Ende, Ekorantt.com – Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menaikkan status Gunung Iya, Ende, NTT dari level II (waspada) ke level III (siaga) pada Selasa, 5 November 2024 kemarin.
Menyikapi hal ini, Pemerintah Kabupaten Ende mengadakan rapat koordinasi (Rakor) bersama unsur Forkopimda pada Rabu, 6 November 2024.
“Kegiatan ini dilaksanakan dalam menindaklanjuti perubahan status Gunung Iya yang naik menjadi status waspada,” kata Asisten I Setda Ende, H. Dahlan saat memimpin Rakor.
Kata dia, berbagai situasi bisa saja terjadi. Sebab itu, menurut Dahlan, pemerintah harus secepatnya membuat langkah-langkah strategis untuk mengantisipasi terjadinya sebuah bencana.
“Kita tidak bisa memastikan apakah akan terjadi erupsi atau tidak, tetapi sebagai pemerintah kita harus melakukan mitigasi bencana sehingga tidak ada korban jiwa bila terjadi erupsi,” ujarnya.
Dahlan meminta kepada para pimpinan OPD untuk secepatnya melakukan pemetaan-pemetaan terhadap wilayah terdampak sesuai dengan rekomendasi badan geologi, serta membuat jalur-jalur evakuasi bila terjadi bencana erupsi Gunung Iya.
“Bila perlu kita lakukan simulasi penanganan bencana,” tegasnya.
Dalam Rakor juga memastikan titik-titik aman untuk dijadikan wilayah pengungsian, serta ketersediaan pangan bila terjadi erupsi.
Dahlan pun berharap dukungan dari semua pihak dalam rencana penanganan bencana mulai dari sarana prasarana, regulasi, serta anggaran yang disiapkan.
Pemkab Ende, lanjut dia, akan terus berkoordinasi dengan Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral terkait perkembangan aktivitas Gunung Iya. Selanjutnya hasil koordinasi akan diinformasikan kepada masyarakat.
Ia berharap kepada masyarakat untuk tetap tenang dan tidak terpancing dengan informasi-informasi hoaks. Masyarakat juga diminta untuk selalu mengikuti imbauan dari pemerintah kabupaten.
Ketua tim kerja gunung api dari Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Herunigtyas Desi Purnamasari mengatakan, saat ini Gunung Iya mengalami kenaikan status dari waspada ke level siaga.
Pada level siaga ini terjadi gempa vulkanik atau gempa gunung api yang menyuplai magma masuk ke dalam Gunung Iya.
“Hal ini yang harus kita waspadai bersama sehingga badan geologi menaikkan aktivitas Gunung Iya dari level waspada ke level siaga,” ujar Purnamasari.
Merespons hal ini, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral kemudian merekomendasikan masyarakat untuk menjauhi pusat aktivitas gunung api sejauh tiga kilometer.
Masyarakat juga diminta untuk mewaspadai berita-berita hoaks yang menyebabkan kepanikan bagi masyarakat.
Purnamasari menambahkan, Gunung Iya letaknya dekat dengan Kota Ende. Oleh karena itu diharapkan untuk tetap waspada.
Ia menjelaskan, berdasarkan sejarah erupsi Gunung Iya terjadi ke arah selatan atau ke arah laut.
“Namun tidak menutup kemungkinan akan terjadi ke arah lain, namanya alam semuanya bisa terjadi,” jelas Purnamasari.
Ia berjanji akan memperluas wilayah rekomendasi ke arah selatan yang semula hanya tiga kilometer kini menjadi lima kilometer. Sedangkan untuk wilayah selain sisi selatan masih tetap tiga kilometer.
Sebelum terjadi erupsi biasanya gunung api memberikan tanda seperti adanya gempa vulkanik di permukaan dangkal. Namun ada juga yang tidak memberikan tanda.
Selain itu ada juga deformasi yang dapat mengindikasikan adanya suplai magma yang mengarah kepada erupsi.
“Kalau warning system ini kita bertahap dari aktivitas normal ke waspada kemudian dari waspada ke siaga, dan siaga ke awas, ini bagian rewarning system-nya badan geologi pada mitigasi bencana gunung api,” terang Purnamasari.
Adapun potensi-potensi yang ditimbulkan jika Gunung Iya terjadi erupsi.
Tipe erupsi Gunung Iya berdasarkan sejarahnya adalah eksplosif. Ia dominan eksplosif.
“Nah eksplosif ini dampaknya apa saja, pertama adanya lontaran lava pijar seperti yang terjadi di Lewotobi pada tanggal 3 November 2024 kemarin, kemudian awan panas. Itulah produk eksplosif di Gunung Iya,” terang Purnamasari.
Selain itu ada hal-hal yang harus diwaspadai mengingat Gunung Iya berdekatan dengan laut.
Pada tahun 1969, ungkap Purnamasari, terjadi kolaps di tubuh gunung api yang masuk ke dalam kolom air. Kolom air kemudian naik sehingga memicu terjadinya tsunami.
“Namanya alam bisa saja eksplosif bisa saja tidak, namun tugas kita sebagai manusia berusaha untuk tidak adanya korban jiwa,” ujar Purnamasari.
Dikatakan, berdasarkan hasil rapat koordinasi, Pemerintah Kabupaten Ende telah mempersiapkan risiko terburuk apabila terjadi erupsi pada Gunung Iya.
“Pertama itu membangun posko di luar zona rekomendasi, kemudian menyiapkan alat atau fasilitas umum yang dibutuhkan masyarakat berupa fasilitas kesehatan, pendidikan, sandang, pangan dan papan,” jelas Purnamasari.
Selain itu juga ada rencana kontingensi (Rekon). Dalam rencana ini menerangkan soal tupoksi masing-masing bidang yang tertuang dalam dokumen Rekon tersebut.
Penulis: Antonius Jata