Kupang, Ekorantt.com – Masalah perdagangan orang atau human trafficking menjadi salah satu topik penting yang diangkat dalam Musyawarah Komisariat Daerah (Muskomda) Pemuda Katolik NTT di Hotel Neo Aston pada 10-11 Agustus 2024.
Pemuda Katolik berkomitmen untuk terlibat dalam memerangi persoalan perdagangan orang, mulai dari tingkat pusat hingga ke daerah.
Kader Pemuda Katolik NTT, Isto Haukilo bilang, Pemuda Katolik telah bekerja sama dengan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, yang ditindaklanjuti dengan kegiatan sosialisasi di Sumba Barat Daya beberapa waktu lalu.
Pemuda Katolik menganggap bahwa persoalan perdagangan orang sangat urgen untuk dibahas mengingat belum ada titik terang dalam penyelesaiannya.
“Hal ini dinilai sangat urgen karena masih tingginya angka kematian migran yang dipulangkan,” kata Isto.
Puluhan PMI Meninggal
Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Provinsi NTT mencatat 62 Pekerja Migran Indonesia (PMI) non-prosedural dipulangkan dari Malaysia dalam keadaan tak bernyawa sejak Januari hingga 11 Juli 2024.
Dari 62 jenazah PMI asal NTT yang dipulangkan terbanyak adalah dari Kabupaten Malaka yakni 11 jenazah (delapan laki-laki dan tiga perempuan).
Diikuti Kabupaten Belu dengan delapan jenazah (enam laki-laki dan dua perempuan). Selanjutnya Kabupaten Sikka dan Ende masing-masing menerima enam jenazah (lima laki-laki dan satu perempuan).
Kabupaten Flores Timur sebanyak lima jenazah (tiga laki-laki dan dua perempuan). Kota Kupang menerima empat jenazah (tiga laki-laki dan satu perempuan). Kabupaten Sumba Barat Saya menerima empat jenazah (dua laki-laki dan dua perempuan).
Kabupaten Kupang terima tiga jenazah (dua laki-laki dan satu perempuan). Kabupaten TTS tiga jenazah laki-laki. Kabupaten Sumba Barat tiga jenazah (dua laki-laki dan satu perempuan). Kabupaten Nagekeo tiga jenazah laki-laki.
Kabupaten TTU dua jenazah (satu laki-laki dan satu perempuan). Kabupaten Manggarai dua jenazah laki-laki. Sedangkan Kabupaten Ngada dan Sumba Timur menerima satu jenazah laki-laki.
Angka tersebut mendekati setengah dari angka keseluruhan PMI yang pulang sebagai mayat tahun 2023 lalu, yakni sebanyak 159 orang.
Tahun sebelumnya, angka keseluruhan tahunan mencapai 106 orang, dan sepanjang periode 2018 hingga 2022, merujuk data dari Kompas.id edisi 20 Juli 2023, angka itu menyentuh 516 orang.
Bencana Kemanusiaan
Anggota DPRD Provinsi NTT Paulinus Yohanes Nuwa Veto menyebutkan, tingginya kematian PMI menunjukkan kondisi bencana kemanusiaan yang harus segera ditindaklanjuti dan ditangani secara serius oleh pemerintah.
Menurut dia, Pemprov NTT harus melakukan langkah-langkah luar biasa seperti mengevaluasi kembali kebijakan juga kelembagaan yang selama ini menangani masalah perdagangan orang.
“Sudah ada kebijakan tetapi kalau kita melihat angka ini tidak bisa kita tekan. Karena itu harus ada langkah-langkah luar biasa,” tegas Paulinus saat rapat paripurna bersama pemerintah pada Jumat, 19 Juli 2024 lalu.
Rapat tersebut untuk evaluasi kebijakan juga kelembagaan yang menangani Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dikarenakan dari 62 jenazah hanya satu jenazah yang diberangkatkan secara prosedural. Sisanya adalah korban yang diberangkatkan secara non-prosedural.
