Pasar Alok Sepi Pembeli, Pedagang: Kami Bertahan Hanya untuk Beli Beras

Mama Kresensia mengaku singkong dan ubi talas sebanyak dua karung yang ia bawa dari tempat tinggalnya di Kecamatan Mapitara sering kali tidak habis terjual.

Maumere, Ekorantt.com – Pada Selasa, 22 Juli 2025 pagi, Ekora NTT mengunjungi Pasar Alok di Kabupaten Sikka, NTT. Pasar tradisional tersebut terlihat sepi pengunjung, dengan banyak kios dan los yang ditinggalkan pedagang.

Beberapa pedagang, terutama yang menjual buah-buahan seperti pisang, pepaya, singkong, ubi keladi, talas, dan lainnya, tampak menunggu kedatangan pembeli.

Salah seorang pedagang, Mama Kresensia mengungkapkan, sepinya pembeli sudah terasa sejak Januari 2025, yang menyebabkan banyak pedagang memilih untuk tidak berjualan.

Mereka yang tetap bertahan, lanjutnya, hanya berharap bisa mendapatkan uang untuk membeli sedikit beras, demi mencukupi kebutuhan makan keluarga, karena sebagian besar tidak memiliki pekerjaan lain.

“Kadang barang dagangan yang tidak habis terjual, saya buang karena rusak,” ujar pedagang singkong ini saat ditemui di Pasar Alok.

Mama Kresensia mengaku singkong dan ubi talas sebanyak dua karung yang ia bawa dari tempat tinggalnya di Kecamatan Mapitara sering kali tidak habis terjual.

Dalam sehari, kata dia, barang dagangannya kadang hanya laku sekitar Rp20 ribu. Akibatnya, talas dan singkong yang dibawanya bisa bertahan hingga seminggu tanpa terjual habis dan akhirnya membusuk.

“Kadang kalau mujur satu hari bisa dapat uang Rp100 ribu. Selama seminggu paling dapat uang hanya cukup beli beras satu dua liter beras saja, karena sisanya untuk ongkos transportasi kembali ke kampung,” tutur Mama Kresensia.

Ia mengaku, jika barang dagangannya tidak laku, ia terpaksa tidur di emperan dan los-los di Pasar Alok. Hal tersebut membuatnya harus mengeluarkan uang tambahan untuk biaya makan, minum, dan mandi di MCK umum.

Pedagang buah dan sayur mayur, Mama Lusia mengaku berjualan sejak tahun 2020 dan pada 2025 Pasar Alok semakin sepi.

Kata dia, sebelumnya pendapatan dari menjual buah dan sayur bisa mencapai Rp500 ribu. Namun sekarang sehari hanya Rp200 ribu.

“Kalau lagi mujur bisa dapat Rp300 ribu. Itu pun jualan dari jam 7 pagi hingga jam 3 sore,” ujar Mama Lusia pedagang asal Desa Hikong, Kecamatan Talibura ini.

Penjual anyaman lontar, Mama Rosa mengaku berjualan di Pasar Alok sejak 2019. Sebelumnya, ia berjualan bawang merah, putih, sayuran dan tomat.

“Pengunjung sepi, saya bertahan saja, kalau tidak, mama mau jualan apalagi,” ucap Mama Rosa sambil menganyam seneng, jenis anyaman yang terbuat dari pohon lontar.

Kata Mama Rosa, sepinya pembeli di pasar Alok bukan hanya terjadi saat ini, tetapi sudah terjadi jauh sebelumnya.

“Setiap hari pembeli sepi. Ini dari pagi sampai siang ini belum ada yang datang beli. Seribu rupiah saja belum dapat. Mama bertahan saja. Kalau ada yang laku bisa untuk beli beras,” ungkap wanita asal Ende ini.

Pendapatan Menurun

Pedagang kain tenun, Tadeus mengatakan hal yang sama. Kondisi Pasar Alok sangat memprihatinkan dan terlihat sepi dibandingkan dengan tahun 2024 bahkan sebelumnya.

Ia mengaku, berjualan di Pasar Alok sudah puluhan tahun. Kondisi Pasar Alok saat ini sangat sepi, sehingga banyak kios dan los tutup.

“Teman-teman penjual sayur mayur, ikan dan lainnya pendapatannya merosot jauh karena sepi pembeli,” sebut Tadeus.

Dalam satu bulan dirinya hanya mampu menjual beberapa lembar kain tenun saja, dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang bisa mencapai puluhan bahkan ratusan lembar dalam sebulan.

Kata Tadeus, setiap tahun pendapatan pedagang menurun drastis. Akibatnya, Tadeus tidak mampu membiayai pendidikan anak-anak, dan sering berhutang di koperasi harian bahkan rentenir untuk modal usaha dan ke kebutuhan hidup rumah tangga.

“Apabila pasar sepi maka berdampak terhadap sektor ekonomi, pendidikan dan kesehatan masyarakat terutama para pedagang yang menggantungkan hidupnya di pasar,” ujarnya.

Menurut Tadeus, saat ini beban berat menghantui pedagang sehingga para pengguna pasar meminta pemerintah berupaya agar perputaran uang di Pasar Alok bisa kembali hidup.

Setiap hari dan setiap bulan harus membayar retribusi dan uang sewa kios serta los. Apabila terlambat bayar maka tempat usaha disegel pihak pengelola pasar.

“Bukan pedagang tidak mau membayar biaya sewa namun tidak ada pemasukan lebih, sehingga pemilik los dan kios memilih meninggalkan tempat usahanya dan mencari uang di tempat lain,” ucap Tadeus.

Ia bersama pedagang lainnya berharap ada solusi konkret dari pemerintah untuk mengatasi sepinya pembeli di Pasar Alok.

“Kami bingung, Pasar Alok ini sudah sering dikunjungi oleh pemerintah, tapi sampai saat ini belum ada solusi yang nyata untuk mengatasi masalah pasar sepi. Ini malah pasar semakin tambah sepi,” ujar Tadeus.

TERKINI
BACA JUGA
spot_img
spot_img