Oleh: Fr. M. Yohanes Berchmans, BHK, M. Pd*
Sejak bulan Maret hingga sekarang, Indonesia terkena imbas pandemi Covid-19, sebagaimana yang terjadi di belahan dunia lain. Sama halnya seperti SARS dan MERS, Covid-19 merupakan penyakit yang dapat berakibat fatal dan disebabkan oleh infeksi virus (Hananti, 2020).
Meluasnya virus yang pertama kali muncul di Wuhan-China ini mendorong pemerintah mengeluarkan beberapa imbauan kepada publik, seperti seruan gerakan Work From Home (WFH), pembelajaran dari rumah (LFH) atau TFH (Teach From Home), belajar di rumah (Home Learning or Study At Home (SAH), yang dilaksanakan oleh hampir seluruh satuan pendidikan termasuk kampus-kampus perguruan tinggi di Indonesia.
Dari banyak metode yang dipakai, metode pembelajaran Daring (Dalam Jaringan) kian digandrungi. Pembelajaran jenis ini dilakukan tanpa melakukan tatap muka, melainkan melalui platform yang telah tersedia.
Dan dalam kondisi seperti ini, mau tidak mau, suka tidak suka, para pendidik diharuskan untuk bisa beradaptasi, apalagi peserta didik masih membutuhkan bantuan para pendidik untuk menggunakan sejumlah aplikasi baru selama belajar di rumah atau SAH (Study At Home) atau Home Learning.
Tak dapat disangkal, belajar menggunakan aplikasi mutlak diperlukan di tengah kondisi sekarang. Dan yakin, lama kelamaan para pendidik akan mahir menggunakannya, demikian juga dengan peserta didik.
Melihat situasi ini, sejumlah perusahaan IT pun berlomba-lomba untuk membuat dan memaksimalkan fitur atau aplikasi yang memudahkan pembelajaran jarak jauh.
Beberapa aplikasi yang bisa digunakan untuk pembelajaran Daring di antaranya Google Drive, sebagai tempat menyimpan data secara online.
Ada juga Google Docs. Google Docs familiar dengan Microsoft Word, juga ada Google Spreadsheet yang kompatibel dengan Microsoft Exel, dan Google Slides untuk presentasi menggunakan power point.
Selain itu, aplikasi Google Classroom juga membantu. Google Classroom merupakan kelas virtual, yang mempertemukan pendidik dan peserta didik. Di dalamnya tersedia folder yang berisi tugas, materi dan ruang tanya-jawab guru dan murid.
Sejauh ini, aplikasi yang paling populer digunakan di tengah pandemi adalah aplikasi Zoom. Aplikasi yang satu ini merupakan aplikasi pertemuan tatap muka virtual. Ada yang gratis tapi terbatas, baik waktu (maskmal 40 menit) dan jumlah orangnya (masikmal 100). Ada juga yang berbayar, menampung hingga 1.000 orang dengan durasi yang lebih lama.
Aplikasi lain seperti Quizzis, Seesaw, Edmodo, LSM (Learning Management System) juga memudahkan pembelajaran Daring.
Aplikasi Zenius, Ruang Guru, dan sekolah.mu turut membantu. Aplikasi-aplikasi ini memuat materi pelajar lewat video. Sejauh ini, pemerintah juga menayangkan video pembelajaran lewat TVRI.
Pada dasarnya, aplikasi-aplikasi pembelajaran tersebut membantu kegiatan belajar jarak jauh alias Daring. Meskipun begitu, ibarat dua sisi mata uang, pembelajaran Daring memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihannya, pembelajaran Daring lebih efektif dari sisi waktu dan tempat. Peserta didik bisa menghemat waktu ke sekolah atau kampus dengan mengikuti proses belajar dari rumah. Mau mengikuti pelajaran dari masa saja, sangat dimungkinkan.
Penggunaan biaya dan waktu lebih efisien. Dan yang penting juga, partisipasi peserta didik sangat terukur mengingat suasananya lebih rileks. Semua orang bisa berpendapat tanpa rasa takut dan segan.
Sementara kelemahannya adalah sulitnya mengontrol mana peserta didik yang serius mengikuti pelajaran dan mana yang tidak. Belum lagi tingkat penerimaan peserta didik yang berbeda.
Pembelajaran Daring juga lebih banyak bersifat teoretis dan minim praktik karena tidak dimungkinkan adanya interaksi langsung dengan peserta didik.
Belajar untuk Hidup
Karakter pembelajaran Daring memang sangat modern. Tapi tak boleh memudarkan semangat: Non scholae, sed vitae discimus (Belajar bukan untuk sekolah melainkan untuk hidup).
Dalam aplikasinya, pembelajaran Daring pun diakomodir dan sejalan dengan Standar Proses Pendidikan Dasar Dan Menengah sebagaimana diatur dalam Permendikbud No. 22 tahun 2016.
Pembelajaran Daring harus mematuhi prinsip (1) Dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu. (2) Dari pendidik sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar. (3) Dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah. (4) Dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi. (5) Dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu.
(6) Dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi. (7) Dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif. (8) Peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan keterampilan mental (softskills). (9)Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat.
(10) Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani). (11)Pembelajaran yang berlangsung di rumah di sekolah, dan di masyarakat.
(12) Pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah peserta didik, dan di mana saja adalah kelas. (13) Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran. (14) Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik.
Prinsip-prinsip dasar di atas hanya mau menegaskan bahwa peserta didik adalah subjek pendidikan itu sendiri. Sebagai subjek artinya peserta didik harus aktif. Aktif mencari tahu, aktik melakukan sesuatu, aktif menjadi sesuatu, dan aktif belajar bersama. Sementara pendidik hadir sebagai sosok yang mendorong, mendampingi, memfasilitasi tanpa harus menekan, mendikte, dan menceramah.
Disadari, Pandemi Covid-19 memang telah mengubah tatanan hidup manusia di segala aspek kehidupan, tak terkecuali dunia pendidikan. Di masa Covid-19, pola pembelajaran yang lazim selama ini, telah diubah menjadi pola pembelajaran digital atau biasa disebut juga dengan pembelajaran Daring.
Dan tentunya, hal ini memacu para pendidik untuk tidak Gaptek (gagap teknologi), melainkan bisa beradaptasi dengan situasi dan mau tidak mau harus berinovasi diri agar melek teknologi dan tidak ketinggalan dalam bidang IT.
Namun demikian, apapun yang terjadi, kita harus tetap survive, sembari beradaptasi dengan perubahan yang terjadi: New Normal.
*Kepala Sekolah SMPK Frateran Ndao-Ende