Melepas Penat Bersama Jagung Rebus Om Romanus di KM 14 Ende

Ende, Ekorantt.com – Ada banyak jenis olahan jagung. Dari yang paling sederhana sampai yang paling mewah. Situasi juga ikut memengaruhi. Saat bersantai atau resmi.

Mampirlah di Kilometer 14 arah timur Kota Ende untuk melepas penat. Om Romanus menanti Anda dengan olahan jagung rebus sederhana nan santai.

Rabu, 29 Januari 2020. Matahari berada di sisi barat. Cuaca di Kota Ende cerah. Tak ada tanda-tanda hujan. Padahal sekarang ini adalah musim hujan.

Saya bergegas ke arah timur Kota Ende. Motor matic Beat putih berleis merah yang sudah kutunggangi beberapa tahun terakhir melaju kencang saat saya memuat stir gas.

Hanya butuh waktu 15 menit, saya sudah mencapai jembatan Kilometer 14 arah timur Kota Ende. Di sana, berjejer rapi lapak-lapak jualan di pinggir kiri-kanan jalan negara. Saban hari lima pedagang menjajakan jualannya kepada setiap pengendara yang melintas.

Bukan nasi atau bakso yang mereka tawarkan. Semua lapak kompak menjual menu makanan yang sama yakni jagung rebus plus moke mi (tuak putih hasil irisan sari pohon enau).

Setelah memarkir sepeda motor tepat di depan salah satu lapak jualan, saya langsung menyalami pemiliknya. Namanya Om Romanus, begitu saya menyapanya. Kami saling menanyakan kabar. Maklum, kami sudah lama berkenalan.

Di tenda yang terbuat dari bambu, kami duduk bersila. Ia menyajikan sebotol moke mi dan tiga nulir jagung rebus.

“Silahkan dinikmati kae. Ini jagung. Kae, minum moke ko?” Romanus menawari saya moke. Saya mengangguk setuju. Saya hanya tertawa dalam hati. Rupanya Om Romanus tidak tahu bahwa saya punya hobi yang tidak bisa saya lepas beberapa waktu belakangan yakni meneguk moke dan bernyanyi.

Romanus menceritakan bahwa setiap hari, pengunjung selalu menikmati menu yang sama di lapak-lapak jualan Kilometer 14.

Moke mi, jagung rebus ditambah ikan asin bakar dan sambal jeruk merupakan menu yang khas disajikan bertahun-tahun bagi pengunjung terutama pengendara yang beristrahat sekadar melepas penat.

Romanus memulai usahanya ini sejak empat tahun lalu. Sebelumnya ia mencari peruntungan sebagai ojek. Jenuh dengan pekerjaan ojek, ia beranikan diri untuk berjualan jagung rebus.

“Ini sudah jadi pekerjaan saya kae. Dulu saya ojek. Saya lihat ada potensi usaha dan saya mulai sejak empat tahun lalu di sini,” kata Romanus.

Ia membeli moke  dari para petani di Desa Tomberabu 1 yang rutin memproduksi moke. Sehari ia membeli satu jerigen dengan harga per jiregen 30 ribu rupiah.

“Di sini kita jualnya per botol 8 ribu rupiah. Yah, sehari saya bisa untung 50 ribu rupiah kae,” tuturnya.

Sedangkan jagung muda, ia beli  per karung dengan harga 100 ribu rupiah. Satu karung isinya 50 batang.

“Kita jual lagi di sini tiga batang 10 ribu rupiah. Jadi kalau mau dihitung, yah pendapatan bersih antara 75 ribu rupiah hingga 100 ribu rupiah setiap hari”.

Selain lapak milik Romanus, ada empat lapak lagi yang berjejer di sepanjang jembatan Kilometer 14.

“Di sini kami ada 5 orang. Selain saya ada lapak milik Om Hami, Mama Alida, Om Tias, dan Om Ruben. Siang malam kami selalu di sini. Kalau malam bisa sampai jam 10.00 WITA,” ungkap Romanus.

Oleh-Oleh

Pada hari libur atau akhir pekan, kata Romanus, lokasi ini banyak dikunjungi warga Kota Ende. Mereka datang untuk berekreasi bersama keluarga ke air terjun Ae Bhoko, yang jaraknya 200 meter dari lapak-lapak jualan di Kilometer 14.

Sebelum dan sesudah menikmati air terjun, mereka biasanya mampir di lapak-lapak jualan untuk menikmati menu khas moke mi dan jagung rebus.  

“Kalau hari Minggu ramai kae. Yah, bisa dua kali lipat dari hari biasanya. Mereka selain datang makan jagung rebus juga menikmati air terjun Ae Bhoko yang jaraknya tidak jauh dari sini,” cerita Romanus.

Selain disantap di lokasi, moke mi dan jagung rebus juga dijadikan oleh-oleh untuk dibawa pulang. Seperti sore itu, Romanus sudah mengemas beberapa nulir jagung untuk saya.

“Ini oleh-oleh untuk orang-orang di rumah, kae. Nanti kalau ada waktu pesiar-pesiar ke sini lagi. Ajak dengan keluarga e”.  

Hampir sejam saya menikmati sejuknya Kilometer 14 bersama Om Romanus. Tak sadar sebotol moke mi dan beberapa bulir jagung rebus sudah saya lahap.

Beberapa pengendara menepi. Mereka memesan jagung rebus. Romanus pun harus melayani mereka.

Sesegara mungkin saya pamit. Saat saya membayar uang, Romanus menolaknya. Saya bilang, “urusan keluarga ya urusan keluarga, urusan bisnis ya urusan bisnis”. Dengan berat hari ia menerima uang bayaran tersebut.  

“Hati-hati kae,” suara Romanus terdengar saat saya meninggalkan Kilometer 14.

TERKINI
BACA JUGA
spot_img
spot_img