Maumere, Ekorantt.com – Anggota DPR RI, Andreas Hugo Pareira menyoroti keterlibatan aparat penegak hukum (APH) dalam kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
“Seringkali dalam banyak peristiwa justru aparat penegak hukum yang terlibat di situ,” kata anggota komisi XIII tersebut kepada wartawan usai seminar di Kampus Universitas Nusa Nipa, Senin, 6 Oktober 2025.
Keterlibatan APH dalam jaringan pelaku tindak pidana penjualan orang menjadikan penanganan kasus semakin sulit. Mereka cenderung memperlambat penanganan, hingga berujung pada pengabaian kasus.
“Itu menyulitkan penegakan hukum sekaligus adanya pengabaian terhadap kasus, seolah-olah tidak tahu,” kata Andreas.
Andreas mendorong kontrol masyarakat terhadap kasus-kasus yang terjadi. Salah satu cara untuk mencegah efek penanganan kasus karena keterlibatan APH tersebut adalah dengan memviralkan kasusnya.
Sebab banyak dugaan keterlibatan aparat, tetapi cukup sulit untuk dapat dibuktikan.
“No viral, no justice,” kata dia. Aparat penegak hukum akan bergerak lebih cepat apabila terdapat desakan dari masyarakat, baik melalui media mainstream maupun media sosial.
Ia bilang, kasus TPPO lebih sering dan banyak terjadi di NTT dan NTB. NTT memang darurat TPPO. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Gugus Tugas Pencegahan serta Penanganan TPPO mencatat lebih dari 1.600 jenazah pekerja migran asal NTT dipulangkan dalam rentang waktu 2012–2024.
Patut diduga, jumlah korban sesungguhnya jauh melebihi angka kematian tersebut.
“Bagaimana mencegah itu? Mengapa itu bisa terjadi? Saya kira itu menjadi tantangan kita bersama,” tukas Andreas.
Lebih lanjut karena banyaknya kasus yang terjadi, kata dia, Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) akan membuka kantor perwakilan di NTT.
Terkait modus terjadinya kasus TPPO, menurutnya, korban ditipu dengan janji-janji yang muluk terkait kerja dan pendapatan baik di dalam maupun di luar negeri.
“(Mereka menjadi korban) karena janji. Janji akan mendapatkan kerja layak dengan gaji yang besar, tapi ternyata mereka ditipu. Saya banyak berjumpa dengan mereka,” ujar Andreas.
Ia mengimbau agar masyarakat tidak “tertipu dengan janji-janji kerja dan gaji di luar daerah.” Masyarakat mesti mampu memanfaatkan potensi daerah.
Ia mendorong agar perilaku konsumtif dan perjudian mesti dihentikan.
“Karena mereka juga, selain karena kondisi ekonomi, tapi juga karena judi dan mau kerja yang muluk-muluk saja.”