Maumere, Ekorantt.com – Masyarakat Kabupaten Sikka sungguh berbangga dengan hadirnya Presiden RI Jokowi meresmikan Bendungan Napun Gete, Desa Ilinmedo, Kecamatan Waiblama Kabupaten Sikka pada Selasa 23 Februari 2021 lalu. Tapi, tahukah Anda, siapa sosok yang pertama kali mengusulkan untuk pembangunan bendungan tersebut?
Sosok itu adalah Romo Alo Ndate, imam Keuskupan Maumere. Mantan Pastor Paroki Tanarawa ini mengisahkan, tahun 2004 di tengah lokasi bendungan saat ini dikembangkan kebun contoh untuk umat Paroki Tanarawa. Kebun itu ditanami semangka, paria, sayur, dan melon.
Kepada pemerintah, ia mengusulkan untuk bangun waduk di tempat kebun contoh. Usulan ini kemudian disampaikan lagi kepada Melchias Markus Mekeng, anggota DPR RI ketika berkunjung ke lokasi tersebut.
“Saya usul untuk dibangun waduk di tempat kebun contoh itu. Lalu saya mendapat mandat dari pusat ikut survei dan menunjuk tempat yang akan dibangun bendungan bersama Tim Balai Sungai dari Pusat. Di lokasi tersebut saya patok dua batang bambu aur lalu diabadikan orang dari Jakarta,” kisahnya kepada Ekora NTT beberapa waktu lalu.
Diungkapkannya pula, pekerjaan dimulai pada tahun 2016 dan selesai, hingga diresmikan oleh Jokowi.
“Saya sungguh berterima kasih usul awal saya berakhir indah bagi Tanah Sikka,” ujar pastor asal Nggela Ende ini.
Romo Alo berharap, setelah peresmian bendungan Napun Gete kerja Pemkab Sikka terlebih dinas yang terkait langsung harus bekerja sungguh. Salah satunya adalah mengubah mental masyarakat Sikka.
“Pemda Sikka harus mulai bekerja. Mengapa mental masyarakat harus disiapkan karena dalam pengamatan saya, mental generasi muda saat ini tidak mau dengan hal- hal kotor. Tidak ada lagi generasi yang menanam, merawat dan petik. Yang ada sekarang hanya generasi HP, generasi ojek. Jadi kerja Pemkab Sikka harus lebih optimal menggandeng banyak pihak,” tutup Romo Alo.
Sementara Direktur Walhi NTT Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi kepada Ekora NTT menggaris bawahi berbagai hal berkaitan dengan pelestarian kawasan hulu dengan tanaman yang cocok untuk konservasi air berbasis partisipasi rakyat, konsisten, atau berkelanjutan.
Konkretnya, kata Umbu, misalnya penguatan daya dukung kawasan hulu dengan penanaman tanaman untuk konservasi air seperti bambu, gayam, trembesi , beringin dan tanaman yang lain yang cocok dimana melibatkan rakyat secara massif baik yang tinggal di hulu dan hilir dalam aspek perencanaan, eksekusi kegiatan dan perawatan.
“Untuk mempermudah pengorganisasian pemerintah daerah dapat membentuk kelompok- kelompok relawan konservasi,” demikan anjuran Umbu.
Selain itu menurut Umbu perlu juga dilakukan konservasi kawasan-kawasan kritis demi mencegah adanya pembangunan yang bersifat ekstraktif di kawasan hulu.
“Perlu adanya kebijakan perlindungan lingkungan kawasan penyangga dan inti serta penganggaran konservasi secara kontinyu setiap tahunnya terutama untuk perawatan kawasan,” tutup Umbu.
Yuven Fernandez