Oleh: Dr. Jonas KGD Gobang, S.Fil.,M.A*
Bapa suci, Paus Fransiskus menulis pesan pada Hari Komunikasi Sosial Sedunia yang ke-54. Pesan tersebut telah dirilis sejak 24 Januari 2020 pada Pesta Santo Fransiskus dari Sales yang adalah pelindung para penulis dan wartawan.
Perayaan Hari Komunikasi Sosial Sedunia tahun ini dirayakan pada Minggu (24/05) tahun 2020, seminggu sebelum Hari Raya Pentakosta. Paus mengkhususkan pesannya tahun ini pada tema tentang cerita.
Cerita yang memandang dunia secara baik dan positif. Sebab manusia perlu menghirup kebenaran dari cerita-cerita yang baik agar tidak tersesat. Cerita yang membantu menemukan kembali akar dan kekuatan untuk bergerak maju bersama.
Dan ketika dirayakan Hari Komunikasi Sedunia ini, kita sedang bergerak dan maju bersama menghadapi badai pandemi covid-19.
Pandemi covid-19 adalah sebuah cerita yang dicatat dalam teks sejarah umat manusia. Sebagai sebuah teks, pandemi Covid-19 akan mampu menampilkan “sosok para pahlawan” di tengah badai atau situasi sulit ini.
Mereka, “sosok para pahlawan” adalah orang-orang yang berani mengorbankan diri karena tugas dan panggilannya atau secara sukarela berjuang mengatasi penyebaran virus corona dan bergerak menyelamatkan para pasien yang terpapar Covid-19. Tidak sedikit pengorbanan mereka bahkan nyawa sekalipun dipertaruhkan.
Para dokter, perawat, relawan dan tim gabungan gugus tugas penanggulangan covid-19 adalah orang-orang yang “menenun” (Latin: textere) hidup dan perjuangan mereka menjadi cerita yang tak akan pernah dilupakan. Bahkan cerita itu menjadi kebenaran yang mampu memotivasi siapa saja yang membaca atau mendengarkan cerita heroik dalam menghadapi badai pandemi covid-19 ini.
Menaruh Cinta dalam Cerita
Hidup menjadi cerita. Hidup di tengah badai pandemi Covid-19 menjadi cerita kita tentang berbagai kecemasan, ketidakpastian dan penderitaan bangsa manusia. Di berbagai tempat di dunia ini dihadapkan dengan berbagai cerita yang memilukan akibat pandemi covid-19. Tidak semua cerita baik.
Ada banyak cerita yang tidak baik karena yang ditenun adalah gosip, cerita bohong atau dusta, dan fitnah. Setiap detik, cerita-cerita yang destruktif ini diproduksi dan disebarkan dengan menggunakan berbagai media.
Kita tidak hanya sedang menghadapi badai pandemi Covid-19, tetapi juga badai cerita-cerita yang destruktif, provokatif yang pada gilirannya akan mengikis dan menghancurkan benang-benang yang rapuh dalam kehidupan bersama (Pesan Paus Francis dalam Mirifica News).
Lebih lanjut Paus Francis menambahkan bahwa media komunikasi juga kerap sekadar mengumpulkan aneka informasi yang tidak terverifikasi, mengulang-ulang obrolan sepele dan persuasif yang palsu, menyerang dengan ujaran kebencian. Semua sungguh tidak menenun sejarah manusia, melainkan menelanjangi martabatnya.
Media komunikasi adalah tempat di mana pertarungan ideologi terjadi. Habermas menegaskan bahwa media merupakan sebuah realitas di mana ideologi dominan disebarkan kepada khalayak dan membentuk apa yang disebutnya sebagai kesadaran palsu (false consciousness) (Maryani, 2011: 40).
Jika cinta menjadi ideologi dominan artinya kepedulian pada kerja untuk kemanusiaan dan keadilan dalam setiap cerita yang dikisahkan oleh media komunikasi maka niscaya setiap orang dapat menghirup kebenaran kendati harus berada di tengah badai sekalipun.
Media komunikasi harus bekerja dengan prinsip menaruh cinta dalam cerita sehingga akuntabilitasnya dapat ditakar oleh pembaca, pendengar, pelanggan, dan pemirsanya. Media komunikasi berperan sebagai instrumen sosial yang mencerahkan masyarakat agar menjadi warga yang cerdas dan kritis.
Bila media komunikasi mengingkari perannya ini, rakyatpun akan semakin kritis menilai pemberitaan dan informasi yang disajikan media sehingga hal itu akan menjadi taruhan bagi bertahan atau tidaknya sebuah media komunikasi.
Habitus Baru Pasca-corona
Skenario new normal atau pola hidup normal baru yakni upaya berdamai dengan Covid-19 melalui perilaku hidup sehat atau hidup bersih sesuai protokol kesehatan sebagai kebiasaan (habitus baru) dalam kehidupan sehari-hari.
Pola hidup sehat, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, selalu mencuci tangan akan menjadi habitus baru pasca-corona di setiap rumah dan tempat-tempat pelayanan umum seperti kantor, pasar, swalayan, klinik, rumah sakit, dan terminal.
Pola komunikasi konteks rendah yakni dengan bahasa yang lugas dan dapat dimengerti oleh setiap level masyarakat juga akan menjadi kebiasaan baru pasca-corona. Selain itu dalam interaksi antarpersonal, orang akan memperhatikan prosemik atau menjaga jarak fisik sebagai pengaruh dari pandemi Covid-19 ini.
Selain itu, komunikasi berbasis internet yang mengoptimalkan kemajuan teknologi informasi pasca-corona menjadi kebiasaan pada semua ranah kehidupan. Dalam dunia pendidikan, dunia bisnis bahkan dalam kehidupan religius sekalipun manusia dunia ini menjadi biasa dengan menggunakan berbagai aplikasi dan platform untuk menenun cerita dan menyebarkan cerita.
Sebab manusia itu tukang cerita. Ada banyak cerita yang dibuat oleh setiap orang. Cerita-cerita itu hendaknya membentuk keyakinan dan perilaku hidup yang baik. Dengan demikian cerita-cerita itu menjadi energi yang tak akan pernah habis dihirup sebab di dalamnya ada cinta dan kebenaran.
Cerita yang membangun bukan yang meruntuhkan. Cerita yang menemukan habitus baru di tengah badai pandemi bahkan kita doakan agar secepatnya badai ini berlalu dari hadapan kita.
“Supaya engkau bisa menceritakan kepada anak cucumu,” (Kel 10:2). Selamat Hari Komunikasi Sedunia.
*Dosen Filsafat Komunikasi pada Universitas Nusa Nipa