Ende, Ekorantt.com – Mulut Sumiyati tepat berada di depan pengeras suara yang sudah menyala. Ia diberi kesempatan untuk bicara. Tapi ia tak mampu berkata-kata. Mulutnya kaku.
Tak sadar, air mata basahi pipinya. Ia tak kuasa menahan tangis. Suasana gedung DPRD Ende, Rabu 20 November 2019 pun hening. Semuanya diam. Bahkan, beberapa wakil rakyat ikut menangis.
Selang beberapa saat, Sumiyati menyampaikan keluhannya kepada para wakil rakyat yang hadir.
Sumiyati adalah guru honor yang mengabdi di SD Inpres Onekore Ende selama 12 tahun. Ia digaji 130 ribu rupiah per bulan. Gaji bersumber dari komite sekolah.
Ia sempat tersenyum pada tahun 2018. Saat itu, Pemerintah Kabupaten Ende menetapkan bantuan insentif bagi guru honor, termasuk dirinya.
Belum genap setahun, senyumnya berubah jadi tangis. Pasalnya, nama Sumiyati tidak terdaftar dalam data penerima bantuan.
Sumiyati datang bersama beberapa guru honor menemui pimpinan DPRD Kabupaten Ende dan anggota Komisi III.
Di hadapan pimpinan dan anggota DPRD, mereka mempertanyakan persolan insentif yang belum dibayar hingga November tahun 2019.
Selain itu, para guru menyampaikan keluhan tentang perubahan data guru yang diedarkan Dinas P & K Kabupaten Ende. Data yang ada menunjukkan, sebagian guru yang masih aktif mengajar tidak lagi terekam dalam data tahun 2019.
“Kami heran kenapa tahun 2018 kami dapat insentif tapi di tahun 2019 nama kami sudah tidak ada dalam data penerima. Padahal kami masih aktif mengajar,” ujar Arkadius, salah satu guru honor di hadapan anggota DPRD Ende.
Menurut Arkadius, banyak kejanggalan dalam data penerima Bosda yang sudah beredar. Kejanggalan itu antara lain penerima yang telah lulus PNS masih terdata.
Karut marut pengelolahan dana bantuan operasional sekolah yang bersumber dari dana APBD II Kabupaten Ende kini mulai terkuak.
Pada tahun 2018, terdata 1983 orang menerima dana bantuan. Namun pada tahun 2019 tersisa 1085 orang yang menerima bantuan.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Ende dituntut untuk segera menyelesaikan pembayaran insentif kepada Guru Tidak Tetap (GTT). Sayangnya, pembayaran terhambat karena ada kesimpangsiuran data yang diedarkan di sekolah-sekolah.
Fraksi Demokrat DPRD Ende berpandangan, kebijakan pemberian insentif kepada Guru honor tidak tetap terkesan tidak transparan.
“Kita akan pimpin guru guru untuk boikot, jika tidak segerah terbayar,” kata Ketua Fraksi Demokrat Mahmud Jegha usai membacakan pemandangan umum fraksi pada Sidang Paripuna VII, Senin (18/11/2019).
Menanggapi keluhan para guru honor, Ketua DPRD Ende Fransiskus Taso meminta Dinas pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Ende untuk melakukan pendataan ulang. Pendataan harus lebih akurat agar dapat mengakomodir keluhan para guru yang tidak terdata.
Sementara itu, Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Ende Kornelis Wara berjanji untuk menunda waktu pembayaran insentif GTT yang semula direncanakan pada tanggal 21 November 2019.
“Akan kita tunda, saya perintahkan ke staf untuk lakukan akurasi Data. Agar tidak berpolemik,” ujar Kornelis
Menurutnya, data guru honor diterima pihaknya melalui para kepala sekolah dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Antara lain, bagi guru SD adalah guru kelas sedangkan Guru SMP adalah guru mata pelajaran.