Bagaimana Menghadapi Ancaman Rabies?

One Health adalah pendekatan terpadu bertujuan untuk menyeimbangkan dan mengoptimalkan kesehatan manusia, hewan, dan ekosistem secara berkelanjutan.

Oleh: Ni Luh Putu Yunia Dewi

Kita kembali memperingati Hari Rabies Sedunia pada 28 September dengan tema “Act Now: You, Me, Community”. Tanggal ini dipilih untuk mengenang wafatnya Louis Pasteur, ilmuwan asal Prancis yang menemukan vaksin rabies pertama di dunia.

Rabies adalah penyakit infeksi virus Lyssa yang ditularkan oleh hewan (zoonosis). Manusia merupakan penjamu terakhir, dan hingga kini penularan dari manusia ke manusia belum pernah dilaporkan.

Hewan mamalia seperti anjing, kucing, dan kera dapat menjadi penjamu rabies, dengan 70 persen penularan pada manusia terjadi melalui gigitan anjing. Itu artinya, kunci pengendalian rabies ada pada pencegahan di hewan, terutama anjing.

Peringatan Hari Rabies Sedunia sebagai pengingat bahwa rabies masih menjadi ancaman serius hingga hari ini, serentak ajakan bertindak bersama. Pesan “Act Now” pada tema menunjukkan kegentingan situasi sekaligus menyerukan untuk segera bertindak/beraksi bersama. Ada, saya, dan kita semua diajak untuk menjadi bagian dari gerakan ini.

“You” diajak untuk memvaksinasi anjing dan hewan peliharaan penular rabies yang dipelihara, “Me” mendorong kita menjadi teladan dalam mendukung eliminasi rabies, dan “Community” menggarisbawahi pentingnya gerakan kolektif melalui kampanye vaksinasi, edukasi di sekolah dan keluarga, serta penguatan program eliminasi rabies.

Sejalan dengan semangat peringatan ini, sudah saatnya kita meninjau kembali kondisi rabies di Indonesia dan khusunya provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), yang hingga kini masih menunjukkan angka kasus yang mengkhawatirkan.

Darurat Rabies

Sejak Januari hingga September 2025, tercatat 149.705 kasus gigitan hewan penular rabies di Indonesia, dengan 123 kasus rabies yang terkonfirmasi. NTT darurat rabies, dan menjadi daerah dengan tingkat kasus gigitan tertinggi se-Indonesia sepanjang Januari-September 2025.

Dalam periode itu, tercatat 25 kematian akibat rabies, menjadikannya wilayah dengan beban rabies paling berat di Indonesia. Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) mencatat angka tertinggi dengan 7 kematian, disusul Kabupaten Malaka dengan 5 kematian.

Angka ini adalah pengingat pahit: rabies masih menjadi ancaman nyata bagi masyarakat.

Mengapa Kasus Rabies Masih Tinggi?

Ada beberapa faktor yang membuat rabies tetap menjadi ancaman serius di masyarakat: (1) Cakupan vaksinasi hewan masih rendah. Untuk mengendalikan rabies, setidaknya 70 persen dari populasi anjing yang rentan harus divaksinasi, dan capaian ini harus dipertahankan selama 3–7 tahun berturut-turut. Saat ini, target tersebut masih jauh dari terpenuhi.

(2) Akses profil aksis pasca gigitan terbatas. Vaksin anti rabies (VAR) dan serum anti rabies (SAR) harus diberikan segera setelah gigitan anjing rabies untuk mencegah kematian. Namun, harganya masih relatif mahal bagi masyarakat maupun pemerintah. Akibatnya, ketersediaan vaksin sering terbatas, terutama di daerah pedesaan. Biaya besar untuk vaksinasi manusia justru menguras anggaran, padahal langkah paling efektif seharusnya mencegah rabies pada hewan, bukan hanya menanggulangi pada manusia. (3) Pendataan kasus belum akurat. Sistem surveilans rabies di Indonesia masih lemah. Tanpa data yang jelas mengenai jumlah kasus pada hewan maupun manusia, sulit bagi pemerintah merancang kebijakan yang tepat sasaran.

Pendekatan OneHealth dalam Pencegahan Rabies

One Health adalah pendekatan terpadu bertujuan untuk menyeimbangkan dan mengoptimalkan kesehatan manusia, hewan, dan ekosistem secara berkelanjutan. Pendekatan ini bertujuan untuk “menargetkan nol kematian pada manusia akibat rabies pada tahun 2030”.

Demi mencapai tujuan tersebut, perlu dilibatkan multidisiplin ilmu. Dokter berfokus pada kesehatan manusia serta memantau pola penyebaran penyakit, sementara dokter hewan bertanggungjawab menjaga kesehatan hewan, mengawasi keamanan pangan, dan melakukan surveilans rabies pada hewan. Ahli kesehatan masyarakat merancang strategi pencegahan di tingkat komunitas, sedangkan epidemiolog memperkuat system surveilans sekaligus mengendalikan potensi wabah.

Di sisi lain, ilmuwan lingkungan dan kemargasatwaan meneliti ekosistem serta keterlibatan satwa liar dalam rantai penularan rabies. Tak kalah penting, masyarakat berperan sebagai garda terdepan dengan cara menjaga kesehatan hewan peliharaan dan segera melaporkan setiap kasus gigitan hewan penular rabies.

Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Bagi pemilik anjing pastikan anjing mendapatkan vaksin rabies setiap tahun. Jaga Kesehatan anjing anda. Jangan biarkan anjing anda berkeliaran, bila perlu ikat atau kandangkan.

Bagi masyarakat umum hindarilah gigitan anjing. Bila digigit anjing, lakukan 3 langkah pertolongan pertama pada korban gigitan anjing: langkah 1, cuci luka dengan air mengalir dan gunakan sabun selama 15 menit, langkah 2, bawa segera korban ke puskemas atau ke rumah sakit untuk konsultasi dengan tenaga Kesehatan, dan angkah 3, dapatkan vaksin anti rabies (VAR) atau serum anti rabies (SAR) seuai petunjuk petugas kesahatan.

Akhir Kata

Rabies adalah penyakit mematikan yang sebenarnya dapat dicegah. Kuncinya adalah vaksinasi massal pada hewan, akses cepat pada profil aksis pasca gigitan, serta kerjasama lintas sector dengan pendekatan One Health. Di tingkat individu, kepedulian kita menjaga kesehatan hewan peliharaan dan bertindak cepat saat terjadi gigitan dapat menyelamatkan nyawa.

Mari kita wujudkan komitmen global “Zero by 2030” tidak ada lagi kematian akibat rabies di Indonesia. “Ayo Bertindak Sekarang: Anda, Saya, Komunitas”

Penulis adalah  Dokter Umum [PTT], bertugas di KSM Penyakit Dalam RSUD dr. T. C. Hillers Maumere

TERKINI
BACA JUGA
spot_img
spot_img