredit dan membangun koperasi sektor riil di segala sektor sosial ekonomi. Membangun kekuatan kemandirian ekonomi, kedaulatan politik, dan karakter kebudayaan.
Selama ini mungkin dalam bidang politik praktis, gerakan Kopdit NTT juga masih belum solid. Sudah saatnya GKKI-NTT membangun soliditas untuk perubahan. Jangan titipkan suara kepada mereka yang tak pernah berbuat dan berkarya untuk gerakan.
Jadikan aspirasi anggota GKKI-NTT untuk merebut kursi gubernur, bupati, wali kota, parlemen, dan dan termasuk posisi tawar untuk menyodorkan nama-nama menteri serta jabatan strategis nasional mendatang. Jangan lagi memberikan suara kepada mereka yang selama ini datang meminta-minta tanpa pernah mengabdi dan berkarya untuk gerakan.
Saatnya angkat putra dan putri terbaik dari gerakan untuk duduk di posisi pengambil kebijakan politik, sosial, ekonomi, budaya di NTT dan nasional.
Saya katakan, kalau Gerakan Koperasi Kredit NTT dapat melakukan hal ini, tentu akan jadi barometer dan motivasi Gerakan Koperasi Kredit Indonesia (GKKI) di seluruh Indonesia. Untuk memberikan contoh ke seluruh rakyat Indonesia bahwa kedaulatan rakyat dan pemerintah yang melayani rakyat itu masih ada.
Menjadi kebanggaan rakyat NTT, untuk merebut kedaulatan rakyat Indonesia yang selama ini dikangkangi mafia dan preman. Untuk kejayaan NTT di masa kini dan mendatang.
Penulis adalah Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), CEO Induk Koperasi Usaha Rakyat (INKUR) dan Penulis buku “Koperasi Lawan Tanding Kapitalisme”