“Itu berarti mereka ini korban TPPO. Karena itu kami minta evaluasi kebijakan dan juga kelembagaan,” ujarnya.
“(Harapannya) hingga akhir Desember kita berdoa banyak supaya tidak terjadi lagi seperti di tahun 2023 lalu,” sambung Paulinus.
Ketua Lembaga Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia Gabriel Goa pun mengutarakan harapan yang sama agar kasus perdagangan orang terselesaikan.
Karena itu, dia meminta Pemerintah Provinsi NTT dan pemerintah pusat tidak boleh ‘cuci tangan’ di tengah maraknya kasus perdagangan orang.
Ia menduga pemerintah pusat dan pemerintah daerah di NTT lalai dan melakukan pembiaran terhadap para mafia kasus human trafficking.
Bahkan sikap pemerintah tersebut, lanjut dia, masuk kategori pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Apalagi mereka belum menyiapkan sarana dan prasarana sebagai prasyarat menjadi pekerja.
Edukasi Migrasi
Kepala BP3MI Provinsi NTT, Suratmi Hamida berujar, PMI asal NTT yang dipulangkan dalam keadaan tak bernyawa ini diperkirakan masih tetap akan berlangsung ke depan. Pasalnya, jumlah tenaga kerja non-prosedural di Malaysia cukup banyak.
Dia mendorong pemerintah daerah gencar melakukan edukasi migrasi secara aman dan menawarkan solusi kepada masyarakatnya.
Dalam upaya pencegahan, pemerintah harus memfokuskan pembangunan pada peningkatan sumber daya manusia.
“Pembangunan di NTT masih berfokus pada pembangunan fisik ketimbang mengedepankan pembangunan sumber daya manusia,” katanya.
Saat memberikan materi dalam kegiatan Muskomda Pemuda Katolik NTT di Hotel Neo Aston, Sabtu, 10 Agustus 2024, Suratmi berkata, keterlibatan Pemuda Katolik dan pihak lain memang sangat dibutuhkan dalam memerangi masalah perdagangan orang.
“Masalah ini jadi masalah bersama. Oleh karena itu perlu kerja sama dari semua pihak untuk mengatasinya,” ujarnya.
Ia menjelaskan, migrasi orang NTT terutama ke Malaysia cukup tinggi dan itu sudah berlangsung sejak lama.
“Ada yang prosedural namun tidak sedikit juga yang non-prosedural (ilegal), sehingga ketika terjadi masalah di negara tujuan pemerintah sulit memberikan pengawasan yang maksimal,” kata Suratmi.
Menurutnya, motivasi para pekerja migran pergi ke luar negeri adalah untuk mencari uang. Di daerah asal, tidak banyak pilihan pekerjaan.
Suratmi pun meminta pemerintah menyediakan lapangan kerja sebanyak mungkin demi menekan angka perdagangan orang.
Apa Langkah Pemerintah?
Penjabat Gubernur NTT Ayodhia G.L Kalake mengatakan, pemerintah telah merencanakan pertemuan secara komprehensif dengan seluruh stakeholder baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Penanganan masalah TTPO di NTT butuh kerja sama antara pemerintah daerah karena pengiriman tenaga kerja non-prosedural dilakukan dengan cara yang tidak biasa.
Pasalnya, pengiriman tenaga kerja non-prosedural saat ini tidak lagi menggunakan transportasi udara melainkan menggunakan transportasi darat dan laut.
“Kita tidak bisa mencegat mereka di (Bandara) El Tari karena tidak berangkat dengan transportasi pesawat terbang tetapi dengan moda transportasi darat atau laut,” terang Ayodhia.
Antisipasi yang dilakukan adalah meminta pemerintah daerah memfasilitasi atau membekali para tenaga dengan kemampuan atau skill dengan mengikuti pelatihan di Balai Latihan Kerja (BLK).
“Ini menjadi evaluasi kinerja kita. Dan harus temukan solusinya,” tandas Ayodhia.