Borong, Ekorantt.com – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Manggarai Timur (Matim) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait masalah kerusakan hutan dengan Pemerintah Kabupaten Matim, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Ruteng, Kepolisian Resort Matim, dan Unit Pelaksana Teknis Pengelolaan Hutan Wilayah Matim, di kantor DPRD Matim, Selasa (17/3/2020).
Dalam rapat itu, pihak BKSDA memaparkan persoalan perambahan hutan konservasi secara liar oleh masyarakat di beberapa wilayah di Matim.
Pihak BKSDA tidak merinci luas hutan lindung yang rusak akibat pembalakan liar.
Menurut pihak BKSDA, selama ini, sudah banyak cara yang sudah mereka tempuh untuk meminimalisasi perambahan hutan lindung-yang kini marak terjadi di beberapa wilayah di Matim-seperti melakukan sosialisasi, pendekatan persuatif, dan beberapa cara lainnya.
Namun, usaha yang dilakukan sia-sia karena perambahan hutan masih terus berlangsung.
Salah satu staf BKSDA Ruteng Alfrid Alang mengatakan, sejak 2016, BKSDA tidak punya kewenangan untuk menindak secara hukum oknum-oknum yang melakukan perambahan liar hutan lindung karena kewenangan itu sudah ada pada Lembaga Penegak Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutan (KLHK).
“Yang kami lakukan selama ini adalah berkeja sama dengan tokoh adat untuk memberikan sanksi adat bagi perambah hutan lindung. Cara itu juga tidak berhasil. Meskipun sudah ada denda adat, masih ada oknum-oknum yang tetap melakukan aktifitas perambahan hutan,” kata.
Harus Ada Data
Anggota DPRD Matim, Vinsensius Reamur meminta agar Pemkab Matim dan BKSDA mesti menyampaikan data luas hutan lindung yang rusak akibat pembalakan liar di wilayah Matim itu.
Menurutnya, meski pemerintah kabupaten tidak punya kewenangan mengelola hutan, tapi harus punya data, karena yang dekat dengan masyarakat di sekitar hutan itu adalah pemerintah kabupaten.
“Data hutan yang rusak itu kan bisa diminta ke pemerintah desa yang lebih dekat dengan masyarakat. Pemerintah kabupaten jangan lari dari persoalan,” katanya.
Ia menyebut, “membahas masalah kerusakan hutan tanpa disertai data luas hutan yang rusak, sama dengan bohong”.
“Bagaimana kita mau cari solusi kalau pihak-pihak terkait tidak punya data soal luas hutan yang rusak dan jenis kerusakannya?” ujar Vinsen.
Sebelumnya, RDP sempat diskorsing selama sekitar 15 Menit karena Vinsen menuntut agar Bupati atau Wakil Bupati Matim harus hadir dalam rapat tersebut.
“Mestinya Bupati atau Wakil Bupati harus hadir. Ini omong penting. Tidak hanya dengar pendapat, tapi harus ada solusi,” kata politisi Golkar ini.
Rapat kemudian kembali dilanjutkan setelah dilakukan mediasi.
Ambrosius Adir