Kearifan Lokal Dongeng Bahasa Daerah Sikka “Nau Noan” Mengintegrasikan Pendidikan Nilai

Maumere, Ekorantt.com – Mencermati fenomena kehancuran moral anak bangsa dewasa ini, dunia pendidikan sudah sepatutnya tidak boleh menutup mata. Berbagai upaya ditempuh guna menanamkan nilai-nilai moral dalam diri anak.

Salah satu cara yang ditempuh Guru Bahasa Indonesia antara lain mengintegrasikan pendidikan moral melalui kearifan lokal “Nau Noan” dalam pembelajaran Bahasa Indonesia bagi peserta didik SMP.

Demikian disampaikan Dosen PBSI IKIP Muhammadiyah Maumere Robertus Adi Sarjono Owon kepada Ekora NTT Jumat, (18/9).

Kearifan lokal, menurut Sarjono, adalah bagian dari budaya masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari bahasa masyarakat itu sendiri. Kearifan biasanya diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi melalui cerita dari mulut ke mulut.

Guru Bahasa Indonesia SMPK Virgo Fidelis menuturkan, salah satu media tutur yang berkembang di Kabupaten Sikka adalah Nau Noan.

Nau Noan, demikian Sarjono, merupakan dongeng dalam bahasa Sikka yang disampaikan orang tua kepada anak-anaknya saat malam sebelum tidur.

Orang tua dalam cerita dongeng wajib mengambil karakter tokoh binatang yang ada, hidup, dan dikenali anak-anak.

“Karakter tokoh jahat digambarkan dalam simbol binatang seperti buaya, serigala, harimau, dan singa. Karakter tokoh yang lemah dan baik dilukiskan melalui binatang seperti anjing, kucing, ayam, burung, babi, kuda, dan sapi,” kata Sarjono.

Sementara karakter penengah yang cerdas dan bijak disodorkan tokoh kancil dan kera.

Menyinggung relevansi Nau Noan dengan pendidikan karakter saat ini, Sarjono menegaskan, Nau Noan mengandung banyak pesan moral seperti gotong royong, kerjasama, musyawarah, sopan santun, tanggung jawab yang sangat sesuai dengan orientasi pendidikan Abad 21 yang memiliki 4 C yakni creative, critical skill, colaborative dan communicative.

Sarjono mengungkapkan, guru sebaiknya mendongeng di sekolah karena di rumah hampir tidak mungkin lagi. Anak-anak sepertinya sulit dikendalikan orang tua karena orang tua sudah terlanjur membekali anak dengan HP sejak balita.

“Nilai- nilai moral dalam dongeng tidak bisa lagi ditransfer oleh orang tua untuk zaman ini. Guru yang sebaiknya menggantikan peran ini karena di sekolah anak masih bisa dikontrol dan dikendalikan oleh guru. Apalagi jika dibuat dramatisasi yang anak-anak perankan sendiri,” jelas Sarjono.

Menurut dia, pengintegrasian kearifan budaya lokal “Nau Noan” dapat dijadikan salah satu solusi untuk mengatasi degradasi moral yang tengah melanda anak bangsa karena dampak globalisasi.

“Pengintegrasian kearifan budaya lokal ini merupakan strategi yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai karakter sebagai tuntutan Sisdiknas dan Kurikulum 2013,” tutupnya.

Yuven Fernandez

 

spot_img
TERKINI
BACA JUGA