Maumere, Ekorantt.com – Masyarakat Kabupaten Sikka memang masih melekat dengan tradisi adat dan budaya. Salah satu tradisi ialah menjalani ritual Huler Wair.
Ritual Huler Wair merupakan suatu kebiasaan masyarakat saat menerima tamu yang datang berkunjung ke Kabupaten Sikka, NTT.
Menurut kepercayaan setempat, ritual ini juga digelar agar tamu yang datang terbebas dari bahaya selama berada di wilayah itu.
Budayawan Sikka, Oscar Pareira Mandalangi, menyatakan ritual sederhana itu menggunakan media daun dan air kelapa muda. Adapun daun yang digunakan yang dalam bahasa setempat ialah daun huler yang mana selalu tumbuh subur dan tetap hijau pada setiap musim.
Oscar menjelaskan, sesuai kepercayaan masyarakat Sikka, pohon huler selalu ditanam di depan rumah dan dilarang ditanam di belakang rumah. Sebab, pohon itu dipercayai sebagai tempat bernaung roh-roh sesudah kematian.
“Jadi dalam ritual Wewar Huler Wair hanya dipakai daun huler dan dipercaya sebagai daun magic yang bisa mengusir roh-roh jahat,” kata Oscar kepada Ekora NTT di kediamannya, Jalan Kesukuit, Kelurahan Wairotang, Kecamatan Alok Timur pada Kamis (17/06/2021).
Sementara air kelapa dipercayai sebagai lambang kemurnian yang tidak terkontaminasi oleh apa pun. Kelapa yang digunakan biasanya kelapa muda yang belum terdapat isi tekstur dagingnya.
“Kepala muda tidak boleh menyentuh tanah. Sedangkan daun huler dipetik satu kali lalu pergi dan tidak boleh dilakukan berulang kali. Itulah tata cara kita di Sikka,” kata Oscar, berpesan.
Ia menambahkan, ritual Huler Wair dilakukan oleh tuan tanah, moang puluh, atau orang terhormat dimana ia harus pandai berkata-kata dalam bahasa adat.
Tua adat yang berpakaian lengkap membacakan syair-syair dalam bahasa Sikka yang biasa disebut Kleteng Latar.
Caranya, terang dia, setelah syair dibacakan kemudian menggunakan dua helai daun huler dan kelapa muda yang dipegang oleh seorang perempuan lalu tetua adat bewar (mereciki) tamu yang datang.
Sambil berkata “Blatang wi’ing ganu wair, ganu wair wali napung, blirang wi’ing ganu bao, ganu bao wali wolong”.
Artinya; dingin bagai air, air yang mengalir di sungai, sejuk seperti pohon beringin, bagai beringin di perbukitan.
Kemudian ditutupi dengan sapaan Lovado benza de Deos (saya percaya Tuhan memberkati).
Yuven Fernandez