Maumere, Ekorantt.com – Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat ( PPKM) mulai dari level I hingga IV yang diterapkan pemerintah membuat para pelaku usaha, khususnya pelaku pariwisata tak berdaya. Agar asap dapur tetap mengepul, mereka harus banting setir dengan membuka usaha lain.
Adalah Elisia Digma Dari ( 43) kepada Ekora NTT Selasa 24 Agustus 2021 mengungkapkan kondisi yang dialaminya ketika PPKM berlevel-level ini diterapkan.
Warga Lorong Tanah Terjanji Bolawolon, Desa Watumilok, Kecamatan Kangae, Kabupaten Sikka ini mengaku bahwa sebelum pandemi Covid-19 sektor pariwisata mampu menyokong hidupnya. Dirinya hidup dari sektor ini dengan menjadi pramuwisata.
“Selain freelance guide saya juga marketing sendiri produk pariwisata di wilayah Flores ke relasi bisnis saya di luar Pulau Flores,” ujar Elis, demikian ia biasa disapa.
Kala itu, kata Elis, dirinya tidak mengalami kesulitan karena sudah mengantisipasi geliat wisata selama setahun, ada high season dan low season, dari bulan berapa hingga bulan berapa.
Saat pertama kali pandemi Covid-19 merebak, Elis bikang belum merasakan dampak. Tabungan masih cukup. Kebutuhan hidup bisa diatasi.
Lalu, Elis coba mengembangkan Kedai Kopi yang ia beri nama Kedai Mokblek. Kedai ini sedikit membantu. Meski pendapatannya tak sebanding dengan penghasilan dari kerja pramuwisata.
Begitu pembatasan aktivitas masyarakat berlaku, usaha Kedai Mokblek keteteran.
“Saya pun tidak putus asa. Saya mulai coba ambil agen dapurkita jualan sayur secara online. Saya ambil dari BumDes Au Wula Desa Detusoko Barat Kabupaten Ende,” jelas Elis.
Kurang lebih sembilan bulan, Elis mengantar sayur dari rumah ke rumah. Karena banyak Poktan sayur organik di Maumere, dirinya pun berhenti berjualan sayur.
Nyali Elis membaja. Berhenti dari jual sayur, ia membantu kakaknya fokus beternak babi.
“Saya sangat gembira karena babi berkembang dengan sangat cepat. Sayangnya belum sempat panen hasilnya, virus ASF merebak. 15 ekor babi mati. Tiap hari saya bersama kakak urus gali lubang untuk menguburkan babi-babi itu,” ujarnya sedih.
Elis sempat terpukul dan tidak keluar rumah selama dua bulan.
Atas saran sahabat-sahabatnya, Elis kembali membuka kedai di depan rumahnya, bermodalkan tabungan yang tersisa.
“Mulai beroperasi di bulan April 2021. Dan baru dua bulan beroperasi susah datang lagi diberlakukan PPKM dan terus diperpanjang akhirnya kedai pun ditutup,” katanya
Sekarang, Elis memilih berjualan rujak keliling dan makanan lokal seperti ubi-ubian.
Ketika ditanya kenapa rujak dan makanan lokal? Elis menuturkan mayoritas warga di tempat tinggalnya adalah petani. Dengan itu ia bisa membantu menjual hasil kebun mereka
“Saya menyadari bahwa saya susah. Tetapi saya bantu dengan cara ini. Selain menghidupi diriku juga masyarakat sekitar. Karena hidup yang menghidupkan orang lain adalah hidup yang berguna,” pungkas Elis.
Kini Elis mengendarai sepeda motor tua Supra Fit 2004, menyusuri lorong-lorong Kota Maumere, menabrak matahari, berusaha menyambung hidupnya sambil berdoa mudah-mudahan pandemi Covid-19 cepat berlalu.
Yuven Fernandez