Ende, Ekorantt.com – Aplikasi pencairan dana desa (DD) untuk 246 desa di Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur, terkunci setelah terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 81 Tahun 2025 tentang syarat pencairan dana desa tahap dua.
Regulasi tersebut memutuskan bahwa dana desa tahap dua kategori dana non-earmark atau dana tidak spesifik ini tidak dicairkan sejak 17 September 2025 hingga akhir tahun anggaran.
Akibatnya, perencanaan penggunaan desa yang dirancang sebelumnya tidak dijalankan, termasuk pencairan ke pihak ketiga yang sudah melaksanakan program kegiatan fisik.
Kepala Desa Liselowobora, Maria Olivia Seti mengatakan, dana desa yang terkunci sebesar Rp204.976.200. Pemerintah desa sudah merencanakan pengadaan peralatan dan pelatihan kerajinan tangan, pengadaan alat musik tradisional, pelatihan sanggar seni, serta pengadaan bibit tanaman hortikultura.
Sejumlah item kegiatan ini, kata Olivia, batal terlaksana walaupun telah menjadi prioritas di desa.
“Kami sudah pesan semua peralatan, kita terpaksa batalkan kembali,” ujarnya di Ende, Kamis, 4 Desember 2025.
Ia menambahkan, pengadaan peralatan musik tradisional dibutuhkan. Hal ini merupakan hasil musyawarah desa demi mendorong Liselowobora sebagai desa wisata.
“Kita ini kan menuju desa wisata dan peralatan itu sangat dibutuhkan untuk kelompok sanggar seni,” ujarnya.
Kepala Desa Likanaka, Aloysius Woda, menyebutkan dana desa non-earmark yang tidak dicairkan sebesar Rp303 juta. Anggaran tersebut seyogyanya digunakan untuk pembiayaan pengerjaan infrastruktur desa.
Aloysius menilai kebijakan pemerintah pusat memberatkan pemerintahan desa lantaran ada pembangunan fisik yang sudah selesai dikerjakan namun tidak bisa dibayarkan.
“Uang yang tidak dicairkan itu termasuk pembangunan fisik. Nah, saya di desa, ada pembangunan TPT yang sudah dikerjakan, di dalamnya ada biaya pihak ketiga dan upah harian orang kerja, masyarakat punya. Ini kita mau bayar tidak bisa karena uang tidak bisa dicairkan,” tuturnya.
Selain pembangunan fisik, pemerintah desa juga merencanakan penggunaan dana desa untuk pembayaran insentif kader posyandu, tenaga kesehatan desa, dan insentif guru PAUD.
Aloysius mengaku, pihaknya terpaksa menunda pembayaran insentif lantaran uang tidak bisa dicairkan.
“Untuk insentif selama enam bulan kita tidak bisa dibayar yakni insentif guru PAUD, tenaga kesehatan desa, para kader posyandu,” kata Aloysius.
Lebih lanjut, Aloysius menerangkan bahwa pemerintah desa setempat sudah melengkapi semua persyaratan yang diminta dalam PMK seperti akta pendirian badan hukum Koperasi Desa Merah Putih atau bukti pengajuan ke notaris, serta surat pernyataan komitmen dukungan APBDes.
“Untuk Kopdes Merah Putih, sudah kita buat sejak bulan September terus kenapa dana non-earmark tidak disalurkan,” tanya dia.
Terpisah, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Ende, Adrianus Yosafat Muda mengatakan, total pemotongan dana non-earmark untuk 246 desa sebesar Rp22.531.015.128.
Pemotongan, kata Adrianus, karena desa tidak melengkapi syarat PMK 81 Tahun 2025 tentang perubahan atas PMK 108 tahun 2024 mengenai penggunaan dan penyaluran dana desa tahun 2025.
Sejumlah syarat yakni mengunggah sertifikat akta koperasi dan surat kesediaan mendukung Koperasi Merah Putih dengan batas waktu batas 27 September 2025.
Di Kabupaten Ende, Adrianus melanjutkan, terdapat sembilan desa yang tidak terkena pemotongan dana yakni Desa Dile, Desa Kamubheka, Desa Kerirea Desa Kotabaru, Desa Nanganesa, Desa Tomberabu 1, Desa Tenda, Ndetundora 3, dan Desa Detuena.
“Ada desa yang tidak terpotong. Nah, mereka yang lain terkena pemotongan berarti tidak taat,” ujar dia.
Ia menambahkan bahwa pihaknya sudah berkoordinasi dengan Dinas PMD Provinsi, namun sampai sekarang belum ada petunjuk lanjutan.













