Sidang Gugatan Warga Poco Leok untuk Bupati Manggarai Berlanjut ke Pokok Perkara, Hakim Diminta Independen

Setelah tahap persiapan rampung, perkara akan berlanjut ke pokok perkara. Majelis hakim PTUN Kupang telah menjadwalkan sidang pembacaan gugatan pada 16 Oktober 2025.

Ruteng, Ekorantt.com – Agustinus Tuju, warga adat Poco Leok, menggugat Bupati Manggarai Herybertus G. L. Nabit ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kupang.

Gugatan Perbuatan Melanggar Hukum (PMH) ini dilayangkan pada 3 September 2025 melalui sistem daring (e-court), dan terdaftar dalam register perkara Nomor 26/G/TF/2025/PTUN.KPG.

Agustinus melayangkan gugatan lantaran merasa aksi damai yang ia lakukan bersama masyarakat adat dari 10 gendang wilayah Poco Leok di halaman Kantor Bupati Manggarai pada 5 Juni 2025, dihalang-halangi oleh Nabit.

Kuasa hukum Agustinus dari Koalisi Advokasi Poco Leok, Marthen Salu mengatakan, sidang pertama telah digelar pada 16 September 2025. Sidang digelar secara tertutup dan berlangsung sebanyak empat kali hingga 9 Oktober 2025.

“Sidang pemeriksaan persiapan digelar selama empat kali dan berakhir pada 9 Oktober 2025,” ujar Marthen dalam keterangan pers pada Jumat, 10 Oktober 2025.

Setelah tahap persiapan rampung, perkara akan berlanjut ke pokok perkara. Majelis hakim PTUN Kupang telah menjadwalkan sidang pembacaan gugatan pada 16 Oktober 2025.

Sidang ini akan dilakukan secara daring, termasuk tahapan jawab-menjawab antara penggugat dan tergugat. Adapun sidang pembuktian akan dilakukan secara tatap muka.

“Pada persidangan pembuktian, para pihak akan mengajukan bukti baik itu bukti surat, saksi dan ahli serta bukti lainnya yang dapat membuat perkara ini menjadi terang,” kata Marthen.

Dugaan Intimidasi saat Aksi Damai

Sinung Karto, kuasa hukum lainnya dari Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (PB AMAN), mengatakan bahwa Nabit dianggap melanggar hukum karena menghalangi aksi damai warga adat.

“Aksi damai bertepatan dengan Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia sebagai bentuk penolakan dan perlawanan masyarakat adat 10 gendang dari wilayah Poco Leok terhadap proyek eksplorasi panas bumi,” jelas Sinung.

Proyek panas bumi di wilayah Poco Leok, kata dia, berpotensi merusak ruang hidup masyarakat adat yang mayoritas petani, sekaligus mengancam wilayah ritus yang dianggap sakral.

Sinung bilang, Nabit didiuga membawa sekelompok orang untuk mengintimidasi peserta aksi. Bahkan, ia disinyalir mengancam hingga membuat massa aksi ketakutan.

Akibatnya, aksi damai dibubarkan lebih cepat. “Artinya dalam hal ini tidak terwujud hak dari penggugat dan massa aksi menyampaikan pendapat di muka umum.”

Preseden Buruk bagi Demokrasi

Judianto Simanjuntak, kuasa hukum lainnya, memandang tindakan Nabit sebagai preseden buruk dalam kehidupan demokrasi dan hak berekspresi.

“Tindakan tergugat merupakan pelanggaran hukum karena bertentangan dengan hak atas kemerdekaan menyampaikan dan mengeluarkan pendapat di muka umum,” kata Judianto.

Kemerdekaan berpendapat dijamin oleh Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Menyampaikan Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, dan instrumen hukum lainnya.

Ia menambahkan, Nabit sebagai pejabat negara mesti menjalankan kewajiban HAM, termasuk menghormati dan melindungi hak warga negara.

Tindakan tersebut, menurut Simanjuntak, juga melanggar kewajiban kepala daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yakni untuk mengembangkan kehidupan demokrasi.

Muhammad Jamil, pengacara publik dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), menjelaskan, tindakan Nabit masuk kategori onrechtmatige overheidsdaad atau perbuatan melanggar hukum oleh pejabat pemerintah.

“Tindakan Bupati Manggarai sangat tidak sejalan dengan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB),” tegas Jamil.

Dalam gugatannya, pihak Agustinus Tuju mengajukan empat tuntutan kepada majelis hakim PTUN Kupang.

Pertama, menyatakan tindakan Nabit sebagai perbuatan melanggar hukum. Kedua, menyatakan tindakan tersebut batal atau tidak sah.

Ketiga, mewajibkan Nabit untuk tidak mengulangi tindakan yang sama. Keempat, meminta Nabit menyampaikan permintaan maaf di media massa.

Jamil bilang, gugatan ini bertujuan meminta pertanggungjawaban Nabit kepada publik, terutama kepada penggugat dan masyarakat adat Poco Leok.

“Karena itu diharapkan majelis hakim menjalankan tugasnya dengan baik secara profesional dan independen, bebas dari intervensi pihak lain supaya dapat memutuskan yang adil sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” kata Jamil dengan tegas.

TERKINI
BACA JUGA
spot_img
spot_img